"Saya menyadari untuk terlihat diskusi judul ini cukup berat. Minimal harus kuat dalam memahami ayat (nash) dan haditsnya lengkap dengan asbun nuzulnya. Harus kuat di ilmu perbandingan mazhabnya. Kalau itu minim, kajiannya pasti lemah"
[Sutoyo Abadi, GWA Konstitusi & Permasalahan Negara, 21/7]
Tinta Media - Mengawali tulisan ini, penulis ingin tegaskan bahwa Khilafah memiliki makna Syara'. Karena itu, mendefinisikan Khilafah harus dengan pengertian Syara', bukan dengan pengertian lainnya.
Pentingnya memahami definisi/terminologi ini, akan dapat memberikan dampak pemahaman yang utuh dan menyeluruh sekaligus membatasi pengertian di luar apa yang dimaksud dalam pembahasan. Itulah fungsi dari definisi atau ta'rif, untuk mengumpulkan semua makna yang terlingkupi, sekaligus membatasi makna yang tidak termasuk dalam cakupan definisi.
Sebagai contoh, sholat memiliki makna Syara', yakni ibadah tertentu yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Namun, sholat juga memiliki makna bahasa yang berarti doa.
Ketika kita diseru untuk 'sholat' kepada Nabi Muhammad Saw dengan redaksi ayat :
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
innallāha wa malā`ikatahụ yuṣallụna 'alan-nabiyy, yā ayyuhallażīna āmanụ ṣallụ 'alaihi wa sallimụ taslīmā
Arti: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya sholat (bershalawat) untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Dalam konteks ayat ini, shollu atau sholat kepada Nabi tidak bisa ditafsirkan dengan pengertian Syara', yakni sholat sebagai ibadah tertentu, karena kita semua tidak diperintahkan untuk ibadah kepada selain Allah SWT. Namun, pengertian sholat disini dipalingkan dari makna Syara' menjadi makna bahasa, sehingga dapat dipahami bahwa 'shollu' dalam redaksi ayat ini maknanya adalah perintah bersholawat (berdoa) kepada Nabi Muhammad Saw, bukan perintah beribadah (sholat) kepada Nabi Muhammad Saw.
Dalam tulisan yang penulis bagikan berjudul 'KHILAFAH AJARAN ISLAM' yang ditulis oleh Dr. Daud Rasyid, Lc., M.A., memang membahas makna Khilafah secara utuh, dari makna bahasa hingga makna Syara'. Ini adalah kajian ilmiah, sebagaimana kita terbiasa mendalami ilmu yang biasanya dijelaskan dengan pendekatan secara kebahasaan (etimologi) juga makna secara istilah (terminologi).
Namun, yang terpenting adalah Khilafah bukan sekedar kajian ilmiah melainkan kewajiban Syara'. Harus ada upaya membuat makna Khilafah ini mudah dipahami, sehingga menggerakkan Umat Islam untuk memperjuangkan dan segera mewujudkannya.
Kajian khilafah secara fiqh, dibutuhkan pemahaman ilmu Tasyri' seperti Ushul Fiqh, Ulumul Qur'an, Ulumul Hadits, Bahasa Arab dan Shiroh. Namun, penulis akan buat tulisan Khilafah secara politik praktis, agar mudah dipahami.
Sederhananya, Khilafah itu adalah negara sekaligus sistem pemerintahan dalam Islam. Khilafah berbeda dengan negara dan bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini.
Khilafah bukan negara yang berbentuk Republik, bukan kerajaan, bukan kekaisaran, bukan monarki konstitusi, bukan federasi, bukan konfederasi. Khilafah juga bukan organisasi atau faksi atau milisi seperti yang diklaim ISIS, atau bentuk organisasi non negara lainnya (ormas, orsos, lembaga kajian, dll).
Yang membedakan Khilafah dengan sistem pemerintahan lainnya adalah ada pada konsep kedaulatan. Khilafah meletakkan kedaulatan ditangan syara'.
Kalau Republik, meletakan kedaulatan ditangan rakyat. Kerajaan meletakan kedaulatan ditangan Raja. Kekaisaran meletakan kedaulatan ditangan Kaisar. Monarki konstitusi meletakan kedaulatan Negara ditangan Ratu, sementara kedaulatan pemerintahan ditangan parlemen.
Kerajaan Saudi bukan Khilafah. Republik Iran juga bukan Khilafah. Kerajaan Inggris adalah monarki konstitusi, bukan Khilafah.
Khilafah adalah negara yang dulu dipimpin Khalifah Abu Bakar RA, Umar RA, Utsman RA, Ali RA, Kekhalifahan Bani Umayyah, Kekhilafahan Bani Abbasiyah, hingga terakhir kekhalifahan Turki sebelum diruntuhkan oleh inggris pada tahun 1924 melalui agennya Mustafa Kemal Atarturk. Nama Khalifah pertama hingga yang terakhir, terdokumentasi secara rinci dalam tulisan Dr Daud Rasyid yang penulis bagikan.
Mendirikan Khilafah hari ini berarti sama saja dengan aktivitas Nabi Muhammad Saw saat mendirikan Daulah Islam yang pertama kali di Madinah. Jadi, sejak di Mekkah Rasulullah Saw berjuang untuk menegakkan Daulah Islam hingga akhirnya tegak di Madinah. Negara Islam di Madinah inilah, yang diwariskan oleh Rasulullah Saw kepada para sahabat dan kemudian dikenal dengan negara Khilafah.
Sama seperti era Nabi Saw di madinah, saat ini tidak ada negara Islam. Semua negeri Islam yang ada di dunia ini, baik kerajaan Arab Saudi hingga Republik Iran bukanlah Khilafah. Karena keduanya tidak menjalankan kedaulatan Syara'.
Lagipula, Saudi maupun Iran telah terbelenggu dengan ide nasionalisme kebangsaan. Dua negara ini hanya memikirkan bangsanya, tidak memikirkan umat Islam.
Sementara Khilafah adalah negara untuk seluruh kaum muslimin. Tanggung jawab Khilafah adalah Islam dan seluruh kaum muslimin. Bukan sekedar menjaga bangsa tertentu atau wilayah tertentu.
Nah, karena Khilafah belum ada, maka semua negeri Islam berpotensi untuk menjadi titik tolak berdirinya Khilafah, termasuk Indonesia. Cara untuk memperjuangkan Khilafah adalah dengan dakwah seperti yang dicontohkan nabi Muhammad Saw saat membangun negara Islam yang pertama, berdakwah di segala tempat.
Walaupun akhirnya, masyarakat Madinah yang menerima dakwah Nabi sehingga Daulah Islam tegak di Madinah, bukan di Mekkah. Akan tetapi, negara Islam pimpinan Nabi yang berpusat di Madinah dalam waktu singkat mampu melakukan unifikasi dan menjadikan Mekkah sebagai wilayah Daulah Islam, wilayah kekuasaan kaum muslimin.
Dan ketika era sahabat, wilayah Khilafah meluas hingga melingkupi seluruh jazirah arab, merambah hingga ke Syam. Sungguh, itu semua diketahui secara pasti oleh segenap kaum muslimin.
Nah, sekarang juga demikian. Dakwah menegakkan Khilafah dilakukan dimanapun, bisa di Iran, arab, India, Pakistan, Libya, Yaman, Irak, syariah, Afghanistan, sudah, hingga di Indonesia. Namun, saat Khilafah tegak di satu wilayah, maka semua negeri Islam kelak akan disatukan, diunifikasi menjadi satu kesatuan wilayah Daulah Khilafah.
Semoga, Indonesia bisa menjadi wilayah yang menjadi titik tolak berdirinya Khilafah. Semoga, bangsa Indonesia mendapatkan kesempatan dimuliakan dengan Khilafah, sebagaimana dahulu bangsa Arab dan Bangsa Turki pernah menjadi adidaya dunia dengan Khilafah. [].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik