Tinta Media - Berkaitan dengan Mahkamah Agung yang mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung terkait larangan pengadilan mengabulkan pernikahan beda agama, saya akan memberikan pendapat hukum sebagai berikut:
Pertama, Bahwa Kami sangat mendukung Mahkamah Agung (MA) yang telah secara resmi melarang pengadilan mengabulkan pernikahan beda agama. Keputusan itu dimuat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan;
Kedua, Bahwa SEMA tersebut telah sesuai dengan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pada Pasal 2 Ayat (1) berbunyi _perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Dari pasal ini sudah sangat jelas terdapat frasa *".... menurut hukum masing-masing agama....".* Sehingga ketika agama Islam misalnya melarang menikah dengan orang yang beda agama, maka ketika dipaksakan menjadi tidak sah;
Ketiga, Bahwa SEMA tersebut juga telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.68/PUU-XII/2014 dan 24/PUU-XX/2022 yang menolak permohonan dilegalkan pernikahan beda agama. Dan Ketentuan pasal diatas diperkuat dengan fatwa MUI yang menyatakan pernikahan beda agama haram dan tidak sah. Hal itu dimuat dalam Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama;
Keempat, Bahwa orang tua muslimah yang anaknya "telah nikah" beda agama, dapat melakukan gugatan pembatalan melalui pendekatan Perbuatan Melawan Hukum.
Demikian
IG @chandrapurnairawan
Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
(Ketua LBH Pelita Umat dan Mahasiswa Doktoral)