Kualitas Udara Semakin Buruk, Dampak Penerapan Kapitalisme - Tinta Media

Rabu, 16 Agustus 2023

Kualitas Udara Semakin Buruk, Dampak Penerapan Kapitalisme

Tinta Media - Kualitas udara di ibu kota dikabarkan semakin memburuk. Bahkan, disebutkan kualitas udara yang ada tidak layak untuk menunjang kehidupan. Lantas, adakah solusi pasti untuk menyelesaikan masalah lingkungan tersebut?

Udara Buruk, Bukti Semrawutnya Tata Kelola

Jakarta kembali menduduki posisi pertama sebagai kota dengan predikat kualitas udara terburuk pada minggu pagi (13/8/2023). Hal ini diketahui dari data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pikul 06.00 WIB. Indeks kualitas udara di Jakarta menunjukkan angka 170 alias terkategori tidak sehat (CNNIndonesia.com, 13/8/2023). 

Dilansir dari liputan6.com (28/7/2023), kualitas udara yang semakin memburuk di Jakarta dipengaruhi oleh sektor transportasi. Tak hanya karena sektor transportasi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menyebutkan bahwa musim kemarau menjadi penyebab memburuknya kualitas udara di ibu kota (CNNIndonesia.com, 13/8/2023). 

Untuk mengantisipasi agar kualitas udara tak semakin memburuk, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan akan membentuk satuan tugas untuk melakukan razia dan memberikan sanksi pada pengendara kendaraan bermotor yang tak mengantongi bukti pelaksaan uji emisi. Dinas Lingkungan Hidup pun mengimbau warga agar menggunakan moda transportasi massal dan mengurangi mobilitas menggunakan mobil pribadi (katadata.co.id, 28/7/2023).

Selain emisi kendaraan, pembakaran batubara pun menjadikan kualitas udara semakin memburuk. Hal ini dikemukakan komunitas pegiat lingkungan, Walhi DKI Jakarta. Pemerintah pusat DKI Jakarta dinilai tak pernah menyentuh persoalan industri energi dan lingkungan. Padahal, PLTU berbasis batubara berkontribusi besar mencemari udara ibukota (bbc.com, 14/8/2023). 

Pemerintah tak mampu memperketat aturan terkait industri tersebut karena kepentingan ekonomi dan politik. Demikian ungkap Muhammad Aminullah, Ketua Kampanye Walhi Jakarta. 

Semua aktivitas yang dilakukan hanya berorientasi pada keuntungan materi, tanpa memperhatikan akibat bagi alam dan lingkungan. Regulasi yang ditetapkan pemerintah pun hanya berfokus pada kepentingan korporasi-korporasi besar pemilik modal. Tentu saja secara langsung kepentingan publik akan dikendalikan oleh para investor. Semua dilakukan demi alasan mendongkrak perekonomian negara dan membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya. 

Inilah realita yang disajikan sistem ekonomi kapitalisme. Keserakahan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya menjadi konsep utama penerapannya. Bahkan, mengeksploitasi lingkungan pun dijadikan salah satu konsep dasar dalam menetapkan kebijakan, tak peduli dengan akibat yang ditimbulkan. 

Akibatnya, urusan rakyat dilalaikan. Pencemaran udara yang luar biasa, limbah industri yang belum juga menemukan solusi menjadi masalah-masalah yang terus bermunculan. Sementara, solusi-solusi yang disajikan hanya solusi sementara yang tak menyentuh akar persoalan. 

Fakta ini pun nampak semakin nyata saat negara tak mampu memberi sanksi atau menindak tegas perusahaan-perusahaan yang menimbulkan pencemaran atau limbah yang merusak lingkungan. Jelaslah, segala bentuk kerusakan lingkungan dan pencemaran yang terjadi sebagai dampak diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang merusak. 

Tata Kelola Lingkungan ala Sistem Islam

Islam mensyariatkan bahwa lingkungan adalah bagian alam yang wajib dijaga. Ini karena kerusakan lingkungan pasti berdampak pada kehidupan. Pemanfaatan lingkungan beserta isinya harus sesuai dengan perintah Allah Swt. 

Dalam Islam, pengelolaan alam wajib diatur dalam regulasi negara agar mampu tegas mengikat semua warga negara. Sistem Islam dalam wadah khilafah, menjadikan lingkungan alam serta pengelolaannya senantiasa dalam pengaturan syariat Islam. Khilafah yang dipimpin seorang khalifah, menetapkan bahwa kepemimpinan terhadap rakyat adalah tanggung jawab yang utama. Penjagaan nyawa rakyat adalah prioritas yang harus didahulukan. 

Rasulullah saw. bersabda, 

"Seorang pemimpin adalah penggembala, dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya." 
(HR. Al Bukhari dan Muslim).

Negara bertanggung jawab atas kelestarian lingkungan. Hal ini karena lingkungan yang lestari akan menjaga nyawa rakyat dari kesengsaraan. Polusi dan pencemaran alam yang melewati ambang batas, tentu saja akan mengancam nyawa rakyat. 

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Al-A'raf : 56)

Negara memiliki kekuatan untuk mencegah kerusakan lingkungan. Salah satunya dengan menetapkan regulasi tentang larangan privatisasi sumber daya alam oleh swasta atau pihak asing. Pengawasan negara harus dilakukan untuk menjamin keberlangsungan sistem ekonomi yang tetap menjaga keselamatan dan kesejahteraan seluruh warga negara. 

Negara juga wajib menetapkan aturan bagi setiap industri agar mampu mengolah limbah secara mandiri dan aman, tanpa mencemari lingkungan sesuai standar baku yang ditetapkan negara khilafah. Negara pun akan memanfaatkan sumber energi terbarukan yang minim polutan, sehingga tetap dapat menjaga kelestarian lingkungan. Ini demi kehidupan rakyat yang aman dan lestari berkelanjutan.

Betapa sempurnanya Islam mengelola lingkungan. Semua ditetapkan demi kualitas hidup yang aman, sejahtera, dan terjaga. Hanya dengan penerapan sistem Islam, kehidupan penuh rahmat dan berkah tercurah. 

Wallahu a'lam bisshawwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :