KHILAFAH TIDAK DIREPRESENTASIKAN ARAB SAUDI MAUPUN IRAN, KEWAJIBAN KHILAFAH MENJADI TANGGUNGJAWAB SELURUH KAUM MUSLIMIN - Tinta Media

Senin, 14 Agustus 2023

KHILAFAH TIDAK DIREPRESENTASIKAN ARAB SAUDI MAUPUN IRAN, KEWAJIBAN KHILAFAH MENJADI TANGGUNGJAWAB SELURUH KAUM MUSLIMIN

"Hemat saya dengan model kepemimpinan di Iran yang pada dasarnya adalah sebuah modifikasi sistempemerintahan berbasis Islam, (terlepas kita tak setuju dengan ideologi Syi’ah-nya). Namun inti simpulnya adalah terdapat kemampuan negara mencoba untuk menjalankan syariah Islam, meski tidak murni dalam bentuk kekhalifahan murni. Tak cuma masalah dalam negeri, kita lihat Iran juga membantu negara-negara Islam lainnya yang mengalami penindasan."

"Sementara Arab Saudi, cenderung menerapkan syariat Islam dengan kekuatan memaksa lewat titah raja yang bersumber dari pendapat ulama-ulama kerajaan. Sehingga warga negaranya tak menerapkan ajaran syariah secara kafah dengan penuh kesadaran yang pada gilirannya sebagaimana kita lihat ideologi wahabisme sebagai ideologi kerajaan kini tengah memudar jauh dari prinsip-prinsip syariah."

[Andisyah, GWA Konstitusi & Masalah Negara, 21/7]

Persoalan Khilafah adalah persoalan agama, bukan semata persoalan politik atas kebutuhan kepemimpinan global bagi umat Islam. Karena itu, basis teologis perjuangan Khilafah adalah asasnya, sementara aspek politik dan fakta kekinian hanyalah objek yang terindera yang wajib dilihat dari perspektif Syara'.

Saat penulis menjelaskan perbedaan sistem Kerajaan, Republik dan Monarki Konstitusi, penulis memang merujuk Arab Saudi, Iran dan Inggris. Karena Arab Saudi sistem pemerintahannya berbentuk Kerajaan, Iran berbentuk Republik, dan Inggris Monarki Konstitusi.

Alhamdulillah, basis kedaulatan tiga sistem pemerintahan ini telah dipahami. Kerajaan meletakkan kedaulatan di tangan Raja, Republik di tangan Rakyat, monarki konstitusi dibagi atas Ratu dan Parlemen (perdana menteri).

Sementara sistem Khilafah menganut kedaulatan Syara'. Baik penguasa (Khalifah) maupun rakyat, wajib terikat dan tunduk kepada hukum Syara'.

Khalifah tidak bisa membuat UU yang bertentangan dengan syariat, rakyat juga tak boleh menuntut Khalifah untuk menerapkan kedaulatan rakyat. Semuanya tunduk pada Syara' yang digali dari dalil, baik Al Qur'an, as Sunnah, Ijma' Sahabat dan Qiyas syar'i.

Meskipun ada anggapan, seolah-olah Arab Saudi maupun Iran menerapkan Islam, bahkan dianggap konsepsi negara ideal untuk sementara ini, tetapi keduanya tetap bukan Khilafah. Keberadaan keduanya, meskipun dianggap menghadirkan banyak kemajuan, tetap saja tidak menggugurkan kewajiban untuk menegakkan Khilafah.

Saudi, sejarahnya adalah kaum bughot (pemberontak) yang memisahkan diri dari Turki Utsmani. Bani Saud dan Lawrence Arabia bersekutu dengan mahzab Wahabi, melakukan bughot terhadap Khilafah Turki dan mendirikan sistem Kerajaan.

Ruh Iran, lebih disinari semangat Syiah dan bangsa Persia. Romantisme Kekaisaran Persia, lebih menjadi ruh penggerak Iran, bukan semangat dakwah dan jihad yang digelorakan oleh Kekhilafahan Islam.

Klaim Saudi Arabia sebagai penjaga dua kota suci, tetap tidak bisa merepresentasikan Khilafah yang menjadi penjaga setiap darah kaum Muslimin. Karena itu, Arab Saudi tidak pernah memberikan perhatian pada masalah Palestina, karena dianggap bukan tugas dan tanggungjawabnya.

Begitu juga Iran, saat agresi militer Amerika ke Irak, Iran tidak menolong saudara Muslim di Irak. Iran hanya mengultimatum AS agar tidak menghancurkan Karbala.

Saudi, juga membombardir Yaman, hanya dengan dalih memerangi Syiah. Padahal, serangan jet jet tempur Saudi, tidak pernah bisa memilih korban Sunni atau Syi'ah. Kaum muslimin Yaman, semuanya menjadi korban invasi militer Saudi.

Khusus pada Iran, perang urat saraf di media melawan AS hanyalah kamuflase. Iran sejatinya juga banyak bekerjasama dengan Amerika, khususnya saat agresi Amerika ke Irak.

Iran juga tutup mata pada serangan brutal Yahudi Israel kepada Palestina. Iran baru merespon, jika serangan itu menyasar wilayah milisi yang dipimpin Hasan Nasrullah.

Jadi, sifat pembelaan Iran tak jauh beda dengan Turki. Turki merespons serangan pesawat udara Rusia saat serangan itu menyasar ke wilayah suku Kurdi, tapi bungkam saat serangan itu hanya membombardir kaum muslimin di Suriah. Iran, hanya akan bertindak reaktif jika serangan Israel membahayakan kepentingan politiknya yang berbasis nasionalisme (kebangsaan).

Baik Iran, Arab Saudi, Turki dan negeri muslim lainnya, selain sama-sama menerapkan sekulerisme (dengan berbagai variannya), sejatinya juga hanya mengikat ikatan negara berdasarkan kebangsaan (nasionalisme), bukan berdasarkan ikatan akidah Islam.

Khilafah, mengikat hubungan negara berdasarkan ikatan akidah Islam. Wilayah teritori Khilafah tidak terikat dengan batasan fixd dan ikatan nasionalisme. Ikatan akidah Islam Khilafah, menyebabkan Khilafah bersifat global dan memikirkan seluruh kepentingan Islam dan kaum muslimin, bahkan memikirkan dan mengurusi peradaban dunia.

Ya, Khilafah yang diperjuangkan saat ini adalah Khilafah ala Minhajin Nubuwah. Khilafah seperti periode Khulafaur Rasyidin, bukan seperti era Muawiyah, Abassyiyah atau Utsmaniyah. Khilafah yang benar-benar mengikuti manhaj (jalan) kenabian. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik 
https://heylink.me/AK_Channel/


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :