Tinta Media - Indonesia sudah merdeka 78 tahun lamanya, tetapi fakta kemerdekaan itu tidak dirasakan oleh negara Indonesia, khususnya di Papua. Kondisi masyarakat di Papua sungguh sangat menyedihkan. Seperti yang terjadi baru-baru ini, bencana kelaparan dan kekeringan telah melanda Papua.
Dilansir Kompas.com, kelaparan di Papua Tengah yang dipicu bencana kekeringan telah membuat enam orang meninggal dunia dan berdampak pada sedikitnya 7.500 orang, masing-masing berasal dari Distrik Lambewi dan Distrik Agandugeme.
“Musibah tersebut karena cuaca ekstrem. Suhu udara yang sangat dingin dan tidak turun hujan sejak 2 bulan terakhir. Sehingga warga gagal panen ubi dan keladi, akibat gagal panen ini membuat enam orang meninggal. Rata-rata yang meninggal setelah mengalami badan yang lemas, panas dalam, diare, dan sakit kepala yang dirasakan,” kata Bupati Puncak Willem Wandik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/7/2023).
Kondisi kesehatan masyarakat di Papua semakin anjlok. Hal ini karena mereka harus berjalan selama dua hari lamanya agar mendapatkan bantuan makanan dari Distrik Sinak. Hal ini karena distribusi makanan belum maksimal akibat terkendala masalah keamanan.
“Maskapai penerbangan mereka tidak berani membawa bantuan makanan dari Sinak ke Distrik Agandugeme. Mereka takut pesawatnya ditembak kelompok kriminal bersenjata,” ungkat Willem.
Sungguh ironis, kasus kelaparan yang menimpa ribuan warga Papua semakin menggambarkan bahwa negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, tidak mampu hidup dalam kesejahteraan jika dikelola oleh orang yang salah.
Adanya bencana di Papua sejatinya bukan kasus pertama, karena diketahui krisis di Papua sudah terjadi sejak lama. Pun, tak bisa dimungkiri bahwa Papua menjadi daerah termiskin di Indonesia. Persentase kemiskinan di Papua mencapai angka 26,55 persen, dan di Papua Barat mencapai 21,51 persen kemiskinan, bahkan di tahun 2018 kejadian luar biasa (KLB) kematian akibat gizi buruk terjadi di Kabupaten Asmat, 72 anak meninggal.
Ironis, Papua dikenal sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam melimpah ruah. Papua mempunyai tambang emas terbesar di dunia, dan telah dikuasai oleh Amerika PT Freeport yang telah beroperasi sejak 1967. Selain itu, Papua juga merupakan wilayah yang mempunyai SDA kaya akan bahan tambang, seperti tembaga, pasir kaolin, batu bara, besi, batu kapur, minyak bumi, dan gas bumi.
Fakta kekayaan alam tidaklah memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Papua menjadi salah satu wilayah tertinggal oleh akses kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan fasilitas lainnya. Kemiskinan di tanah yang kaya akan sumber daya alam masih menjadi PR bagi penguasa saat ini, apalagi selama ini kekayaan alam di Papua hanya dinikmati oleh para pemilik modal (investor asing).
Semua permasalahan di Papua tak terlepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang meniscayakan keberadaan sumber daya alam dimiliki oleh segelintir oknum dan lebih banyak dikuasai oleh oligarki. Alih-alih kekayaan alam dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat dan memajukan wilayahnya, justru kemiskinan yang tak pernah usai dirasakan. Sebab, pengelolaan kekayaan berdasarkan ekonomi kapitalis khususnya warga Papua semakin terpuruk.
Kapitalisasi SDA dan berbagai bentuk pelayanan rakyat oleh pihak swasta telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang semakin menganga antar rakyat dan pemilik modal. Di sisi lain, politik demokrasi yang meniscayakan pemilik modal semakin mudah mengendalikan kebijakan pemerintah.
Persoalan Papua sejatinya akan selesai jika rakyatnya hidup dalam naungan Islam, sebab Islam adalah agama yang sempurna yang mampu menyelesaikan permasalahan umat. Penerapan aturan Islam kaffah menjamin rakyat hidup sejahtera dan aman.
Islam memandang bahwa kesejahteraan dan keamanan warga negara adalah tanggung jawab negara. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw,
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Negara Islam akan menerapkan sistem konsep kepemilikan Islam yang akan berimbas kepada masyarakat. Sumber daya alam adalah milik umum yang haram dikuasai oleh individu ataupun korporat. Sebab negara berhak mengelolanya dan hasilnya di kembalikan kepada rakyat, agar rakyat bisa sejahtera dalam segala hal.
Negara diwajibkan mengelola kepemilikan umum tersebut untuk kesejahteraan rakyat melalui mekanisme anggaran belanja negara Baitul Maal. Pengelolaan tersebut adalah sesuai sabda Rasulullah saw,
“Kaum muslim berserikat (sama-sama membutuhkan ) dalam tiga perkara: padang, air, dan api).” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Khilafah melalui sistem ekonomi dan politiknya akan mendistribusikan hasil pengelolaan kekayaan milik rakyat tersebut di semua wilayah, tanpa melihat potensi ekonomi dari wilayahnya. Hasil pengelolaan kekayaan alam tersebut didistribusikan dalam bentuk jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang dipenuhi secara langsung. Sedangkan sandang, pangan, papan dipenuhi oleh negara secara tidak langsung.
Khilafah akan mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan untuk menghindari terjadinya kelaparan, termasuk ketika terjadi kekeringan dengan berbagai sebabnya. Karena itu, khilafah akan sangat memperhatikan sektor pertanian. Khilafah akan mengatur kebutuhan pangan nasional dan memetakan daerah yang potensial untuk wilayah pertanian.
Kemudian khilafah akan menunjang kebutuhan–kebutuhan pertanian dengan mengoptimalkan industri-industri terkait, seperti industri pupuk, alat-alat pertanian, dan sejenisnya. Setelah itu, khilafah akan mendistribusikan hasil pangan dengan kebutuhan per wilayah. Dengan demikian seluruh rakyat bisa hidup sejahtera jauh dari kata kemiskinan dan kelaparan. Wallahu a’lam bi shawwab.
Oleh: Hamsia (Pegiat Literasi)