Kapitalisme Menyuburkan Jual Beli Ginjal - Tinta Media

Jumat, 04 Agustus 2023

Kapitalisme Menyuburkan Jual Beli Ginjal

Tinta Media - Dua belas orang ditangkap dalam sindikat jual beli ginjal yang berbasis di Kamboja. Dari 12 tersangka, sembilan merupakan sindikat dalam negeri, satu sindikat luar negeri, satu petugas imigrasi, dan satu orang lagi merupakan anggota polisi. Hanim salah satu tersangka sindikat jual beli ginjal internasional, mengungkap alasan mereka memilih rumah sakit Kamboja sebagai basis aksi mereka. Dikarenakan rumah sakit negara itu, punya sistem administrasi yang tidak rumit. Ia juga menyebutkan, rumah sakit di Kamboja tersebut merupakan milik militer pemerintahan, penjaga rumah sakit hingga staff medis merupakan tentara. Dia juga yakin, pemilik rumah sakit terlibat dalam transaksi jual beli ginjal.  (CNN Indonesia 23/07/23).

Kasus jual beli ginjal ini, menjerat 122 korban. Korban direkrut melalui dua grup Facebook. Setiap ginjal korban dihargai seharga Rp 135 juta. Kemudian ginjal ini dibanderol dengan harga Rp 200 juta. Dijual ke sejumlah negara seperti India, Malaysia, Singapura, hingga Cina. Pelaku mendapatkan keuntungan  Rp65 juta dari pertransaksi. Aksi pelaku sudah dimulai dari tahun 2019. Para pelaku meraih omset sebesar Rp24,4 Miliar. (Kompas 20/07/23).

Direktur Serse Kriminal Umum Polda Jaya Kombes Polisi Hengki Hariadi mengungkapkan, motif para korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam sindikat jual  beli ginjal adalah ekonomi. Profesi mereka pun beragam, dari pedagang, guru privat, bahkan ada lulusan S2 dari universitas terkemuka dalam negeri. Para korban tidak memilki pekerjaan akibat terdampak pandemi Covid-19. (Voa Indonesia 21/07/23).

Sulitnya kehidupan ekonomi hari ini membuat manusia gelap mata. Apa saja rela mereka lakukan untuk bisa bertahan hidup. Walaupun  perilaku yang mereka lakukan itu membahayakan kesehatan mereka, seperti jual beli ginjal. Semakin geram rasanya, dua oknum aparat negara, yang seharusnya menertibkan keamanan malah memuluskan aksi para pelaku. Ternyata di zaman yang sudah canggih dan modern ini, masih marak perdagangan manusia, sungguh sangat disayangkan. Kejahatan para pelaku  bertranformasi ke dunia digital untuk menggait para korban. Keputusasaan 
korban dalam memenuhi tuntutan ekonomi dimanfaatkan oleh penjahat-penjahat yang rakus dan tamak.

Ini semua tidak terlepas dari sistem kehidupan yang  diterapkan hari ini, yakni kapitalisme. Kapitalisme menciptakan kesenjangan hidup yang sangat parah. Akibat ide yang digaungkannya, siapa saja boleh memiliki apa pun, selama dia memiliki modal. Alhasil, distribusi harta tidak merata. Di satu sisi kita melihat orang yang memiliki keberlimpahan harta. Sekali makan habis dengan tagihan jutaan rupiah. Di sisi yang lain,  jangankan untuk makan tiga kali sehari, sehari sekali pun sulit.

Apalagi pasca pandemi, banyak yang kehilangan pekerjaan. Kalaupun ada, gaji yang diberikan kecil tidak sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan pekerja, kalaupun gajinya besar sudah dibooking dengan mereka yang memiliki orang dalam atau syarat yang ditetapkan rumit. Maka gak heran kriminalitas meningkat hingga tindak pidana perdagangan orang (TPPO) marak. Tuntutan ekonomi ditambah harga bahan pokok  melambung tinggi semakin menghimpit masyarakat, Bila tidak kuat-kuat imam akan terjeremus kepada perilaku kriminal.

Corak kehidupan sekularisme yang merupakan asas kapitalisme turut mewarnai kehidupan sekarang. Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, melahirkan profil-profil manusia yang  rakus, lemah iman dan tidak takut dosa. Kehidupan akhirat serasa jauh baginya. Azab siksa neraka tidak terbayang olehnya. Jadilah ia menjadi manusia yang berbuat sesuka hati tanpa berfikir. Ini melanggar perintah Allah atau tidak. Tujuan hidupnya mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya tanpa peduli halal haram. Keinginannya harus tercapai meski harus menghilangkan hati nurani dan rasa kemanusiaan memperdagangkan manusia.

Meski Undang-undang yang mengatur pelarangan jual beli ginjal dan TPPO sudah ada, namun perilakunya makin marak dan tidak hilang. Jelas sanksi hukum saja tidak cukup, apalagi sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Serta hukum di Indonesia mudah dijualbelikan. Oleh sebab itu, perlu memberantas kasus TPPO ini hingga ke akarnya. Yakni mencabut sistem kapitalisme yang menyuburkan maraknya perdagangan manusia. Karena masalahnya bukan lagi scope individu namun sudah berskala sistem.

Islam agama paripurna yang memiliki sistem kehidupan yang menjamin keamanan dan kesejahteraan bagi rakyat. Sistem kehidupan ini tegak dalam sebuah negara yang bernama khilafah. Negara ini berasaskan akidah Islam, yakni meyakini Allah sebagai Rabb yang menciptakan alam semesta dan mengaturnya. 

Sistem ini tidak mungkin bisa tegak dalam negara sekuler yang menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan. Juga tidak akan mampu terwujud pada negara kapitalisme yang mengambil sesuatu berdasarkan manfaat. 

Karena, sistem kehidupan Islam, satu dengan yang lainnya saling berkesinambungan dan tidak bisa terpisahkan. Kesatuan penerapan sistem Islam mengantarkan kepada Islam Rahmatan lil'alamin.

Maka Islam memiliki sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk melindungi rakyatnya dari kejahatan, termasuk TPPO.

Pertama,  negara Islam adalah pihak yang bertanggung jawab membina masyarakat agar menjadi masyarakat yang bertaqwa. Tujuannya, melahirkan sosok pribadi-pribadi yang berkepribadian Islam. Yakni pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan Islam. Sosok yang takut melanggar perintah Allah. Takut memperdaya orang lain untuk menjual organ. Serta takut menyalahkangunakan jabatan untuk kejahatan.

Kedua, negara menerapkan sistem ekonomi Islam, yang medistribusikan harta secara merata. Dengan begitu, tidak ada harta yang bertumpuk pada segilintir orang.  Negara juga menjamin kebutuhan primer, pendidikan, kesehatan dan  kemananan bagi warga negaranya. Hingga rakyat tidak banyak terbebani dengan tuntutan ekonomi. 

Selain itu, negara membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, memberikan tanah kepada yang mampu mengelolanya dan memberikan modal kepada mereka yang ingin membuka usaha.  Dari mana dananya? dari pengelolaan sumber daya alam yang berlimpah ruah. Kehidupan rakyat sejahtera, rakyat pun bisa hidup tenang dan damai. Bebasnya rakyat dari himpitan ekonomi, membuat mereka tidak mudah terbujuk iming-iming penjualan organ.

Ketiga, Negara harus memberikan sanksi tegas  kepada para pelaku yang terlibat  sindikat jual beli organ. Baik level nasional  maupun internasional. Bukan hanya memberikan kurungan penjara sekian tahun dan denda 1 atau 2 milyar. Sedangkan omset yang mereka dapat berpuluh-puluh kali lipat dari itu. 

Sanksi yang diberikan dalam negara khilafah akan memberikan efek jera pada pelaku, dan membuat orang yang menyaksikannya takut berbuat hal serupa.

Oleh: Ayu Syahfitri
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :