Tinta Media - Diantara pertanyaan yang mungkin saja punya motif ingin melemahkan perjuangan Khilafah dengan menimbulkan keraguan terhadapnya, juga bisa karena motif benar-benar ingin tahu dan pengetahuan itu akan digunakan untuk terlibat dalam perjuangan menegakkan Khilafah adalah pertanyaan: kalau Khilafah tegak siapa Khalifahnya? Bagaimana cara menegakkannya?
Baiklah, penulis akan menjawabnya satu persatu. Agar mudah dipahami, dan praktis dalam implementasi amal perjuangan, maka terlebih dahulu penulis ungkapkan pengantar sebagai berikut:
*Pertama,* menjadi Khalifah bukan hanya menjadi pemimpin atau penguasa, tetapi bermakna siap dan bersedia untuk menjadi wakil umat melalui akad bai'at, untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, menerapkan Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan Jihad. Karena itu, tidak sembarangan orang memiliki kualifikasi untuk menjadi calon Khalifah.
Secara akad, seorang Khalifah harus Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil, memiliki kemampuan untuk mengemban tugas-tugas kekhalifahan. Untuk mengemban tugas kekhalifahan, maka seorang Khalifah harus paham hukum Syara' dan memahami bagaimana melayani urusan umat, dan bagaimana mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Syarat keutamaan seorang Khalifah adalah apabila dia seorang Quraisy, Mujtahid, dan memiliki keberanian dalam mengemban amanah. Sebab, Khalifah yang Quraisy, Mujtahid dan pemberani, lebih memiliki keutamaan untuk menjadi Khalifah.
Namun, bukan berarti seorang yang berdarah Jawa, masih muqollid, tidak boleh menjadi Khalifah. Sepanjang dia Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil, memiliki kemampuan untuk mengemban tugas-tugas kekhalifahan, maka dari bangsa, ras, dan suku apapun berhak atas jabatan Khalifah.
*Kedua,* setelah memahami syarat menjadi Khalifah baik syarat akad dan syarat keutamaan, maka kita akan mulai bicara sosok. Siapakah sosoknya ? Siapakah orangnya?
Siapakah seorang muslim, yang laki-laki, telah baligh, berakal, yang merdeka, adil dan memiliki kemampuan untuk mengemban tugas-tugas kekhalifahan?
Untuk menjawabnya, tentu saja mudah. Banyak sosok yang memenuhi kriteria untuk dicalonkan menjadi Khalifah. Habib Rizieq Shihab layak, Ustadz Abdul Shomad layak, Ustadz Adi Hidayat layak.
Namun, semua nama yang saat ini disebut-sebut akan menjadi capres tak memiliki kelayakan, terutama karena tak memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas kekhilafahan. Ganjar Pranowo tak layak, Prabowo tak layak, Anies Baswedan tak layak, Sandiaga Uno tak layak, Airlangga Hartarto tak layak, bahkan Puan Maharani lebih tak layak karena bukan laki-laki.
Apa pertimbangan nama-nama diatas dianggap tak layak untuk menjadi Khilafah? Sederhana saja, karena semua nama itu tak paham syariat. Bagaimana mungkin Khalifah tugasnya menjalankan syariat, sementara calonnya tidak paham syariat?
Apalagi Ganjar Pranowo, bukan hanya tak paham. Bahkan, dalam kondisi maksiat pun Ganjar masih bertanya, dimana salahnya nonton video porno?
Saat nama-nama yang layak menjadi calon Khalifah seperti Habib Rizieq Shihab, Ustadz Abdul Shomad, Ustadz Adi Hidayat, belum selesai urusan. Masih menyisakan satu pertanyaan, apakah nama-nama tersebut berkenan atau mau dicalonkan sebagai Khalifah?
Apakah Habib Rizieq Shihab bersedia dicalonkan menjadi Khalifah? Apakah Ustadz Abdul Shomad bersedia dicalonkan menjadi Khalifah? Apakah Ustadz Adi Hidayat bersedia dicalonkan menjadi Khalifah?
Nah, penulis belum tahu jawabannya. Apakah beliau-beliau itu berkenan dan bersedia dicalonkan menjadi Khalifah. Sebab, menjadi Khalifah tidak boleh dipaksa, harus atas kesadaran dan pilihan.
Habib Rizieq Shihab pernah menolak untuk dijadikan capres. Tapi belum ada informasi, apakah beliau bersedia atau menolak dicalonkan menjadi Khalifah.
Kalau pertanyaan itu diajukan kepada penulis, apakah penulis bersedia dicalonkan sebagai Khalifah? Apakah Ahmad Khozinudin bersedia dicalonkan menjadi Khalifah?
Tentu saja jawaban penulis tegas: bersedia dan siap.
Hanya masih menyisakan dua pertanyaan. Apakah menurut penulis ada tokoh lain yang lebih layak ? Apakah umat bersedia menjadikan penulis sebagai Khalifah?
Mengenai pertanyaan pertama, penulis jelaskan banyak yang lebih layak. Bahkan, secara khusus penulis merekomendasikan syekh Ato' Abu Rusytoh sebagai calon Khalifah.
Mengenai pertanyaan kedua, terserah kepada umat. Apakah umat lebih ridlo penulis menjadi Khalifahnya? Atau lebih ridlo kalau Khalifahnya Habib Rizieq Shihab? Atau bahkan menyetujui rekomendasi penulis untuk menjadikan Syaikh Ato' Abu Rusytoh, Amir Hizbut Tahrir sebagai Khalifahnya.
Akad Khalifah itu dengan ridlo dan pilihan. Maksudnya, seseorang tidak bisa dipaksa untuk menjadi Khalifah. Umat pun tidak boleh dipaksa untuk memberikan ba'iat.
Selanjutnya, kita akan coba menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara menegakkan Khilafah ?
Khilafah akan tegak, manakala kaum muslimin telah sempurna membaiat Khalifah. Untuk membaiat Khalifah, terdapat dua keadaan:
Keadaan pertama, Khilafah telah ada dan tegak, Khalifah meninggal dunia, kaum muslimin wajib membaiat Khalifah penggantinya.
Dalam kasus pertama ini, maka tata cara dan mekanisme pembaiatan Khalifah Abu Bakar RA pasca meninggalnya Rasulullah Saw, pembaiatan Khalifah Umar RA pasca meninggalnya Abu Bakar RA, pembaiatan Khalifah Utsman RA, pembaiatan Khalifah Ali RA, bisa dijadikan rujukan.
Keadaan kedua, adalah saat kaum muslimin tidak memiliki Khalifah, dan negara Khilafah telah diruntuhkan sejak tahun 1924 di Turki. Maka, pada periode ini kita sedang menegakkan Khilafah untuk yang pertama kalinya, seperti saat Rasulullah Saw di Mekkah dan akhirnya mampu mendirikan Daulah Islam untuk yang pertama kali di Madinah setelah dibaiat oleh suku Aus dan kazraj.
Pada keadaan kedua ini, cara menegakkan Khilafah dan membaiat Khalifah sederhananya sebagai berikut:
*Pertama,* harus ada kelompok politik seperti kelompok Rasulullah Saw dan para sahabat yang berjuang untuk menegakkan Daulah Islam (Khilafah).
*Kedua,* kelompok politik tersebut membina umat dan militer, agar kedua simpul kekuasaan ini memahami syariat, yakin dengan syariat, rindu dengan syariat dan akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada kelompok politik yang berjuang menegakkan Khilafah.
*Ketiga,* umat memilih orang yang paling baik dari kelompok politik tersebut untuk dibaiat menjadi Khalifah dan demi hukum maka berdirilah Daulah Khilafah.
Hal ini dilakukan oleh seluruh kaum muslimin. Jika di suatu negeri sempurna membaiat Khalifah dan Khilafah berdiri, maka kaum muslimin di negeri lainnya haram menegakkan Khilafah yang kedua, melainkan semuanya harus memberikan ketaatan kepada Khalifah yang telah dibaiat dan Khilafah yang telah didirikan.
Untuk konteks Indonesia, jika umat dan militer meyakini Khilafah, merindukan Khilafah dan akhirnya menyerahkan kekuasaan pada kelompok politik yang memperjuangkan Khilafah, membaiat orang terbaik untuk menjadi Khalifah maka jadilah wilayah negeri Indonesia sebagai negara Khilafah. Selanjutnya, Khilafah yang berpusat di Indonesia ini selain mengelola negeri ini dengan syariat, juga langsung memimpin umat Islam untuk mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam dengan dakwah dan jihad.
Cuma begitu kok, Sederhana bukan? [].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik