IJM: Ruang Gerak Publik untuk Berpendapat Semakin Tertekan - Tinta Media

Selasa, 15 Agustus 2023

IJM: Ruang Gerak Publik untuk Berpendapat Semakin Tertekan

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai ruang gerak publik untuk berpendapat semakin tertekan.
 
“Ruang gerak publik untuk berpendapat, berekspresi dan berserikat di Indonesia dinilai semakin tertekan,” ungkapnya dalam video: Ruang Kritis dan Gerak Sipil Dipersempit? Melalui kanal Youtube Justice Monitor,  Senin (14/8/2023).
 
Menurutnya, berbagai ancaman masih kerap terjadi akibat regulasi yang multi tafsir sehingga terjadi pelanggaran hak masyarakat sipil.
 
“Baru-baru ini Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS)  membuat catatan bahwa pada  Januari 2022 hingga Juni 2023 ada sedikitnya 183 pelanggaran kebebasan berekspresi. Mulai dari serangan fisik, digital, penggunaan perangkat hukum, hingga intimidasi,” paparnya.
 
 Pelanggaran itu, ucapnya, telah menyebabkan 967 orang ditangkap, 272 korban luka-luka, dan 3 meninggal.  KONTRAS lanjutnya, juga menyoroti peran polisi sebagai pelaku utama dalam sejumlah peristiwa yang terkait dengan pelanggaran hak berekspresi.
 
 “Lembaga ini juga menyoroti pelaporan polisi terhadap akademisi Rocky Gerung oleh unsur relawan setelah ia mengkritik presiden terkait dengan rencana ibukota negara (IKN),” imbuhnya.
 
Kezaliman
 
Agung menilai jika situasi seperti ini terus berlanjut akan banyak kezaliman. “Pemerintah wajib memastikan ruang berpendapat, berekspresi,dan berserikat, bagi masyarakat terjaga. Sebab sikap represif  terhadap ruang berpendapat menandai fenomena menguatnya ciri-ciri pemerintahan yang otoritarian,” tegasnya.
 
Ia mengatakan, harus ada perbaikan dalam tataran regulasi kebijakan, maupun langkah teknis di lapangan dalam rangka penghormatan hak berpendapat.
 
“Selain itu sebagian publik juga mendesak agar oknum Kepolisian Republik Indonesia untuk menghentikan tindakan yang diduga represif terhadap demonstrasi yang terkait dengan ekspresi publik yang berpotensi membatasi kritik masyarakat,” tambahnya.
 
Sebagian publik, ujarnya,  juga meminta Presiden Republik Indonesia untuk memastikan bahwa semua aparat di bawah kendalinya menghentikan segala bentuk pembungkaman kritik  melalui kekerasan dan  kriminalisasi. Negara seharusnya  tetap menjamin hak sipil warga negara untuk berserikat, berekspresi, dan berpendapat.
 
“Pemerintah harus menghadirkan ruang aman bagi publik untuk berpartisipasi secara bermakna dan bermanfaat dalam membangun negeri. Apabila masyarakat sipil dilemahkan melalui pembatasan legal atau dari penegakan hukum ini akan memperkuat fenomena praktek anti  kritik.Hal ini pada akhirnya menciptakan iklim ketakutan dan mematikan keinginan berpartisipasi dalam rangka melakukan pengawasan dan kontrol publik,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :