Tinta Media - Meskipun ibu kota dipindahkan ke Kalimantan Timur, namun menurut Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana, Jakarta akan tetap bergumul dengan polusi.
“Banyak pengamat yang memperkirakan Jakarta akan tetap bergumul dengan persoalan kemacetan, polusi udara, dan juga krisis air, meski ibukota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur,” ujarnya dalam video: Polusi udara di DKI Parah Framing atau Fakta? Melalui kanal Youtube Justice Monitor, Rabu (16/8/2023).
Pemprov DKI Jakarta, imbuhnya, juga sedang menyiapkan langkah-langkah untuk menerapkan kebijakan bekerja dari rumah ( work from home/WFH) yang akan diwajibkan kepada aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta pada September nanti menyusul tingginya polusi udara di ibukota.
Namun, Agung pesimis upaya itu bisa mengatasi buruknya polusi udara Jakarta. Pasalnya, menurutnya, kegiatan pemerintahan beserta ASN diperkirakan hanya membebani polusi Jakarta sekitar 10%.
Dikritik
Agung mengatakan, kinerja presiden juga dikritik karena buru-buru ke Cina untuk membujuk investor agar segera menginvestasikan uangnya ke ibukota Nusantara.
“Presiden menjamin akan banyak fasilitas dan juga insentif bagi investor dari negara Cina tersebut.Tapi dugaan saya investor Cina belum yakin dengan semua jaminan pemerintah. Kalau investor Cina percaya, mereka tentu sudah lama masuk ke IKN bersama dengan mega proyek kereta cepat,” ujarnya.
Agung menilai, kebijakan pembangunan IKN yang dipaksakan ini akan lebih banyak menguntungkan pihak investor swasta.
“Para investor diberi keleluasaan secara pasti dengan adanya Rancangan Peraturan Pemerintah. Sementara di sini jelas pihak yang sangat dirugikan adalah rakyat kecil,” kritiknya.
Biaya pembangunan IKN yang sangat besar juga dikhawatirkan Agung akan membebani APBN dan mengganggu pos belanja kegiatan lain.
“Memindahkan ibukota negara hanyalah salah satu cara untuk mengembangkan kawasan, bukanlah hal yang terlarang. Hanya saja perlu ada banyak pertimbangan, karena dibutuhkan dana yang tidak sedikit . Jangan sampai ini mengorbankan masyarakat secara luas,” sarannya.
Dalam penilaian Agung, seharusnya pemerintah memperbaiki dulu produksi dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang sangat melimpah di negeri ini untuk memakmurkan rakyatnya. Yaitu dengan meningkatkan nilai jual dan daya saing dalam hasil komoditi dan juga didukung dengan pemerintahan yang terus memperbaiki berbagai sarana yang mendukung infrastruktur lajunya industri.
“Walhasil, pembangunan infrastruktur oleh negara semata-mata haruslah untuk kepentingan rakyat dengan terus melihat skala prioritas mana yang harus didahulukan,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
“Banyak pengamat yang memperkirakan Jakarta akan tetap bergumul dengan persoalan kemacetan, polusi udara, dan juga krisis air, meski ibukota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur,” ujarnya dalam video: Polusi udara di DKI Parah Framing atau Fakta? Melalui kanal Youtube Justice Monitor, Rabu (16/8/2023).
Pemprov DKI Jakarta, imbuhnya, juga sedang menyiapkan langkah-langkah untuk menerapkan kebijakan bekerja dari rumah ( work from home/WFH) yang akan diwajibkan kepada aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta pada September nanti menyusul tingginya polusi udara di ibukota.
Namun, Agung pesimis upaya itu bisa mengatasi buruknya polusi udara Jakarta. Pasalnya, menurutnya, kegiatan pemerintahan beserta ASN diperkirakan hanya membebani polusi Jakarta sekitar 10%.
Dikritik
Agung mengatakan, kinerja presiden juga dikritik karena buru-buru ke Cina untuk membujuk investor agar segera menginvestasikan uangnya ke ibukota Nusantara.
“Presiden menjamin akan banyak fasilitas dan juga insentif bagi investor dari negara Cina tersebut.Tapi dugaan saya investor Cina belum yakin dengan semua jaminan pemerintah. Kalau investor Cina percaya, mereka tentu sudah lama masuk ke IKN bersama dengan mega proyek kereta cepat,” ujarnya.
Agung menilai, kebijakan pembangunan IKN yang dipaksakan ini akan lebih banyak menguntungkan pihak investor swasta.
“Para investor diberi keleluasaan secara pasti dengan adanya Rancangan Peraturan Pemerintah. Sementara di sini jelas pihak yang sangat dirugikan adalah rakyat kecil,” kritiknya.
Biaya pembangunan IKN yang sangat besar juga dikhawatirkan Agung akan membebani APBN dan mengganggu pos belanja kegiatan lain.
“Memindahkan ibukota negara hanyalah salah satu cara untuk mengembangkan kawasan, bukanlah hal yang terlarang. Hanya saja perlu ada banyak pertimbangan, karena dibutuhkan dana yang tidak sedikit . Jangan sampai ini mengorbankan masyarakat secara luas,” sarannya.
Dalam penilaian Agung, seharusnya pemerintah memperbaiki dulu produksi dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang sangat melimpah di negeri ini untuk memakmurkan rakyatnya. Yaitu dengan meningkatkan nilai jual dan daya saing dalam hasil komoditi dan juga didukung dengan pemerintahan yang terus memperbaiki berbagai sarana yang mendukung infrastruktur lajunya industri.
“Walhasil, pembangunan infrastruktur oleh negara semata-mata haruslah untuk kepentingan rakyat dengan terus melihat skala prioritas mana yang harus didahulukan,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.