Gas Melon Langka, Rakyatkah yang Salah? - Tinta Media

Sabtu, 05 Agustus 2023

Gas Melon Langka, Rakyatkah yang Salah?

Tinta Media - Keberadaan LPG 3Kg yang sering disebut gas melon masih saja menimbulkan polemik di masyarakat. Apalagi, ketika gas berwarna hijau tersebut sedang sulit didapatkan di toko-toko terdekat. Tak ayal, masyarakat pun saling menyalahkan. Ada yang menduga gas melon sengaja ditimbun oleh agen-agen besar untuk menaikkan harga. Ada pula yang menyebutkan bahwa kelangkaan tersebut akibat pembelian yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak berhak membelinya. 

Menghadapi situasi tersebut, masyarakat mengadukannya kepada Presiden Joko Widodo ketika sedang melakukan kunjungan ke Kota Malang. Aduan pun ditanggapi oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, gas yang harganya disubsidi pemerintah itu memang diperebutkan, sehingga ia mengingatkan gas melon hanya diperuntukkan bagi warga miskin. (CNBC Indonesia, 24/7)

Pernyataan tersebut jelas menyiratkan bahwa rakyat di negeri ini belumlah sejahtera. Sebab, jika rakyat telah sejahtera, mereka tidak akan berebut barang subsidi yang relatif lebih murah. Selain itu, secara tidak langsung pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kelangkaan gas melon tersebut merupakan kesalahan dari rakyat, khususnya bagi rakyat yang tidak dikategorikan miskin. Sebab, mereka dianggap tidak berhak membeli gas bersubsidi. Lebih tepatnya, kelangkaan gas melon disebut akibat adanya peningkatan konsumsi masyarakat dan juga subsidi tidak tepat sasaran.

Kapitalisme adalah Biang Keroknya

Di tengah kondisi kelangkaan gas melon, muncul pernyataan dari Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Gintings terkait keberadaan LPG 3kg warna merah muda atau bright gas. Irto menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kualitas antara gas pink dengan melon meskipun harga gas pink lebih mahal karena non-subsidi, sehingga mengikuti harga minyak dunia. Namun, Irto menegaskan bahwa gas pink tersebut lebih aman dibandingkan dengan gas melon. (Kompas.tv, 26/7/2023).

Penegasan bahwa gas pink lebih aman di tengah kelangkaan gas melon jelas menimbulkan tanda tanya. Apakah itu artinya bahwa masyarakat diarahkan untuk lebih memilih gas pink daripada gas melon? Apapun tujuannya, keberadaan gas pink non subsidi yang diklaim lebih aman jelas memberikan 'pasar' bagi pengusaha. Sebab, sejak diluncurkannya gas pink pada 2018 memang penjualannya masih sangat minim karena kalah dari gas melon. Tak heran, kondisi kelangkaan gas melon diduga sebagai upaya pihak tertentu untuk mendongkrak penjualan gas pink tersebut. Inilah fakta paradigma kehidupan di bawah naungan Kapitalisme. Siapa yang punya modal, dialah yang menang. Setiap langkah yang diambil hanya bertujuan mencari keuntungan materi semata. 

Perlu kembali diingat, bahwa gas merupakan sumber energi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Artinya, gas tersebut memang sudah selayaknya dinikmati oleh setiap individu yang menjadi rakyat negeri ini. Sebab, aset publik harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Sejatinya, polemik kelangkaan gas bersubsidi ini ditambah kemunculan gas seukuran yang non-subsidi menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat. 

Begitulah, dalam paradigma sistem Kapitalis menghasilkan Liberalisme termasuk liberalisasi dalam sektor gas. Tak ayal, gas yang seharusnya dikelola secara penuh oleh negara diperbolehkan kepada swasta baik individu maupun perusahaan asal memiliki modal dapat ikut dalam pengelolaannya. Tak heran, jika keuntungan yang diperoleh negara pun berkurang, sehingga tak mampu menjamin kesejahteraan seluruh rakyat.

Islam Mewajibkan Negara Memenuhi Kebutuhan Pokok Rakyat

Pengurusan urusan umat di dalam Islam berlandaskan keimanan. Setiap langkah yang ditempuh oleh pemimpin bersandar pada aturan syariat Islam yang berasal dari Alkhalik AlMudabbir, yakni Allah SWT. Maka, ketika syariat Islam mewajibkan negara dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, pemimpin akan berupaya semaksimal mungkin untuk mampu memenuhinya, termasuk kebutuhan terhadap gas.

Sistem ekonomi Islam meniscayakan ketersediaan gas untuk semua rakyat dengan harga murah atau gratis. Oleh karena itu, Islam mengharuskan pengelolaan SDA sepenuhnya oleh negara dan melarang penyerahan terhadap swasta baik individu maupun perusahaan. Hasilnya pun wajib dipergunakan untuk kesejahteraan seluruh rakyat tanpa terkecuali baik muslim maupun non-muslim dan baik kaya maupun miskin. 

Hal tersebut sesuai hadist Rasulullah yang artinya: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Begitulah ketika Islam diterapkan secara sempurna dalam berbagai sektor kehidupan. Bukan kesengsaraan dan kesemrawutan, tetapi kesejahteraan dan ketenangan masyarakat akan terwujud. Maka, polemik keberadaan gas bersubsidi dan non-subsidi seharusnya membuka pemikiran bahwa Sistem Kapitalis tidak layak lagi dipertahankan. Sebab, hanya kesengsaraan dan kekacauan yang dirasakan rakyat. Pemimpin harus menoleh kepada sistem Islam yang sudah pernah diterapkan dan terbukti mampu menyejahterakan rakyat secara keseluruhan. Wallahu a'lam.

Oleh: Wida Nusaibah (Pemerhati Kebijakan Publik)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :