Tinta Media - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengadakan acara Pembukaan Musyawarah Daerah (Musda) ke-9 MUI Kabupaten Bandung, di Hotel Sutan Raja Soreang, Sabtu (22/7/2023). Acara tersebut dihadiri oleh Bupati Bandung.
Dalam sambutannya, Bupati mengungkapkan bahwa MUI lahir dengan latar belakang kesadaran bersama para pemimpin umat Islam akan kebutuhan untuk membina dan membimbing masyarakat muslim. Salah satu tugas MUI adalah memberikan fatwa atau pendapat hukum Islam, terkait permasalahan agama dan kehidupan masyarakat.
Perlu diapresiasi bahwa Bupati Bandung sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Ketua MUI Provinsi Jawa Barat, bahwa apa pun yang berkaitan dengan kegiatan maupun komunitas LGeBT, Kabupaten Bandung menolaknya. Ini karena LGeBT tidak sesuai dengan kaidah Islam.
Bupati Bandung berencana untuk merumuskan dan membahas bersama-sama MUI dan Kabag Hukum Pemkab Bandung untuk dibuat Perda larangan adanya LGeBT. Ini sebagai bentuk fatwa MUI. Terkait LGeBT yang merupakan kelainan orientasi seksual, para pendukung dan pelaku sangat massif menjadi sebuah gerakan, agar dapat diterima di masyarakat.
Kaum LGeBT menyatakan bahwa mereka ingin hidup di dunia yang bebas dari segala jenis diskriminasi. Pernyataan itu dikutip dari Kedubes Inggris dalam instagramnya. Tentu saja dengan pernyataan tersebut, betapa ancaman LGeBT tidak bisa disepelekan dan didiamkan, karena akan membawa pada kerusakan yang luar biasa. Ini mengingat bahwa LGeBT sebagai penyakit atau gangguan jiwa yang bisa menular. Akan tetapi, penyakit ini pun sejatinya bisa disembuhkan karena penularannya bukan melalui virus dan bakteri, tetapi melalui perubahan prilaku dan kebiasaan.
Fatwa MUI tentang penolakan dan pelarangan yang berkaitan dengan kegiatan maupun komunitas LGeBT sangat diapresiasi, karena memang ulama harus menjadi garda terdepan dalam beramar ma'ruf nahi munkar. Juga kewajiban setiap muslim untuk beramar ma'ruf nahi munkar.
Di dalam Islam, perilaku LGeBT ini dihukumi haram. Akan tetapi, untuk memberantas perilaku LGeBT ini, tidak cukup dengan fatwa MUI saja. Kita harus tahu akar permasalahan dari semua perilaku kemaksiatan ini, karena bukan hanya perilaku LGeBT saja yang harus diberantas. Akan tetapi, semua kemaksiatan yang semakin menjamur di negri ini.
Keluarga, masyarakat dan negara berperan penting dalam menjadikan kehidupan ini aman, dan bermartabat. Sistem demokrasi kapitalisme yang mengusung kebebasan dengan ideologi sekularismenya, tentu saja semakin menjauhkan umat dari agama. Mereka hanya memikirkan kebahagiaan duniawi saja, yang sifatnya hanya sementara. Sedangkan kehidupan akhirat yang kekal mereka abaikan.
Terkait peran ulama dalam kehidupan tentunya hal ini sangat penting, karena salah satu tugas ulama adalah membina dan membimbing umat menuju jalan yang diridai Allah Swt. Kedudukan ulama bagi umat adalah ibarat lentera yang menerangi dalam kegelapan dan obat bagi kejahilan.
Saat ini ulama berada di tengah kondisi umat yang sangat mengenaskan akibat dominasi sistem demokrasi kapitalis yang terus membuat kerusakan. Kemaksiatan apa yang tidak ada di negri ini? Semuanya ada. Sungguh miris, hukum- hukum Allah mereka campakkan sehingga kehidupan diliputi dengan kerusakan dan kegelapan.
Untuk memberantas berbagai kemaksiatan, termasuk LGeBT, tentunya harus ada kerjasama antara masyarakat, ulama, dan pemerintah. Sejatinya ulama dan pemerintah bersinergi, seiring sejalan membimbing dan membina masyarakat kepada ketakwaan. Ulama berperan menjadi penasihat penguasa, agar dalam menjalankan pemerintahan tidak menyelisihi aturan Islam.
Negara seharusnya menjadi perisai atau junnah dari berbagai macam keburukan, sehingga masyarakat terjaga akidahnya. Tentu saja mereka akan meminimalisir kemaksiatan dan tindak kriminalitas. Inilah pentingnya peran ulama dalam pemerintahan.
Selain membina dan membimbing umat menuju jalan takwa, ulama juga berfungsi sebagai penasihat dan pengontrol penguasa agar bisa menjalankan aturan-aturan Islam, memberi sanksi tegas kepada pelaku kemaksiatan dan kriminalitas dengan hukum-hukum Islam, menegakan Islam secara kaffah, agar umat kembali dinaungi cahaya Islam. Dengan demikian, akan terwujud Islam rahmatan lil'alamiin. Wallahu'alam.
Oleh: Enung Sopiah, Sahabat Tinta Media