Tinta Media - Pemkab Bandung akhirnya sepakat menandatangani surat perjanjian perdamaian dengan para pedagang pasar Banjaran, terkait revitalisasi pasar Banjaran, Rabu (19/7/2023).
Sebelumnya terjadi penentangan oleh sejumlah pedagang dan mereka membawa perkara tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Hasil keputusannya adalah PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) menolak gugatan yang diajukan para pedagang terhadap PemKab Bandung. Pihak Pemkab Bandung segera melakukan pembongkaran pasar Banjaran tersebut. Akan tetapi, para pedagang menghalangi dan menolak petugas, hingga akhirnya pembongkaran tidak dilanjutkan.
Pada pertemuannya dengan para pedagang dalam rangka mencari solusi, Bupati Dadang Supriatna memberikan dua penawaran yang disampaikan yaitu,
Pertama, akan memberikan kompensasi pada para pedagang yang kiosnya pernah terbakar pada beberapa tahun lalu. Kedua, dengan memberikan diskon 10% pada para pedagang eksisting. Alan tetapi, jika dengan adanya kompensasi tetap masih ada polemik, maka disepakati bahwa kompensasi akan dihilangkan dan hanya ada diskon sebesar 16%.
Kesepakatan disaksikan oleh Koesworo ( Kapolresta Bandung Komisaris Besar), H Dicky Anugerah, ( Dinas Perdagangan dan Perindustrian) dan perwakilan pedagang.
Pasar adalah sarana prasarana untuk kepentingan publik sebagai tempat berjual beli. Bagi pedagang, pasar merupakan sarana mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Begitu pun dengan masyarakat atau warga yang ingin membeli barang keperluan sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan lain-lain.
Kisruh tentang polemik revitalisasi pasar Banjaran adalah bukti rusaknya sistem yang diterapkan oleh negeri ini. Perselisihan terjadi antara pihak Pemkab dengan para pedagang yang merasa tidak mendapatkan haknya dan masih banyak persoalan lainya yang dirasakan oleh masyarakat khususnya pedagang pasar Banjaran.
Apakah revitalisasi pasar Banjaran akan benar-benar memberi solusi dengan kesepakatan damai yang dilakukan?
Sejatinya, swastanisasi adalah bentuk hilangnya peran negara dalam pengurusan urusan rakyat. Kalaupun ada peran, itu hanya sebagai perantara atau regulator saja. Toh akhirnya, para pedagang pasar tetap harus membeli kios yang baru, walaupun ada diskon 16%.
Dalam sistem demokrasi kapitalis, semua dihitung untung rugi dan manfaat. Kondisi ekonomi yang memang sedang susah, ditambah lagi dengan kejadian kebakaran pasar, tentunya sangat memukul perasaan para pedagang. Itulah gambaran realita yang terjadi ketika berada dalam sistem demokrasi sekuler. Hubungan negara dengan rakyat bak penjual dan pembeli.
Sedangkan dalam Islam, sarana prasarana yang menunjang kepentingan publik ditanggung oleh negara, termasuk pasar. Ini karena pasar adalah sarana untuk publik sebagai tempat atau transaksi jual beli. Semua itu adalah tanggung jawab negara dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat. Islam memosisikan rakyat sebagai gembala-an yang harus dilindungi/ diurus, sedangkan pemimpin/khalifah adalah sebagai penggembalanya.
Dari mana uangnya? Tentu dari hasil kepemilikan umum yang diperoleh dari sumber daya alam yang dikelola oleh negara dan hasilnya dipakai untuk kepentingan publik.
Islam mempunyai baitul mal sebagai jantung perekonomian, sedangkan kapitalis menjadikan pajak, bank, dan pasar modal sebagai jantung perekonomiannya.
Negara Islam adalah negara adidaya dan mandiri yang akan senantiasa mampu memberikan kesejahteraan pada rakyat, ditunjang dengan ketakwaan yang dimiliki oleh pemimpin negara (khalifah).
Pemimpin yang saleh, dengan sistem yang Islam akan selalu sinkron. Karena itu, sistem yang sangat ideal ini pasti akan membawa kemaslahatan. Dengan begitu, setiap individu memiliki kesadaran akan hubungannya dengan Allah Swt. sehingga tidak mudah untuk melakukan sebuah perbuatan yang melanggar syariat.
Begitulah gambaran dalam kehidupan yang ada dalam sebuah negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah.
Sebaliknya, sungguh ilusi jika kita masih berada dalam sistem demokrasi kapitalisme sekuler. Tidakkah kita merindu tegaknya syariat Islam? Maka, mari kita turut andil dalam perjuangan mengembalikan kehidupan Islam di muka bumi. Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media