Tinta Media - Masalah pelanggaran HAM senantiasa terjadi. Mesk menjunjung tinggi kebebasan, tetapi nyatanya kebebasan yang dijanjikan malah bersifat diskriminatif kepada sebagian pihak. Bahkan, efeknya bisa sampai menghilangkan nyawa.
Apakah hal ini yang diharapkan dalam pengagungan terhadap HAM? Atau malah hal ini yang berupaya dilindungi HAM di bawah paham kapitalisme sekuler saat ini?
Adanya kasus penembakan remaja di Perancis menggambarkan hal yang paradoks. Juga terkait slogan menjunjung tinggi kebebasan dengan jaminan HAM yang nyatanya tidak berpengaruh untuk orang-orang yang berkulit hitam dan muslim. Hal ini menggambarkan kepada kita bahwa adanya kesenjangan makna yang diadopsi, menjadikan beberapa pengguna HAM tidak bisa mendapatkan perlakuan yang setara dalam merasakan jaminan HAM yang dimaksud dalam sistem kehidupan saat ini.
Fenomena ini tak lepas dari bagaimana kepemimpinan berpikir dalam hidup manusia tersebut, apakah menjadikan hidup dengan bermartabat atau hidup mengikuti tabiat lingkungan?
Faktanya, yang menjadikan kehidupan runyam dengan berbagai problem diskriminasi dengan jalan kekerasan adalah HAM itu sendiri. Itu merupakan bentuk realitas kebebasan yang diusung oleh ide demokrasi, tanpa memiliki standar kebebasan yang jelas sehingga mampu membuat hal-hal yang membawa kekerasan sampai terjadinya pembunuhan.
Sebagaimana dikabarkan melalui laman media detiknews, dikatakan bahwa "Terjadinya insiden penembakan pada remaja oleh polisi di Prancis, pada Selasa (27/6/2023) malam, menimbulkan kerusuhan yang merupakan buntut dari persoalan penembakan oleh oknum berwajib.
Aksi unjuk rasa di Nanterre diwarnai dengan menyalakan api, membakar mobil, dan menghancurkan halte bus saat ketegangan meningkat antara polisi dan penduduk setempat.
Peristiwa ini sejatinya memunculkan pertanyaan tentang keburukan HAM yang digadang-gadang oleh negara Barat kepada wilayah-wilayah yang berada di bawah pengaruh negaranya. Salah satunya adalah Indonesia, yaitu wilayah yang mengopinikan HAM sebagai salah satu penjamin tindak kebebasan bagi setiap masyarakatnya.
Efeknya bukanlah hal yang ringan karena ada yang sampai berujung nyawa. Apakah hal ini mampu menjadi sesuatu yang dapat dibenarkan dengan maksud ada yang menyinggung atau dengan alasan menjaga diri. Tentu saja hal yang harus dipertanyakan di tengah munculnya kekhawatiran ini adalah bagaimana jaminan keamanan dalam negeri tersebut yang harusnya bisa menjadi penenang masyarakat ketika beraktivitas, bukan malah sebaliknya.
Inilah lemahnya penjagaan dalam sistem kapitalisme sekuler yang hanya berpacu pada materi, sehingga kelayakan keamanan itu sendiri masih harus dipertanyakan. Kapitalisme sekuler bukan hanya berperan sebagai salah satu bagian dari sekian kosa kata. Namun, sistem kapitalisme sekuler tersebutlah yang menjadi pembimbing dan pengarah yang memicu terjadinya berbagai problem dalam kehidupan ini.
Bagaimana tidak, karena asas yang dijunjung oleh sistem ini menjadikan hidup penuh dengan aturan yang datang dari egoisme manusia belaka tanpa memikirkan dampaknya bagi pihak yang menjadi target penyebaran pahamnya.
Akibat sekularisme dijadikan asas dalam hidup, maka manusia yang harusnya bisa memahami bahwa mereka adalah makhluk yang diciptakan akhirnya membuat sendiri sistem atau aturan untuk menjalankan kehidupannya
Padahal, manusia memiliki keterbatasan, lemah, dan bergantung. Sebagai makhluk yang diciptakan, harusnya manusia menggantungkan diri kepada yang menciptakannya dalam mengarahkan kehidupan. Sehingga, manusia bukan lagi menjunjung ego dan kesombongan, melainkan ketaatan kepada sesuatu yang menciptakannya.
Hal tersebut baru menyentuh ranah individu. Bagaimana ketika kesadaran ini mampu diletakkan kepada masayarakat dan negara? Tentulah rahmat dan kedamaian hidup bisa kita rasakan.
Orang tidak lagi memandang orang lain karena harta dan kuasanya. Hal ini karena orientasi hidupnya adalah meraih pahala yang diserukan Pencipta padanya.
Islam mewajibkan negara untuk menghormati agama lain dan mewujudkan toleransi sesuai tuntunan Islam. Sehingga, tidak akan kita dapati manusia yang bertindak semena-mena terhadap manusia lain yang berbeda suku, bangsa, bahasa, warna kulit, juga agamanya.
Maka dari itu, akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai dengan segala keberagaman yang ada.
Hal ini hanya bisa diwujudkan dengan Islam saja karena Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah, tetapi juga seluruh aspek kehidupan, tanpa mengedepankan egoisme individu
Seluruhnya dikembalikan pada bagaimana Pencipta memberikan aturan kepada manusia agar mereka mampu mewujudkan Islam rahmatan lil'alami yang tidak hanya berlaku kepada muslim saja, tetapi juga mampu dirasakan oleh orang-orang yang berbeda agama. Wallahua'lam.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti, S.Pd. (Aktivis)