Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai ancaman kemarau ekstrim bukan semata-mata disebabkan faktor alam.
"Sejatinya faktor utama terjadinya kemarau bukan semata-mata karena faktor alam ," ujarnya dalam program Serba- Serbi MMC: Hadapi Ancaman Kemarau Ekstrim, Cukupkah dengan Imbauan Menghemat Air? Ahad, (23/7/2023).
Menurut narator, banyak studi yang melaporkan bahwa kekeringan diakibatkan faktor manusia seperti deforestasi misalnya deforestasi hutan tropis Gunung Slamet dalam kurun waktu 10 tahun yakni tahun 2001 hingga 2011 mengakibatkan hilangnya 1321 sumber mata air sehingga terjadi kekeringan.
"Selain itu ada faktor eksploitasi sumber mata air oleh pebisnis air minum dalam kemasan atau AMDK, eksploitasi ini disinyalir kuat bertanggung jawab terhadap darurat kekeringan dan krisis air bersih hari ini", ungkapnya.
Ia menegaskan, seperti inilah pengelolaan sumber air dalam sistem yang hanya mengedepankan keuntungan materi yakni sistem kapitalisme.
Islam
Naratir menilai pengelolaan sumber air dalam sistem kapitalisme sangat berbeda dengan cara pengelolaan sumber air dalam Islam. Allah ta'ala telah menyediakan bumi dan seisinya beserta kadarnya untuk menunjang kehidupan manusia termasuk air. Firman Allah ta'ala, "Dan yang menurunkan air dari langit menurut ukuran yang diperlukan lalu dengan air itu kami hidupkan negeri yang mati atau tandus seperti itulah kamu akan dikeluarkan dari kubur. " QS. az-Zukhruf ayat 11
"Ia menjelaskan, menurut para hidrolog jumlah air di bumi diperkirakan berjumlah 326 juta kubik atau 1332 miliar kilometer kubik air yang ada di permukaan bumi akan tersimpan menjadi air danau air sungai, rawa, lautan gletser dan waduk, jumlah tersebut akan relatif tetap karena Allah Ta'ala telah menetapkan air akan mengalami siklus hidrologi," jelasnya.
Karenanya, ujar narator, Islam memiliki sejumlah aturan agar ketersediaan air ini bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat, Aturan ini akan secara praktis diterapkan oleh negara bernama Khilafah.
"Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam yang tegas, membagi harta menjadi tiga kelompok yakni harta milik individu, harta milik masyarakat, dan harta milik negara, keberadaan sumber air bisa menjadi milik individu atau menjadi milik negara atau menjadi milik publik," tuturnya .
Karena itu, ia menambahkan, dalam Khilafah tidak akan ada kondisi atau pemanfaatan secara istimewa khusus terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau dan laut kepada para korporasi sebagaimana yang terjadi pada industri air minum saat ini.
"Adapun untuk memenuhi kebutuhan air bersih setiap individu rakyat, khilafah akan membangun sarana perpipahan air bersih di seluruh wilayah kekhilafahan, terbukti sepanjang Khilafah berdiri lebih dari 1300 tahun lamanya, di seluruh wilayah Khilafah pasti tersedia air yang mengalir di sungai, kanal atau qonats, yakni saluran di bawah tanah ke kota air disimpan dalam tangki untuk disalurkan melalui pipa-pipa di bawah tanah ke berbagai tempat seperti tempat tinggal, bangunan umum, dan kebun, air yang berlebih mengalir keluar dari kota ke sistem irigasi," paparnya.
Narator menuturkan, Khilafah akan mendorong para ahli baik dari BMKG Khilafah, maupun pakar di bidang ekologi, pakar hidrologi, pakar teknik kimia, teknik industri kesehatan lingkungan dan lainnya untuk menyusun strategi terbaik dalam menghadapi bencana tersebut, demikian bila terkena dampaknya masyarakat tetap mendapatkan haknya atas mengkonsumsi air bersih.
"Demikianlah cara Khilafah dalam mengatur ketersediaan air untuk seluruh kehidupan di muka bumi," pungkasnya.[] Sri Wahyuni.