Tinta Media - Maraknya praktik kejahatan perdagangan manusia atau kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) telah lama menjadi isu global yang terjadi hampir di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Jika biasanya korban TPPO adalah orang-orang yang berpendidikan minim, perempuan, dan anak-anak yang rentan dijadikan komoditas perdagangan manusia, kali ini muncul kasus TPPO di dunia pendidikan yang diungkap oleh Satuan Tugas (Satgas) TPPO.
Mereka menggunakan modus program magang ke luar negeri Jepang, dengan para mahasiswa sebagai korban yang mengikuti seleksi di program studi dan tingkat kampus atau akademik.
Tentunya, ini menjadi menarik untuk dibahas karena perdagangan orang atau TPPO adalah kejahatan serius yang melibatkan eksploitasi manusia demi meraih keuntungan finansial, dan dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan dengan korban yang juga terdidik.
Semua tidak terlepas dari ideologi yang berkuasa saat ini, yaitu kapitalisme sekuler yang berorientasi hanya pada materi. Meski ada banyak alasan membuat orang terjebak dalam TPPO, tidak bisa diabaikan bahwa ketidakstabilan ekonomi dan politik di suatu negara menjadi akar masalahnya.
Sebagai contoh, Indonesia menerapkan sistem kapitalisme sekuler yang didasarkan pada prinsip persaingan pasar dan kebebasan individu, bahkan faktor produksi dapat dimiliki secara privat untuk memenuhi keuntungan individu.
Karena itu, sebagian besar keuntungan hanya terakumulasi pada kelompok kecil, tetapi menimbulkan kemiskinan struktural pada kelompok besar.
Kekuatan ekonomi yang besar telah menyebabkan ketidakseimbangan kekuasaan antara sektor swasta dan negara. Akibatnya, korporasi memiliki pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan politik, sementara peran negara diminimalisir, sebatas penyedia dan pengatur infrastruktur demi kelancaran sistem ekonomi tersebut.
Di sisi lain, hal ini menjadikan negara tidak berpihak, bahkan terkesan mengabaikan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Seseorang yang hidup dalam kondisi miskin tentu mengalami kesulitan hidup di bawah struktur yang menekan seperti ini. Ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar memaksa mereka mencari penghidupan dengan cara apa pun.
Hal ini menjadikan mereka sasaran empuk bagi para penyelundup manusia, karena pelaku kejahatan hanya melihat potensi keuntungan finansial yang besar dalam memanfaatkan orang-orang yang terjebak dalam situasi rentan.
Terlebih lagi, kurangnya penegakan hukum yang efektif membuat para pelaku merasa lebih leluasa beroperasi tanpa hambatan.
Pendidikan dalam sistem kapitalis juga memiliki kurikulum sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, menekankan pada persiapan tenaga kerja, dan lebih menitikberatkan pada keterampilan,
Tujuannya adalah menciptakan sumber daya manusia yang siap berkontribusi dalam ekonomi dan memenuhi permintaan industri. Oleh karena itu, pendidikan saat ini hanya menghasilkan sosok-sosok manusia yang materialistis, miskin moral, berperilaku bebas, dan tidak mau terikat dengan aturan Islam.
Hal ini tentu berbeda dengan paradigma Islam yang berorientasi pada keridaan Allah Swt. Untuk mendapatkan rida dari Allah, menjadi wajib bagi seorang hamba untuk mengimani bahwa tidak ada yang disembah selain-Nya.
Lebih dari itu, Islam bukanlah sekadar agama ritual, tetapi juga ideologi yang mengandung 2 unsur, yaitu fikrah (pemikiran) dan thariqah (cara untuk menerapkan pemikiran tersebut).
Oleh karena itu, Islam tidak hanya mengatur masalah seputar ibadah mahdah, tetapi juga ekonomi, pendidikan, hukum, politik, sosial, kesehatan, dan lain sebagainya.
Di bidang ekonomi, Islam mengatur dengan jelas pemisahan mengenai kepemilikan harta. Islam juga mensyariatkan hukum-hukum tertentu dalam rangka memperoleh kekayaan, pengelolaan harta, distribusi kekayaan, dan lain sebagainya.
Semua ini dijelaskan secara detail sehingga menjamin pendistribusian kekayaan masyarakat secara adil dan memastikan bahwa semua aktivitas ekonomi bersifat riil dan memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi.
Selain itu, negara Islam juga bertanggung jawab dalam menjamin tiga jenis kebutuhan dasar rakyatnya, yaitu keamanan, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini diberikan kepada seluruh individu rakyat, baik yang kaya maupun miskin, baik muslim maupun non-muslim.
Dalam Islam, pendidikan didasarkan pada akidah Islam, sehingga pembinaan dan pengembangan potensi manusia bukan hanya menjadi mesin pekerja, tetapi sebagai hamba Allah yang karakternya sesuai dengan ajaran Islam. Baik dalam pengetahuan, kesadaran, maupun amal perbuatan, semuanya dilakukan dengan mengaitkan nilai-nilai tersebut.
Dari semua ini, dapat dipahami mengapa ideologi politik sangat penting dalam membentuk sikap, opini, dan perilaku individu.
Jika ideologi Islam diterapkan dalam satu negara dan bersandar pada prinsip-prinsip dari Al-Qur'an dan Sunnah, maka negara tersebut tidak hanya mampu menegakkan keadilan dan menyejahterakan rakyat, tetapi juga dapat membentuk pribadi-pribadi islami yang takut pada Tuhan, mencintai Rasul-Nya, dan mengikuti teladannya.
Dengan demikian, dapat menghentikan serta menghilangkan penjajahan dan perbudakan seperti dalam kasus TPPO ini.
Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis muslimah Semarang