Tinta Media - Bagaikan pungguk merindukan bulan, begitulah pribahasa yang pas untuk menggambarkan keinginan rakyat terhadap kasus korupsi yang semakin menjadi-jadi di negeri ini. Rakyat menginginkan korupsi hilang dari bumi pertiwi ini, tetapi apa kenyataannya? Lembaga anti korupsi atau KPK justru terlibat kasus korupsi juga dalam lembaganya, ironis.
Seperti yang dilansir oleh media online tirto.id pada tanggal 24 Juni 2023, praktik pungutan liar atau pungli di lingkungan rumah tahanan (rutan) KPK saat ini tengah menjadi sorotan. Selain total nominal yang besar hingga mencapai Rp4 miliar, sejumlah pihak juga melihat perlunya perombakan sistem di internal KPK.
Kasus ini mencuat setelah Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengumumkan adanya temuan praktik pungli di lingkungan rutan KPK. Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut, temuan itu didasari atas inisiatif penyelidikan yang dilakukan oleh Dewas. (tirto.id)
Bahkan dalam temuannya, Dewas (Dewan Pengawas KPK) mengatakan bahwa kasus pungli ini terjadi sejak Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022. Setidaknya ada dua dugaan pelanggaran dalam kasus ini, yaitu pelanggaran etik pegawai dan tindak pidana.
Korupsi Subur di Alam Demokrasi
Ibarat jamur yang tumbuh subur di musim hujan, korupsi menjalar ke hampir semua lembaga pemerintah, tak terkecuali lembaga anti-korupsi itu sendiri. Ini jelas sangat memalukan, bagai menampar muka sendiri. Bagaimana tidak, seharusnya lembaga anti-korupsi mampu menunjukkan kinerjanya yang baik dalam memberantas korupsi. Akan tetapi, kenyataannya justru KPK sendiri juga terlibat korupsi. Sekali lagi, ini sangat memalukan.
Meskipun dikatakan bahwa KPK adalah lembaga independen, tetapi faktanya tetaplah tidak bisa lepas dari budaya korupsi. Sebab, korupsinya bukan hanya terkait dengan oknum per oknum, tetapi korupsi ini sudah terjadi secara sistemis. Bukan korupsi kaleng-kaleng, tetapi sudah mencapai jumlah yang fantastis, 4 miliar rupiah ... Wow!
Meskipun kasus korupsi di tubuh KPK ini terjadi karena sistem, tidak bisa dimungkiri juga bahwa integritas pegawai KPK juga sangat lemah. Buktinya, mereka menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta duniawi. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan mengambil pungutan-pungutan liar.
Selain itu, yang menyebabkan korupsi sulit diberantas adalah sistem sanksi yang diterapkan tidak bisa memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Justru, sanksi bagi pelaku korupsi hanya penjara, yang bisa dibeli fasilitasnya.
Lihatlah bagaimana koruptor-koruptor kelas kakap itu menikmati ruangan VIP di penjara. Penjaranya ibarat kamar hotel bintang lima, ada AC, kulkas, dan tempat tidur yang empuk. Bagaimana mereka tidak betah, kalau fasilitas mewah? Bahkan, ada beberapa koruptor yang diam-diam bisa plesiran keluar penjara. Mengaoa bisa? Sekali lagi di alam demokrasi semua yang tidak mungkin, menjadi mungkin, asalkan ada "pelumasnya".
Beginilah dampak penerapan sistem kapitalisme demokrasi, tidak akan pernah bisa memberantas korupsi sampai ke akarnya, bahkan sebaliknya semakin tumbuh subur.
Berharap korupsi akan zero di negeri ini, tentu tidak akan pernah terwujud jika sistemnya masih buatan manusia.
Islam Berantas Korupsi Hingga ke Akarnya
Islam merupakan agama yang memiliki peta jalan bagi kehidupan. Islam selalu mempunyai solusi bagi setiap masalah yang ada, termasuk masalah korupsi.
Islam dengan sistem pendidikannya yang luar biasa terbukti mampu melahirkan individu-individu yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Individu yang demikian tentu akan memilki integritas kepegawaian yang kuat dan didasarkan pada keimanan yang tinggi, sehingga tidak menghalalkan segala cara dalam mencari harta duniawi.
Pelaksanaan politik yang syar'i (ri'ayah syar'iyyah) akan diterapkan dengan cara mengurusi semua urusan rakyat dengan sepenuh hati sesuai dengan syariat Islam. Jika semua urusan rakyat sudah terpenuhi, tentunya akan ada perasaan malu untuk melakukan korupsi.
Selain pembentukan pribadi setiap individunya, Islam juga akan menerapkan sistem sanksi yang tegas jika ada pelanggaran, termasuk pelanggaran korupsi. Sehingga sanksi itu akan memberikan efek jera dan tentunya menjadi penebus dosa bagi pelakunya. Sanksi tegas itu bisa berupa publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.
Semua ini tidak mungkin bisa diterapkan dalam sistem demokrasi sekuler seperti saat ini. Sebab, semua hukum Islam hanya bisa diterapkan dalam sebuah institusi yang berdasarkan akidah Islam, yaitu sebuah negara Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Negara itu pernah jaya di masa keemasannya dan Insya Allah akan berjaya lagi sesuai MK Allah. Negara itu tidak lain adalah Daulah Khilafah 'Ala Min Hajjin Nubuwwah.
Wallahu a'lam...
Oleh: Sri Syahidah
Sahabat Tinta Media