Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana menyampaikan bahwa hak asasi manusia (HAM) tidak layak dijadikan standar oleh negara-negara seluruh dunia.
"Memang HAM ini standarnya nggak jelas, makanya kemudian tidak layak dijadikan sebagai standar bersama oleh negara-negara seluruh dunia," ujarnya dalam acara Kabar Petang dengan tema Label Diktator Untuk Xi Jinping di kanal Youtube Khilafah News, Kamis (29/6/2023).
Menurutnya, standar HAM ini masih menjadi tanda tanya. Karena memang HAM ini sampai sekarang masih menjadi sebuah perdebatan. "Apakah ini layak untuk dijadikan standar dunia internasional karena masing-masing bangsa, masing-masing negara itu kan mereka punya visi misi latar belakang historis yang beragam," ungkapnya.
Dia mencontohkan tentang LGBT yang bulan Juni ditetapkan sebagai bulannya LGBT. Ketika disebarluaskan masih banyak juga bertentangan, terlebih lagi di Amerika dan negeri-negeri lain yang punya value, bukan hanya negeri muslim yang berbasiskan agama.
"Ketika ini dijadikan sebagai standar HAM negara yang menolak LGBT sebagai melanggar HAM. Nah ini kan belum tentu dan pasti tidak bisa diterima, makanya kemudian isu HAM seringkali digunakan oleh Amerika Serikat dengan standar ganda," jelasnya.
Dia membeberkan bahwa Amerika bisa menilai negara lain dengan standar HAM. "Tapi Amerika sendiri melakukan pelanggaran-pelanggaran dan dia tutup mata terhadap pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya dianggap oleh Amerika pelanggaran HAM terhadap suatu negara itu," bebernya.
Dia mencontohkan dalam konteks Myanmar ketika kediktatoran Myanmar penindasan Myanmar terhadap orang-orang yang ada di Rohingya. Seharusnya Amerika mengecam karena ini termasuk pelanggaran HAM.
"Namun Amerika kan tutup mata. Inilah standar ganda terkait dengan nilai-nilai yang kemudian diusung oleh Amerika Serikat," pungkasnya.[] Setiawan Dwi