Tinta Media - Siapapun yang beramal, diniatkan bukan karena Allah SWT, maka amalnya tertolak. Siapapun yang ingin beramal karena Allah SWT, maka amalnya harus merujuk dalil. Yang dimaksud dalil adalah Al Qur'an, as Sunnah, serta apa yang ditunjuk oleh keduanya berupa Ijma' Sahabat dan Qiyas Syar'i.
Pancasila bukan dalil, Sanad Pancasila berhenti pada Soekarno. Sementara Al Qur'an, as Sunnah, serta apa yang ditunjuk oleh keduanya berupa Ijma' Sahabat dan Qiyas Syar'i adalah dalil yang sanadnya menyambung hingga kepada Rasulullah Saw.
Al Qur'an adalah Kalamullah, kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril. Membacanya adalah ibadah. Jadi, Al Qur'an sanadnya menyambung kepada Rasulullah Saw.
As Sunnah adalah setiap perkataan, perbuatan dan taqrirnya Rasulullah Saw atas perbuatan para sahabat. Jadi, As Sunnah sanadnya juga menyambung kepada Rasulullah Saw.
Sahabat Nabi, adalah para pengikut setia Nabi muhammad SAW. Para sahabat mustahil ijma' atas kemaksiatan. Setiap ijma' sahabat berlaku sebagai dalil. Ijma' sahabat sanadnya juga menyambung kepada Rasulullah Saw, karena sahabat adalah orang yang beriman kepada Nabi Muhammad SAW, hidup dan berjuang bersama Nabi SAW serta merealisir arti persahabatan dengan kesetiaan dan pembelaan.
Sementara Pancasila?
Pancasila hanya perkataan Soekarno. Tidak berpahala bagi yang mengamalkannya, tidak pula berdosa siapa yang mengabaikannya. Bahkan, pancasila akan menjadi maksiat besar ketika digunakan untuk menghalangi ketaatan kepada Allah SWT untuk menerapkan syariat Islam.
Saat ini, Pancasila justru digunakan untuk menghalangi syariat Islam. Umat Islam yang memperjuangkan syariat Islam, memperjuangkan Khilafah, dianggap menyalahi Pancasila dan dihalangi bahkan dibungkam dakwahnya.
Dalam masalah politik, Umat Islam tidak pernah diperintahkan untuk merujuk pada Pancasila. Umat Islam hanya diperintahkan merujuk pada dalil, yaitu Al Qur'an, as Sunnah, serta apa yang ditunjuk oleh keduanya berupa Ijma' Sahabat dan Qiyas Syar'i .
Saat Rasulullah SAW mangkat, para sahabat berkumpul di Saqifah Bani Saidah. Para Sahabat yang dekat dengan Nabi, dekat dengan Al Qur'an, bersepakat (Ijma') melanjutkan pemerintahan Islam yang ditinggalkan Nabi dengan sistem Khilafah dimana Abu Bakar RA dibaiat menjadi Khalifah yang pertama.
Jadi, para sahabat tidak mengambil sistem kerajaan seperti Persia, tidak mengambil sistem kekaisaran seperti Romawi, tidak pula mengambil sistem Republik yang meletakan kedaulatan hukum ditangan rakyat seperti dalam sistem Demokrasi.
Para sahabat meletakan kedaulatan hukum ditangan Syara', dan membaiat seorang Khalifah sebagai wakil umat untuk menerapkan Al Qur'an dan as Sunnah. Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Abu Bakar RA menetapkan halal dan haram, perintah dan larangan, berdasarkan Syara'. Inilah, maksud dari kedaulatan ditangan Syara'.
Sementara sistem pemerintahan saat ini, menetapkan halal dan haram, perintah dan larangan berdasarkan kedaulatan Rakyat. Hukum harus tunduk pada rakyat, melalui wakilnya di DPR. Hukum Allah SWT dikalahkan dengan hukum rakyat.
Pancasila juga demikian, tidak digali dari dalil, bukan dalil, tidak bisa dijadikan sandaran amal. Siapa yang beramal diniatkan karena Pancasila, maka tidak bernilai. Kelak di akhirat akan menjadi orang orang yang merugi.
Jadi, daripada sibuk membahas Pancasila yang tidak ada nilainya dimata Allah SWT, lebih baik membahas Al Qur'an dan as Sunnah serta sistem Khilafah yang diterapkan para sahabat. Berpolitik mengikuti sahabat jelas berpahal dan nyambung sanadnya kepada Nabi Muhammad SAW. []
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik