Tinta Media - Pernikahan adalah ibadah mulia yang menjadi pintu keberkahan hidup seorang muslim. Namun, apa jadinya jika pintu pernikahan diawali dengan konsep yang keliru?
Lifestyle Pernikahan, Tuntutan yang Dipaksakan
Konsep pernikahan megah menjadi konsep yang "diadopsi" khalayak ramai. Karena pernikahan dianggap sebagai moment sakral yang harus dirayakan.
Konsep yang diusung adalah konsep perayaan yang berlebihan. Namun sayang, fakta ini justru sering memakan banyak korban. Seperti yang terjadi di Desa Pogung, Kecamatan Semen, Kediri (kumparan.com,11/7/2023).
Sang ayah pengantin bunuh diri karena tak tahan menanggung beban utang biaya pernikahan.
Pernikahan secara umum dilangsungkan dengan biaya yang fantastis. Tuntutan gaya hidup, menjadi salah satu penyebabnya. Biaya hiburan, sewa gedung, catering, dan beragam kelengkapan lainnya yang sebetulnya bukan hal prioritas justru dituntut harus dipenuhi.
Bahkan, ada kampung yang mempunyai tradisi membawa perabot di awal pernikahan. Padahal, secara finansial mereka belum mampu.
Akhirnya, mau tak mau, mereka harus berhutang. Biasanya jalan yang ditempuh adalah berhutang pada bank, atau lembaga perkreditan lainnya yang menetapkan konsep riba.
Inilah fakta kehidupan masyarakat saat ini. Mereka tak mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan, tak ada batasan antara prioritas dan nonprioritas.
Semua konsep ini ada karena pemikiran sekulerisme kapitalistik, yaitu konsep yang memisahkan aturan agama dari kehidupan.
Pernikahan adalah konsep kehidupan berpondasikan aturan syariat Islam. Namun, karena pemahaman yang keliru, konsep pernikahan menjadi teralihkan. Ini sangat berpengaruh pada penetapan keputusan konsep acara pernikahan.
Sekulerisme pun diperparah keadaannya karena pemahaman kapitalistik. Kebahagiaan sering diidentikkan dengan banyaknya uang, kepemilikan barang, tempat tinggal, tanpa memperhitungkan, keadaan ekonomi. Akhirnya tuntutan ini memaksa untuk dipenuhi. Inilah biang masalah.
Tak hanya itu, konsep pernikahan dengan hiburan pun menjadi tren gaya resepsi pernikahan saat ini. Hiburan berupa nyawer, karaoke bersama, dansa, joged, atau hiburan sejenis yang sebetulnya bukan hal penting, terus menjadi hal bergengsi dalam suatu pesta pernikahan.
Alih-alih mengikuti tren kekinian, aturan agama yang sahih justru ditinggalkan.
Seperti yang terjadi di Lubuk Linggau, joged Maumere dan aksi lempar bunga menjadi aktivitas kekinian dalam acara pernikahan. Hingga akhirnya, kegiatan tersebut mendapatkan kritikan dan perhatian dari Majelis Ulama setempat.
Tak berbeda dengan Lubuk Linggau, di daerah lain pun konsep pernikahan banyak menampilkan aktivitas yang melanggar aturan syariat.
Seperti campur-baur laki-laki dan perempuan, mengumbar aurat, dan tabarruj. Namun sayang, kebanyakan masyarakat tak menyadari kekeliruan yang terjadi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kota LubukLinggau menetapkan surat imbauan No. 021/MUI-LLG/VII/2023 tertanggal 5 Juli 2023 tentang Resepsi Pernikahan (linggaupos.disway.id, 5/7/2023).
Imbauan tersebut ditujukan kepada umat Islam di Lubuk Linggau, seluruh Event Organizer, pengurus adat Kota Lubuk Linggau, aparat hukum dan Pemerintah Kota Lubuk Linggau, agar menyelenggarakan resepsi pernikahan sesuai syariat Islam, serta meninggalkan praktik resepsi pernikahan yang tak sesuai dengan syariat Islam.
Semua ini terjadi sebagai refleksi sistem sekulerisme yang merusak pemikiran masyarakat. Rendahnya pemahaman dan edukasi tentang agama melahirkan konsep berpikir masyarakat yang rusak.
Konsep Walimah Syari, Masyarakat Harus Diedukasikan
Walimatul ursy dimaknai sebagai bentuk perhelatan untuk mensyukuri nikmat yang telah Allah Swt. berikan atas terlaksananya akad pernikahan.
Perayaan ini dianjurkan oleh Rasulullah saw. untuk mensyiarkan kabar pernikahan kepada masyarakat. Hukum walimatul ursy adalah sunnah dan menghadirinya adalah kewajiban.
Qarzhah bin Ka’ab dan Abu Mas’ud al-Anshari pernah mengatakan,
“Sesungguhnya Rasulullah memberikan keringanan kepada kami untuk bersenang-senang pada saat pesta pernikahan.” (HR. At Tirmidzi).
Rasulullah saw. pun tak pernah melarang perayaan pernikahan selama tak bertentangan dengan syariat Islam.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, ia berkata, ''Aku melihat Rasulullah saw. mengadakan walimah untuk Zainab, yang tidak pernah diadakan untuk istri-istri beliau lainnya, dan beliau menyembelih seekor kambing.''
Walimatul ursy merupakan tradisi menghidangkan makanan untuk tamu dan bersedekah makanan kepada fakir miskin, tanpa ada kegiatan lain yang unfaedah dan melanggar syariah.
Selain itu, walimah ursy juga merupakan aktivitas untuk mempererat tali silaturahmi antar kerabat, saudara, dan para tetangga tanpa membedakan strata sosial dalam masyarakat.
Dalam hal ini, negara pun wajib andil mengatur walimah ursy yang sesuai dengan aturan syariat. Institusi negara berdasarkan sistem Islam, yaitu Daulah Khilafah menetapkan konsep walimah ursy yang tak memberatkan, sederhana dan tetap pada tujuan utama, yaitu mengumumkan kabar bahagia pernikahan tanpa ada maksud riya (pamer). Negara wajib tegas menetapkan kebijakan dan pemahaman walimah ursy.
Hal ini karena aturan negara-lah satu-satunya aturan yang mampu mengikat warga negaranya. Khilafah-lah satu-satunya institusi yang mampu menjaga kemuliaan dan kehormatan seluruh kaum muslim, dengan menetapkan aturan syariat Islam dengan menyeluruh, agar kebahagiaan pernikahan muslim menjadi sempurna dan utuh.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor