Tinta Media - Kekeringan melanda wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Akibatnya, warga kesulitan untuk mendapatkan air bersih, tepatnya di Kampung Cibogo Lamping, RT 02/01, Desa Lagadar, Kecamatan Margaasih. Mereka rela mengantre dengan membawa jerigen, drum, ember ataupun tong berukuran besar demi mendapatkan air bersih dengan cara membeli kepada warga yang memiliki jetpam seharga 1000/jeriken.
Adapun pemerintah setempat, mereka memberikan bantuan berupa penyaluran air bersih sebanyak dua unit truk tangki air dengan kapasitas kurang lebih 13 ribu air bersih setelah pihaknya mendapat informasi dari masyarakat. Sementara, warga setempat pun berharap pemerintah dengan segera memberikan solusi bagi warga yang mengalami kekeringan, di antaranya dengan menggali sumur dengan kedalaman 120 meter sehingga air bisa keluar dari sumur tersebut.
Kekeringan dan kekurangan air bersih adalah peristiwa yang sering kali terjadi di berbagai wilayah. Apalagi saat musim kemarau tiba, masyarakat harus siap-siap menghadapi minimnya air bersih. Selama ini, yang mereka lakukan hanya sebatas mengantre untuk membeli air ataupun terlebih dahulu melakukan persiapan dengan menampung air hujan.
Namun, pemerintah seakan tak peduli pada setiap keadaan yang terjadi. Kekeringan seolah menjadi hal yang biasa terjadi tanpa memberikan solusi yang mampu mengeluarkan dari permasalahan. Adapun dengan bantuan yang disalurkan berupa air bersih yang penyaluran, hal itu sifatnya terbatas, tidak menjadikan masyarakat tenang.
Sementara, kita ketahui bahwa wilayah Indonesia dikelilingi hutan dan gunung. Pemanfaatan hutan yang begitu pesat selama beberapa dekade terakhir berpengaruh terhadap pasokan krisis air bersih, salah satunya disebabkan penebangan hutan secara liar, kemudian dialihfungsikan menjadi tempat wisata oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Oleh sebab itu, kekurangan ketersediaan air bersih itu jelas disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri. Demikian pula dengan kekeringan yang senantiasa melanda, disebabkan adanya politik globalisasi dengan sejumlah agenda neoliberal dari hegemoni para kaum kapitalis. Di antaranya liberalisasi hutan lindung, pertambangan, eksploitasi sumber mata air, dan liberalisasi air bersih perpipaan.
Semua ini menjadi bukti bahwa hidup di bawah sistem kapitalisme liberalisme hanya menjadikan rakyat sengsara.
Sementara, Islam memiliki mekanisme dalam mengatasi kekeringan dan kekurangan air bersih. Dalam sistem Islam, air merupakan hak kepemilikan umum yang tidak boleh dikelola oleh individu. Namun, setiap orang dibolehkan untuk memanfaatkan air bersih, tetapi pemanfaatannya juga tidak menghalangi siapa pun dalam menggunakan air bersih tersebut.
Pemanfaatan tersebut secara khusus ada pada negara dengan maksud dan tujuan untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Negara berkewajiban sepenuhnya untuk mendirikan industri air bersih sehingga dapat terpenuhi kebutuhan air bersih bagi setiap individu dan masyarakat kapan pun dan di mana pun berada.
Adapun status kepemilikannya adalah sebagai harta milik umum yang dikelola oleh negara. Negara bisa memberdayakan para pakar terkait dengan upaya tersebut, seperti pakar geologi, pakar teknik kimia, teknik industri, dan ahli kesehatan lingkungan.
Dengan demikian, dapat terjamin akses setiap orang terhadap air bersih, gratis, murah dan memadai. Aturan inilah yang akan terintegrasi bilamana ada sistem Islam diterapkan. Seluruh kehidupan umat manusia baik muslim maupun nonmuslim diatur dengan aturan yang berasal dari Allah Swt.
Dengan aturan yang sahih ini, seluruh permasalahan kehidupan manusia pun akan terselesaikan hingga ke akarnya, termasuk masalah krisis air bersih. Wallahu a’lam bi ash shawab.
Oleh: Yuni Irawati
Sahabat Tinta Media