Tinta Media - Bulan Juni dan Juli sudah akrab dengan dunia pendidikan. Biasanya, para siswa-siswi sekolah sedang libur kenaikan kelas. Ada pula siswa-siswi yang berkutat dengan pendaftaran ke jenjang pendidikan selanjutnya. Mereka berlomba-lomba memasuki sekolah favorit yang sesuai dengan minat mereka.
Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB merupakan masa di saat para unit instalasi pendidikan membuka pendaftaran bagi calon siswa-siswi ataupun kalangan mahasiswa baru.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Bandung, Dadang Supriatna atau yang akrab dipanggil dengan sebutan Kang DS ini menyatakan bahwa untuk memberikan pendidikan yang optimal kepada generasi muda Kabupaten Bandung, pihaknya sudah menambah 28 SMP baru yang tahun ini sudah menerima peserta didik. Kang DS berharap, dengan tersedianya 28 SMP baru bisa menampung anak usia sekolah, khususnya di wilayah yang masih minim sarana pendidikan.
Akankah ini menjadi solusi yang tepat bagi permasalahan negara terkait ranah pendidikan?
Bukan hal tabu lagi ketika kita mendapati banyak anak yang tidak diterima di sekolah yang mereka daftar. Tak sedikit pula kita temui anak yang masih tidak bersekolah. Alasannya bukanlah karena mereka tidak mau, tetapi mereka tidak mampu dalam pembiayaan pendidikan tersebut. Pada akhirnya, karena ekonomi keluarga yang tidak mendukung, banyak anak usia sekolah yang memutuskan untuk bekerja demi mempertahankan hidup.
Di sisi lain, anak yang tidak dapat masuk ke sekolah yang diinginkan, mereka justru menjadi putus asa serta acuh tak acuh pada sekolah yang menerima mereka dengan alasan yang penting tetap bisa sekolah, meskipun itu sekolah yang tingkat kualitasnya rendah, bahkan tidak jelas visi-misinya serta tidak rapih dalam sistem pengaturannya.
Artinya, akar permasalahan dalam dunia pendidikan kita bukanlah karena faktor kurangnya jumlah sekolah yang ada, tetapi juga karena faktor biaya pendidikan yang tidak bisa dibilang murah, dan juga faktor lainnya.
Telah kita ketahui bahwa saat ini keadaan ekonomi semakin hari tidak semakin baik. Tidak mudah bagi anak-anak kita untuk mendapatkan pendidikan secara optimal karena biayanya mahal. Semakin bagus kualitas sekolah, maka semakin mahal pula biayanya.
Itu berarti, meskipun jumlah sekolah ditambah, tak menjadikan masalah pendidikan itu tuntas. Ini karena solusi yang ditawarkan oleh sistem sekuler tidak sampai pada akarnya.
Akar permasalahannya adalah penerapan sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan.
Kapitalisme menjadikan tolak ukur kehidupan adalah asas manfaat, yaitu memisahkan agama dari kehidupan.
Maka, tak heran ketika sekarang ini negara menyediakan berbagai fasilitas pelayanan bagi masyarakat, tapi memberikan tawaran harga yang sepadan dengan fasilitas yang mereka berikan. Semakin baik pelayanan, maka semakin mahal biayanya.
Layaknya penjual yang menawarkan dagangan kepada pembeli, negara selalu mengambil keuntungan dari fasilitas-fasilitas yang mereka buat. Ini terbukti dengan banyaknya fakta korupsi yang merajalela di kalangan pemerintahan.
Padahal di dalam Islam, pendidikan masyarakat itu dijamin. Bukan hanya pendidikan, terapi kesehatan serta keamanan pun bisa kita dapatkan dengan cuma-cuma alias gratis. Meskipun begitu, tidak berarti pelayanan serta fasilitas yang disediakan menjadi asal-asalan.
Telah didapati pada masa kejayaan Islam dulu, ketika Islam diterapkan, maka masyarakat merasakan kesejahteraan. Mereka mendapatkan berbagai pelayanan serta fasilitas umum dengan baik, bahkan mendekati maksimal.
Dalam sistem Islam, masyarakat atau umat adalah prioritas negara. Ketika umat merasakan berbagai kebaikan serta kesejahteraan, maka itu menjadi pokok keberhasilan. Adanya seorang khalifah dalam pemerintahan Islam bertujuan untuk meriayah umat sesuai dengan aturan syariat.
Maka, dapat kita jumpai dahulu pada masa kepemimpinan Islam, kesejahteraan umat begitu dirasakan, hingga menjadikan Islam sebagai mercusuar peradaban yang menguasai 3/4 dunia dan keberhasilannya telah diakui oleh sejagat raya.
Pemimpin Islam atau seorang khalifah yang memerintah suatu negara akan bersikap adil. Dengan itu, tak hanya umat Islam saja yang merasakan segala kemudahan dalam perkaranya.
Namun, siapa pun yang berada dalam naungan khilafah akan merasakannya, meski dia bukanlah seorang muslim. Banyak di antara kafir dzimmi (non-muslim yang berada dalam negara Islam) yang menyatakan kesejahteraannya saat berada dalam naungan negara Islam.
Itu menunjukkan bahwa kepemimpinan Islam tidak membeda-bedakan antara ras, agama atau suku yang berada di dalamnya alias Islam memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat.
Wallahua'lam bisahwab.
Oleh: Isnaeni Nur Azizah
Sahabat Tinta Media