Bablas Berekspresi Berujung Menciderai Hati - Tinta Media

Rabu, 12 Juli 2023

Bablas Berekspresi Berujung Menciderai Hati

Tinta Media - Kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat merupakan aktivitas yang tidak dapat dihindari saat ini. Hal ini karena kebebasan tersebut dilindungi oleh undang-undang negara. Namun, siapa sangka kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat tersebut marak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertaggung jawab.

Seperti yang dilansir pada halaman web, bahwa telah terjadi aksi pembakaran Al-Quran di negara Swedia sebagai bentuk kebebasan berpendapat dan berekspresi. Aksi ini dilakukan tepat pada saat perayaan hari raya Idul Adha 1444 H lalu. Sebelumnya, aksi pembakaran Al-Quran juga pernah dilakukan oleh politikus sayap kanan Erasmus Paludan. Alhasil, tindakan yang dilakukan oleh oknum tersebut menuai kecaman dari kaum muslimin di berbagai dunia. (CBBN.com) 5/7/23.

Insiden pembakaran kitab suci kaum muslimin sudah tidak terhitung lagi, sebab kejadian ini terus berlangsung oleh oknum yang berbeda dengan kasus yang serupa. Nahasnya, pemimpin dari negeri-negeri muslim hanya melakukan aksi kecaman. Bisa kita lihat bahwa kecaman tersebut tidak memiliki pengaruh yang signfikan sehingga insiden semacam ini terus berulang.

Melakukan aksi pembakaran kitab suci umat beragama dengan dalih kebebasan berekspresi dan berpendapat sejatinya menciderai hati para penganutnya. Insiden semacam ini semestinya mendapatkan tindakan tegas, agar tidak terjadi kembali insiden serupa. 

Banyaknya populasi kaum muslimin di dunia seharusnya mampu menuntaskan insiden-insiden serupa yang selalu ditujukan kepada kaum muslimin. 

Kita kembali menelisik sejarah Islam pada masa Turki Utsmani. Saat itu terjadi insiden penghinaan terhadap Nabi Muhammad saw. Para seniman Perancis membuat pertunjukan berupa teater atau drama. Di sana terselip penghinaan terhadap Rasulullah saw. Berita tersebut cepat terdengar oleh Sultan Abdul Hamid (Khalifah).

Dengan sigap dan tegas, khalifah memerintahkan utusannya untuk menyampaikan kepada pemimpin perancis dan pengusung teater tersebut untuk segera menghentikan pertunjukkan mereka.

Jika pertunjukkan masih dilaksanakan, khalifah beserta pasukannya tidak segan-segan memporak-porandakan Perancis. Karena kegemilangan peradaban Islam dan kekuatan militernya yang kuat, Perancis pun tidak berani dengan kaum muslimin dan membatalkan pertunjukkan seni tersebut. wilayah-wilayah lain di luar dari kekuasaan Islam juga turut takut dan segan kepada kedaulatan Islam di masa itu.

Dari penggalan sejarah di atas, kita dapat memaknai bahwa pemimpin kaum muslimin pada masa itu bersungguh-sungguh melakukan tindak tegas dan keras dalam menyikapi pelecehan terhadap Islam dan kaum muslimin. Nyawa kaum muslimin bahkan nyawa khalifah sendiri berani digadaikan demi membela Rasulullah saw., Al-Quran, Islam, serta kaum muslimin.

Imam atau khalifah tak lain laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai. Orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. (HR. Bukhari dan Muslim). 

Hadis tersebut dapat dimaknai bahwa seorang khalifah (pemimpin) ibarat tameng karena dia mencegah musuh menyerang (menyakiti) kaum muslimin, mencegah masyarakat satu dengan yang lain dari serangan dan melindungi keutuhan Islam. Dia disegani masyarakat dan mereka pun takut dengan kekuatannya.

Apabila kita memaknai pemimpin dengan kacamata Islam, tentu kita akan menjumpai pemimpin yang benar-benar hidupnya didedikasikan hanya untuk negara dan masyarakat. Kita bisa menengok dan membuka kembali lembaran sejarah peradaban Islam bahwa begitu pentingnya peran pemimpin yang sigap, tegas, cerdas, dalam menjalankan syariat Islam di segala lini kehidupan.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Oleh: Rika Yuliana, S.IP
Aktivis Muslimah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :