Tinta Media - Aktivis 98 Agung Wisnuwardana menyampaikan tidak setuju RUU Kesehatan sebagai solusi terhadap input-input kesehatan yang meliputi pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, informasi kesehatan, alat-alat kesehatan (termasuk vaksin dan teknologi), pembiayaan kesehatan, dan kepemimpinan terkait dengan kesehatan.
“Saya tidak setuju bahwa RUU Kesehatan ini dianggap sebagai solusi terhadap input-input Kesehatan," tuturnya dalam Program Islamic Lawyers Forun: Ada Apa Dengan RUU Kesehatan, di kanal Youtube Rayah TV, Ahad (25/6/2023).
Agung khawatir input kesehatan akan berubah dari pendekatan pelayanan kesehatan (health care) menuju industri kesehatan (health industri). Menurutnya, industrialisasi ini akan menyebabkan peran pemerintah hilang posisinya dalam melayani bidang kesehatan.
“Saya khawatir industrialisasi pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, informasi kesehatan, alat-alat kesehatan, vaksin, dan teknologi, termasuk industrialisasi pembiayaan kesehatan dan kepemimpinan kesehatan. Dan kita sudah memiliki industrialisasi pembiayaan kesehatan berupa BPJS. BPJS ini bukan pelayanan tapi iuran gotong royong semua warga masyarakat untuk membiayai dirinya sendiri,” jelasnya.
Ia menegaskan permasalahan yang belum diselesaikan dalam bidang kesehatan ini adalah pelayanan kesehatan yang didominasi oleh rumah sakit-rumah sakit umum swasta dan kurangnya tenaga kesehatan. Rumah sakit swasta itu dominan di provinsi padat penduduk dengan angka persentasenya melebihi sekitar 70 persen untuk pelayanan masyarakat.
“Artinya pelayanan yang diberikan negara kepada masyarakat lebih sedikit daripada pelayanan yang diberikan swasta,” tegasnya.
Sedangkan kurangnya tenaga kesehatan, misalnya untuk penanganan jantung dibutuhkan dokter spesialis yang tidak bisa dadakan tetapi membutuhkan waktu 15 tahun untuk menyiapkannya. Ia mengkritisi penyelesaian yang diajukan oleh pemerintah dengan liberalisasi tenaga kesehatan yang tertuang dalam RUU Kesehatan.
“Di RUU Kesehatan ini diberi ruang agar tenaga kesehatan dari luar bisa masuk ke negeri ini. Ini menjadi titik kritis luar biasa dan saya katakan anggap saja kalau misalnya rumah sakit itu akan masuk digelandang ke negeri ini, swastanisasi terkait dengan rumah sakit,” kritiknya.
Ia menilai bahwa untuk alat, teknologi, vaksin bisa segera diselesaikan permasalahannya tetapi tenaga kesehatan tidak bisa diberikan dalam waktu singkat. Maka diperlukan pembenahan di bidang pendidikan kesehatan.
Ia berpendapat sebagai seorang aktivis dibutuhkan penyelesaian yang lebih manusiawi terkait dengan masalah kesehatan ini.
“Menurut pandangan saya, penyelesaian (solusi) darurat Kesehatan dari Menteri Kesehatan Bapak Budi Gunadi dengan industrialisasi input kesehatan ini namanya menyelesaikan masalah dengan masalah, tidak akan menyelesaikan masalah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika