Tinta Media - Pakar Fiqih Kontemporer KH Shiddiq al-Jawy menegaskan, praktik iuran hewan kurban (kambing) para siswa sekolah menjelang hari raya Idul Adha itu bukan termasuk ibadah kurban.
"Bagi teman-teman guru di berbagai daerah di indonesia, khususnya guru agama, mohon ini untuk dicermati supaya apa yang kita niatkan ibadah betul-betul menjadi ibadah. Jadi kalau nanti praktiknya iuran, setelah uang terkumpul lalu dibelikan kambing, itu jatuhnya bukan ibadah kurban berarti. Tapi makan-makan kambing pada hari raya Idul Adha," urainya dalam diskusi kajian fiqh dengan tema "Hukum Kurban secara Iuran" pada kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Sabtu (17/6/2023).
Menurutnya, pahala ibadahnya atau nilai ibadahnya dari iuran ini tidak mendapat. "Karena apa? Karena memang tidak boleh ada iuran tapi bukan sapi, bukan unta, iurannya tapi iuran kambing, itu tidak ada dalilnya," lanjutnya.
Kendati demikian, Ustadz Shiddiq (panggilan akrabnya) mengapresiasi praktik iuran hewan kurban yang jamak terjadi di sekolah-sekolah sebagai bagian dari edukasi. "Saya sepakat dalam hal tujuan pendidikan memang bagus ya," ujarnya.
Tapi sebagai bagian dari praktik syariat Islam, maka perlu lebih diperhatikan dan dicermati. "Apakah memang boleh model kurban seperti itu yaitu yang dikurbankan adalah kambing atau domba tapi ini dibeli dari uang iuran dari sejumlah siswa yang ada di satu sekolah," tanyanya.
Setelah menelusuri berbagai dalil, praktik iuran hewan kurban seperti di atas tidak diperbolehkan. "Tidak ada dalil yang membolehkan iuran untuk berkurban satu ekor kambing yang itu dibagi menjadi sekian siswa. Itu tidak ada dalilnya," lanjutnya.
Pendiri Institut Muamalah Indonesia ini menjelaskan adanya kaidah usuliyah dalam ilmu usul fiqh bahwa hukum asal dalam persoalan-persoalan ibadah, termasuk dalam hal ini yaitu ibadah penyembelihan hewan kurban, terhitung batal atau tidak sah hingga ada satu dalil yang membolehkan kehalalannya. "Jadi hukum asalnya tidak boleh atau batal hingga ada dalil yang menghalalkannya. Nah itu kaidah seperti itu," jelasnya.
"Kaidah ini dalam pengertian yang sama itu diungkapkan dengan redaksi yang lain oleh Imam Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam kitab al-Fikru al-Islam dengan kalimat "ahkamul ibadati taukifiyyatun min 'indillahi", hukum-hukum ibadah itu sifatnya taukifi, kita terima apa adanya dari Allah SWT. Jadi kalau memang Allah SWT di dalam Al Quran maupun di dalam hadits tidak ada dalil yang membolehkan iuran untuk kurban kambing ya berarti itu memang tidak ada pensyariatannya, tidak boleh ada iuran membeli satu kambing," terangnya.
Anggota Komisi Fatwa MUI DIY ini memaparkan bahwa yang ada dalilnya adalah kurban secara iuran untuk menyembelih satu ekor sapi atau satu ekor unta untuk maksimal 7 orang. Boleh kurang dari 7 orang. "Jadi dulu para sahabat berkurban satu ekor sapi dipikul biayanya oleh 7 orang. Itu ada haditsnya. Nah sehingga oleh karena itu kalau iuran kurban yang dimaksud itu untuk kurban sapi atau unta maka ini memang sah dan dibolehkan di dalam syariat Islam karena ada dalilnya," paparnya.
"Tetapi kalau yang dikurbankan itu bukan unta, bukan sapi, melainkan kambing atau domba, tidak ada dalilnya yang menerangkan bahwa kambing itu bisa dipikul pembeliannya oleh 7 orang atau sekian orang. Itu tidak ada," lengkapnya.
Solusi
Ustadz Shiddiq menyampaikan solusi atas praktik iuran hewan kurban yang bukan sapi atau unta tersebut di atas dengan cara masing-masing orang yang melakukan iuran uang dimaksudkan untuk menghibahkan hewan kurban iurannya kepada orang yang hendak menyembelih kurban. "Jadi bukan bermaksud iuran dalam kurban," terangnya.
Solusi demikian juga menjadi bagian dari fatwa Darul Ifta, lembaga fatwa di Yordania.
"Jadi solusinya kalau memang ada satu sekolah iuran, nah setelah uangnya terkumpul itu kemudian uang itu dihibahkan kepada satu orang, mungkin satu orang guru, sehingga nanti ketika dilaksanakan penyembelihan hewan kurban satu kambing atas nama guru itu, misalnya guru agama sebuah SMP atau SMA," jelasnya.
"Jadi kurbannya itu atas nama satu orang tetapi uangnya itu iuran hasil dari murid-murid. Jadi nanti panitia meminta izin atau keridhoan dari yang iuran, mohon keridhoannya uang iuran ini nanti akan dihibahkan kepada satu orang agar kurbannya ini sah," paparnya secara lebih detil.
Ustadz Shiddiq menegaskan solusi di atas agar bernilai ibadah kurban yang sesuai syariat. "Jadi insya Allah (para murid) tetap mendapat pahala juga walaupun bukan pahala menyembelih kurban tetapi tetap murid-murid itu yang iuran mendapat pahala membantu orang yang shohibul kurban atau al mudhahi," pungkasnya. [] Hanafi