Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) memandang, dalam dunia kapitalistik pinjaman utang menjadi alat penjajahan model baru.
"Dalam dunia kapitalistik ini hari, yang juga imperialistik dan kolonialistik, maka pinjaman itu menjadi alat untuk penjajahan model baru," ujarnya dalam program Fokus To The Point: Utang LN (Luar Negeri) Bertambah Rakyat Makin Gelisah? di kanal YouTube UIY Official, Kamis (8/8/2023).
Ia menuturkan, sekilas Indonesia nampak mandiri atau merdeka, tapi menurutnya, tidaklah sepenuhnya merdeka.
"Pasti ada pesan-pesan disetiap kabinet baru yang terkait dengan ekonomi dan industri," tuturnya.
Ia mengungkapkan, masa Soeharto dulu, Indonesia pernah ditekan oleh IMF, melalui penandatanganan dokumen Letter of intent (Lol).
"Yang membawa kepada persoalan besar. Misalnya, di sana disebutkan liberalisasi di sektor keuangan, juga iberalisasi energi," ungkapnya.
Ia menambahkan, di dokumen itu, kabarnya juga disebutkan terkait komitmen Indonesia untuk tidak merubah mata uang rupiah ke mata uang lain.
"Bahkan juga disebutkan, bahwa Indonesia akan melaporkan setiap temuan emas," ungkapnya.
Ismail pun mempersoalkan, bagaimana bisa sebuah negara yang katanya berdaulat menandatangani sebuah perjanjian yang merugikan tersebut?
"Urusannya kita yang menemukan emas, masa lapor (ke pihak asing)," herannya.
Ia menjelaskan, itu karena mereka (IMF) mengetahui, bahwa mata uang yang kursnya betul-betul stabil dan kuat adalah emas.
"Dan mereka tidak ingin Indonesia melakukan eksplorasi dan eksploitasi emas tanpa mereka ketahui," jelasnya.
Menurutnya, pinjaman utang dalam dunia kapitalistik saat ini pasti mengandung kepentingan-kepentingan politik negara-negara donor. Dan itu sudah dibuktikan, seperti Maladewa yang menghadapi persoalan akibat utang yang diberikan Cina. Begitu juga beberapa negara yang lain.
"Itu kan bukti, bahwa utang itu tidak sepenuhnya bebas dari kepentingan politik," pungkasnya. [] Muhar