UIY: Aliran Sesat Bukan Hanya Al Zaytun - Tinta Media

Senin, 26 Juni 2023

UIY: Aliran Sesat Bukan Hanya Al Zaytun

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan bahwa aliran sesat yang ada di Indonesia bukan hanya Al Zaytun.
 
“Bukan hanya Al Zaytun, saya pernah menjadi satu bagian dari pengurus yang menangani masalah-masalah aliran sesat. Di negeri ini ada lebih dari 250 aliran sesat,” ungkapnya di acara Focus To The Point: Az Zaitun Diduga Sesat, Kok Seperti Dibiarkan? Melalui kanal UIY Official, Kamis (22/6/2023).
 
Ia heran, bagaimana mungkin di negeri yang mayoritas muslim ini aliran sesat sampai sedemikian banyak. Lebih mengherankan lagi, lanjutnya, apapun aliran sesat itu pasti ada pengikutnya.
 
“Ada kelompok yang mendakwahkan bahwa kalau anda ingin masuk surga harus bayar  Rp 800.000 dan ada yang ikut sampai kira-kira 6000 orang. Kalau bener seneng juga kan, tapi kan itu salah,” ucapnya memberikan contoh.
 
Ia memberikan contoh lain, ada satu kelompok yang mengajarkan kalau orang masuk kelompok itu pasti masuk surga, tapi untuk masuk kelompok itu harus menyerahkan istrinya. “Saya kira Al Zaytun salah satu dari yang sekian banyak itu,” tukasnya.
 
Meski demikian, dalam penilaian UIY, negara selalu tidak tuntas menyelesaikan aliran aliran sesat itu.
 
“Yang lebih mengherankan adalah bahwa di satu sisi yang menyimpang dibiarkan sementara yang lurus, yang tidak ada kesesatannya secara agama itu dibubarkan. Jadi kebalik-balik,” sindirnya.
 
UIY juga menyebut banyaknya orang yang mengikuti aliran sesat itu karena mereka tidak punya pengetahuan.
 
“Disitulah pentingnya peran keluarga sebagai pendidik pertama, kemudian yang kedua kelompok dakwah, organisasi dan sebagainya, dan yang ketiga pemerintah. Ketiganya harus bersinergi memahamkan agama dan melindungi rakyat yang mayoritas muslim dari paparan aliran-aliran sesat,” ujarnya.
 
Pedoman yang digunakan, sambungnya, tidak lain adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, karena Nabi berpesan, “Aku tinggalkan dua perkara yang kalau kalian berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul.”
 
Abai
 
Dalam penilaian UIY,  banyaknya aliran sesat yang muncul di Indonesia, menjadi bukti pemerintah abai terhadap tugas pokok dan fungsi penting pemimpin.
 
Ia mengutip pendapat Imam Al-Mawardi dalam kitab Al-Ahkam al-Sulthaniyyah yang menyebutkan bahwa tugas pokok pemimpin adalah hirasatuddin wa siyasatud dunya (menjaga agama dan mengatur dunia dengan agama).
 
“Jadi pemimpin dalam pandangan Islam itu harus menjaga agama, karena agama bukanlah perkara yang bisa bergerak sendiri, tumbuh sendiri. Agama harus didakwahkan, diperjuangkan, dan karena itu juga harus dijaga,” jelasnya.
 
Oleh karena itu, lanjutnya, Imam Al- Ghazali menyebut agama dan kekuasaan seperti saudara kembar. Agama sebagai pondasi dan kekuasaan sebagai penjaga.
 
“Imam Al- Ghazali mengatakan, apa yang tidak ada pondasi itu akan hancur dan apa yang tidak ada penjaga dia akan hilang,” imbuhnya.
 
UIY lalu menjelaskan, agama itu harus dijaga dengan mendakwahkan dan memahamkan agama ini kepada umat agar umat paham. “Kalau umat paham akan mengamalkan dan ikut memperjuangkan. Termasuk ketika ada yang menyerang agama atau menyimpangkan agama harus diluruskan,” bebernya.
 
Hak

Menurut UIY, memilih menjadi muslim atau bukan muslim itu menjadi hak seseorang. Tetapi begitu sudah menjadi muslim maka kewajiban dia mengikuti aturan Islam.
 
“Saya kira tidak layak ketika kita berbicara dalam konteks Islam masih menggunakan hak asasi manusia, sebab ketika dia masuk Islam itu dia terikat kepada keislamannya, terikat kepada agamanya, terikat kepada ketentuan-ketentuan yang ada di dalam agama,” jelasnya.
 
Sehingga, sambungnya, kalau untuk menilai masalah agama ukurannya harus agama bukan hak asasi manusia atau ukuran lain.
 
“Umpamanya menggunakan perspektif hak asasi manusia, anda duduk di yang menyimpangkan atau yang tidak disimpangkan? Bukankah mereka yang agamanya tidak mau disimpangkan juga memiliki hak. Ini menjadi absurd,” tandasnya.
 
Ia lalu mempertanyakan, mana yang dikatakan punya hak asasi itu? Yang menyimpangkan atau yang ingin tidak disimpangkan?
 
“Itu sebenarnya menunjukkan kepada kita bahwa manusia itu akan selalu dalam kekacauan jikalau tidak ada ketentuan yang  fix. Dan ketentuan itu harus bukan berasal dari manusia. Kalau dari manusia pasti itu kembali kepada subjektivitas manusia, dan subjektif itu tergantung kepada kepentingan, dan kepentingan itu pasti berbeda-beda, sehingga terjadi kekacauan sebagaimana yang kita saksikan ini,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :