Tinta Media - Dalam hitungan hari kita akan segera memasuki bulan Dzulhijjah. Umat Islam pada tanggal 10 Dzulhijjah akan merayakan hari raya Idul Adha. Meskipun pandemi telah berlalu, Idul Adha tahun ini akan dirayakan saat bangsa dirundung oleh ragam ujian dan nestapa.
Di kalangan elit politik tampak nyata hasrat dan nafsu untuk saling berebut jabatan dan terus mempertahankan kekuasaan. Menyambut tahun politik 2024 aroma pemilu lebih didominasi oleh ego pribadi, kehendak golongan, dan kepentingan partai.
Memperebutkan kursi empuk kekuasaan masing-masing, siap mengorbankan apa saja, demi meraih jabatan dan kekuasaan yang diinginkan.
Di saat yang sama, rakyat terus ditimpa nestapa yang tiada berkesudahan. Meningkatnya angka pengangguran, kemiskinan, harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, serta tingginya angka kriminalitas, bahkan masalah moral anak bangsa yang terus tergilas, masih menjadi masalah yang tak kunjung ada solusi tuntas.
Ironisnya semua masalah kesempitan ekonomi yang dialami oleh rakyat di negeri ini, terjadi di tengah berlimpahnya kekayaan alam negeri ini. Namun, semua kekayaan itu hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, bukan rakyat di negeri kita. Terbukti sistem ekonomi kapitalis membawa rakyat pada jurang nestapa.
Nestapa yang terjadi saat ini memang tidak harus diratapi, tetapi mencari solusi hakiki dari Allah Yang Maha Suci. Sehingga dalam menyambut Idul Adha tahun ini, hendaklah kita bisa mengambil hikmahnya. Kita jadikan momen Idul Adha ini sebagai intropeksi diri untuk menjadi umat yang bisa meraih ketaatan sepenuh jiwa. Sebagaimana yang telah Nabi Ibrahim contohkan.
Sudah tertulis dalam Al-Qur’an, selain Rasulullah SAW. yang wajib kita amalkan seluruh ajarannya dan semua nasihatnya, ada sosok penting lain yang tidak bisa dipisahkan dari momen Idul Adha yakni Nabiyullah Ibrahim a.s. dan putranya Ismail a.s. Kisah Ibrahim dengan sepenuh keimanan tanpa keraguan menunaikan perintah Allah. Menyembelih putra tercinta Ismail, kedua hamba yang saleh itu tersungkur dalam ketaatan total dan kepasrahan kepada Allah SWT. Contoh terbaik dalam ketaatan kepada Allah ini kemudian diabadikan menjadi bagian dari ritual Idul Adha, yaitu berkurban dan pelaksanaan ibadah haji.
Ketika perintah itu berasal dari Allah SWT. Nabi Ibrahim dengan patuh dan taat melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah. Tanpa protes apalagi melakukan penolakan, bahkan ketika setan berusaha menggagalkan proses penyembelihan, justru Nabi Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar berupaya menghalau dan mengusir setan itu dengan melempari setan memakai batu. Ini yang kemudian dijadikan ritual melempar jumrah oleh jamaah haji.
Ketaatan sepenuh jiwa dan raga kepada Allah ini, seharusnya menjadi teladan bagi seluruh umat Muslim. Agar bersegera melakukan ketaatan secara totalitas. Menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Ketika Allah memerintahkan untuk melakukan ketaatan berdasarkan syariat Islam, maka bersegeralah untuk melaksanakan. Jika Allah mengharamkan sesuatu segera tinggalkan. Jika Allah memerintahkan untuk menerapkan hukum-hukum-Nya maka tidak ada kata lain yang terucap dari lisan kita kecuali ungkapan sami’na wa atho’na, kami dengar dan kami taat. Sehingga aturan dan hukum Allah SWT. Bisa diterapkan secara kaffah di muka bumi. Berkorban dan berjuang agar Islam kaffah segera diterapkan.
Jika kita bisa bersegera dan bisa memenuhi perintah berkurban, maka semestinya kita lebih bisa bersegera dalam menerapkan syariat Islam secara kaffah, sebagai wujud ketaatan kita kepada Allah SWT.
Karena itu pada peringatan Idul Adha kali ini, selayaknya kita sebagai umat Islam bisa mengambil ibrah dari keteladanan Nabi Ibrahim, yang mempunyai cinta, ketaatan, dan pengorbanan yang besar kepada Allah SWT. yang kemudian diteruskan secara istimewa kepada Nabi Muhammad, dengan kadar yang istimewa. Beliau menjadi uswatun hasanah untuk umat manusia.
Oleh karena itu marilah sambut Idul Adha dengan persiapan ketakwaan sepenuh jiwa. Meneladani Nabiyullah Ibrahim Alaihissalam dan Nabi Muhammad SAW. Mari kita hadapi segala masalah yang terjadi di negeri kita saat ini dengan totalitas ketakwaan kepada Allah SWT. Menjadi pengemban dakwah Islam kaffah. Kita songsong kembali masa depan peradaban umat manusia di bawah naungan Islam. Sehingga akan menghadirkan keridaan Allah SWT. Wallahu’lam bishawab.[]
Oleh: Isty Da’iyah
Analis Mutiara Umat Institute