Tinta Media - "RUU Kesehatan Omnibus Law menjadi jalan dilegalkannya industrialisasi sistem kesehatan yang berujung pada kesengsaraan publik dan tergadainya idealisme Insan kesehatan," tutur Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana dalam program Aspirasi: Ribuan Dokter dan Perawat Turun Ke Jalan! Jalan Gatot Subroto Lumpuh! Senin ,(5/6/2023) di kanal Youtube Justice Monitor.
Menurutnya, RUU Kesehatan Omnibus Law seharusnya berfokus pada penuntasan problem serius saat ini yakni kelalaian negara dalam menjamin kebutuhan tiap individu publik terhadap pelayanan kesehatan dan akar persoalannya. "Kelalaian itu berlangsung sejalan dengan dilegalkannya industrialisasi sistem kesehatan yang berujung pada kesengsaraan publik dan tergadainya idealisme Insan kesehatan," ujarnya.
Agung menilai, diskriminasi pelayanan kesehatan pun kian kronis dan meluas tidak sekali dua kali ini saja.
"Peristiwa getir masyarakat ketika berupaya mendapat pelayanan kesehatan bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa mereka, sebut saja kematian pasien miskin RSUD Bulukumba di kantor Dukcapil saat mengurus KTP sebagai prasyarat pelayanan BPJS Kesehatan, demikian juga kematian dua orang bayi ketika dilahirkan dengan pelayanan BPJS Kesehatan di RSUD Jombang dan di Puskesmas Tembilahan,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, demikian juga sejumlah aturan yang dibuat BPJS Kesehatan diantaranya peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 tahun 2018 tentang penjaminan pelayanan persalinan dengan bayi lahir sehat. Ini peraturan diskriminatif dan berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan jiwa bayi, khususnya pasien.
Dari sisi keberadaan dokter dan insan kesehatan lainnya kelalaian negara, kata Agung, melalui pelegalan industrialisasi sistem kesehatan tidak kalah serius bahayanya idealisme dan dedikasi insan kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dibajak oleh berbagai bisnis korporasi mulai dari bisnis institusi pendidikan, tenaga kesehatan, khususnya kedokteran, industri Farmasi, lembaga BPJS Kesehatan sebagai pembiayaan hingga ke rumah sakitnya.
“Walhasil tidak adanya urgensi yang jelas dalam rencana pembentukan Omnibuslaw kesehatan dalam upaya menjawab permasalahan kesehatan alih-alih menyelesaikan masalah kesehatan pemerintah justru membentuk suatu aturan yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat akan jaminan mendapatkan pelayanan kesehatan yang gratis profesional dan tidak diskriminatif,” ujarnya.
“Inilah pil pahit kelalaian negara yang harus ditanggung oleh masyarakat dokter dan tenaga kesehatan lainnya konsekuensi logis akibat penerapan peraturan perundang-undangan sekuler kapitalisme di bidang kesehatan apapun itu termasuk undang-undang Kesehatan Nomor 37 tahun 2009 dan undang-undang BPJS Kesehatan. Akhirnya sistem kesehatan makin terindusterialisasi semua ini didukung penuh oleh penerapan sistem kehidupan sekuler khususnya sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme,” pungkasnya.[] Rohadianto