Perbedaan Penetapan Idul Adha Akibat Tidak Adanya Pemimpin Islam - Tinta Media

Rabu, 28 Juni 2023

Perbedaan Penetapan Idul Adha Akibat Tidak Adanya Pemimpin Islam

Tinta Media - Salah satu hari raya besar umat Islam adalah hari raya Idul Adha, yaitu memperingati peristiwa ketika Nabi Ibrahim as. diperintah oleh Allah Swt. untuk menyembelih putranya, yaitu Nabi Ismail as.

Nabi Ibrahim as. bersedia mengorbankan putranya sebagai bentuk ketaatan terhadap Tuhan Sang Pencipta alam semesta, yaitu Allah Swt. Begitu pun dengan putra-nya, Nabi Ismail as. Nabi Ismail menyetujuinya, tetapi kemudian Allah Swt. menggantikannya dengan domba. 

Umat Islam di seluruh dunia merayakannya setiap tahun, dengan cara menunaikan salat Ied di pagi hari, kemudian dilanjutkan dengan menyembelih hewan kurban dan dibagikan kepada masyarakat sekitarnya. 

Perayaan Idul Adha bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji di tanah suci dan yang berkesempatan melaksanakan ibadah haji, berkurban adalah salah satu bagian dari prosesi haji. Di Indonesia dan negara lain, tanggal 10 Dzulhijah adalah parayaan Idul Adha.

Penentuan hari raya Idul Adha 1444 H di Indonesia sudah ditetapkan oleh Kementrian Agama, yaitu jatuh pada hari Kamis, 29 Juni 2023. Berdasarkan hisab, posisi hilal di seluruh Indonesia sudah di atas ufuk dan tidak memenuhi kriteria Mabims, sidang isbat pemufakatan 1 Zulhijah tahun 1444 H, jatuh pada selasa, tanggal 20 juni 2023, sehingga Idul Adha jatuh pada hari Kamis, 29 juni 2023.

Menurut Wakil Mentri Agama Zainut Tauhid Sa'adi, keputusan pemerintah berbeda dengan ormas Islam Muhammadiyah yang menetapkan bahwa tanggal 1 Zulhijah 1444 H jatuh pada 19 juni 2023, sehingga Hari Raya Idul Adha jatuh pada tanggal 28 Juni 2023. 

Perbedaan penetapan hari raya besar bagi umat Islam, sebenarnya sudah sering terjadi, antara pemerintah dan ormas Islam. Salah satunya adalah Muhammadiyah. Menurut Muhammadiyah, penetapan Hari Raya Idul Adha ini berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh tarjih dan tarjdid PP Muhammadiyah. Hal ini telah ditandatangani oleh Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir beserta sekertarisnya, Mohammad Sayuti, pada 21 januari 2023 lalu di Yogyakarta tentang penetapan hasil hisab ramadhan, Syawal dan Zulhijah. Ini tertuang dalam maklumat, Muhammadiyah Nomor 1/MLM/1.0/E/2023.

Sementara, Pemerintah dan NU menggelar rukyatul hilal yang merupakan salah satu rujukan dalam penetapan waktu Idul Adha. Pihaknya akan menggelar rukyatul hilal di 99 lokasi, sementara sidang isbat dilakukan pada hari Minggu, 18 juni 2023.

Perbedaan pendapat atau khilafiyah pada penentuan perayaan Idul Adha sebenarnya tidak ada. Seluruh ulama madzhab telah sepakat untuk mengamalkan rukyat yang sama, yaitu rukyatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal Zulhijah yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Rukyat ini berlaku untuk umat Islam di seluruh dunia.

Alhasil, kaum muslimin di seluruh dunia senantiasa akan merayakan Idul Adha pada hari yang sama. Fakta ini diriwayatkan secara mutawatir (oleh banyak pihak yang mustahil sepakat bohong), sejak masa kenabian dan diteruskan pada masa Khulafaurrasyidin, Umawiyin, Abbasiyin, Utsmaniyin hingga masa sekarang.

Indonesia adalah salah satu negara yang tidak mengikuti Hijaz dalam ber-Idul Adha, sebab Idul Adha di Indonesia jatuh pada hari Tasyrik (11 Zulhijah), bukan hari penyembelihan kurban (yaumun-nahr), pada 10 Zulhijah. Padahal, seharusnya umat Islam di seluruh dunia wajib serentak merayakan Idul Adha pada saat jemaah haji sedang melakukan penyembelihan hewan kurban dan juga ketika jemaah haji sedang melakukan wukuf di Padang Arafah, yaitu hari ke-9 Zulhijah.

Disunahkan bagi orang-orang yang tidak menjalankan ibadah haji untuk berpuasa sunnah, sementara hari arafah itu satu, tidak boleh berbilang. Jadi, sangat tidak mungkin apabila merayakan Idul Adha sekaligus melakukan salat Ied pada saat jemaah haji sudah memasuki awal Hari Tasyrik.

Kewajiban kaum muslimin untuk ber-Idul Adha juga ber-Idul Fitri pada hari yang sama, telah ditunjukan oleh banyak nas syarak. Sehingga, di masa Rasulullah saw. dan para khulafaurrasyidin, juga pada masa ke khilafahan bani Ummayah, bani Abbassiyah, dan Turki Utsamani, perayaan Idul Adha maupun perayaan Idul Fitri dirayakan pada hari yang sama.

Sementara, setelah runtuhnya kepemimpinan Islam yang memimpin umat Islam di seluruh dunia, banyak sekali perbedaan termasuk dalam penetapan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Begitulah pentingnya pemimpin dalam Islam, yang akan mempersatukan seluruh umat Islam dunia, menghilangkan sekat-sekat di antara kaum muslimin. Seorang pemimpin dalam Islam yang menegakan Islam secara kaffah akan mencegah berbagai perbedaan yang akan menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam, menjaga dan melindungi umat dari berbagai kezaliman, menuntun umat pada jalan yang diridai-Nya, agar selamat dunia dan akhirat. Wallahu'alam bisshawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :