Tinta Media - Program OPOP kepanjangan dari One Pesantren One Paranje. Paranje adalah sebutan untuk kandang ayam. Baru-baru ini pewarta Bale Bandung (20/6/23) melaporkan kegiatan Bupati Bandung Dadang Supriatna dalam peluncuran Program One Pesantren One Paranje (OPOP) Kandang Ayam di Pondok Pesantren Bustanul Wildan, Cileunyi Bandung.
Bupati Dadang mengatakan bahwa program OPOP merupakan salah satu pendidikan vokasi wirausaha di lingkungan pesantren, dengan harapan dapat mendukung kemandirian perekonomian pesantren sehingga menghasilkan santri yang berwirausaha dan berakhlakul karimah.
Program OPOP ini dicanangkan di seratus (100) pesantren di Kab. Bandung dengan kegiatan beternak ayam dan budidaya ikan air tawar. Untuk pembiayaan, program bekerjasama dengan Bank Perkreditan Rakyat agar santri dapat mengakses program dana bergulir tanpa agunan dan bunga.
Sayangnya, maksud baik pemerintah ini tidak sepenuhnya disetujui kalangan pengamat kebijakan publik. Ustadzah Rivanti Muslimawati di antaranya, berpendapat bahwa program OPOP adalah salah satu upaya pergeseran fungsi pesantren dari fungsi mendidik ulama yang tafaqquh fiddin menjadi pelaksana ekonomi dan menjadi corong pemahaman yang tidak sejalan dengan Islam.
Pergeseran fungsi pesantren terangkum dalam Undang-undang Pesantren no 18/2019 pasal 49 yang mengatur pendanaan pesantren. Pesantren akan mendapat dana dari pemerintah untuk pengembangan pesantren. Hal ini dapat menghilangkan kemandirian pesantren dalam perjuangannya mendidik ulama yang benar karena pasti akan ada ikut campur pemerintah dalam kurikulum pendidikannya.
Pasal 45 UU Pesantren menyebutkan bahwa pesantren mempunyai tanggung jawab untuk pemberdayaan masyarakat dengan pelatihan usaha mikro, pendirian koperasi, pemberian pinjaman dan membantu pemasaran produk masyarakat. Hal ini jelas-jelas membelokkan fungsi pesantren dari mencetak ulama menjadi pelaku ekonomi yang mengejar materi. Pesantren malah dibebani tanggung jawab mengentaskan kemiskinan yang sebenarnya itu adalah tanggung jawab pemerintah.
Bahkan, pasal 37 dan 38 menjelaskan bahwa fungsi dakwah pesantren adalah mewujudkan Islam rahmatan lil alamin dengan mengajarkan pemahaman Islam yang toleran, berkeseimbangan, moderat dan menjunjung tinggi nilai luhur bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pasal ini benar-benar berisi penyelewengan dari akidah Islam karena di sini pesantren harus melaksanakan peraturan buatan manusia dan mengesampingkan aturan Allah Swt.
Begitulah sistem kapitalisme sekuler, orientasinya adalah materi. Pesantren sedikit demi sedikit dibelokan fokusnya dari membangun kepribadian Islam dengan kegiatan ekonomi atau duniawi.
Padahal, tujuan utama pesantren adalah melahirkan para ulama tafaquh fiddin, yang paham agama secara mendalam agar dapat membimbing umat tetap taat kepada Allah Swt. dalam segala aspek kehidupan.
Para pengelola pesantren seharusnya dapat menjaga idealisme pendidikan di pesantrennya, jangan mudah tertipu oleh kebijakan yang menyesatkan. Para santri seharusnya dididik dengan tsaqafah Islam dan dijaga pemikirannya dari ide-ide yang bertentangan dengan Islam. Penjagaan pendidikan yang didasari akidah hanya dapat diperoleh bila ada Khilafah.
Wallahu a'lam bis shawab
Oleh: Wiwin Widaningsih
Sahabat Tinta Media