One Pesantren One Paranje dan Digitalisasi Pesantren - Tinta Media

Minggu, 25 Juni 2023

One Pesantren One Paranje dan Digitalisasi Pesantren

Tinta Media - One pesantren one paranje (OPOP) menjadi gagasan Bupati Bandung dalam pendidikan vokasi untuk membangun kemandirian perekonomian pesantren. Program ini diinisiasi oleh pengurus cabang Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama Kabupaten Bandung yang bermitra dengan PT ASPM sebagai offtaker dan juga dengan BPR Kerta Raharja.

Saat ini Program OPOP sudah direalisasikan di PonPes Almuhyiddin dan PonPes Bustanul Wildan dengan paranje yang berkapasitas 5000 ekor ayam. Hasil ternak kemudian dijual ke pasar atau ke offtaker. Dengan adanya program OPOP ini pemerintah berharap terciptanya akhlakul karimah pada diri setiap santri sekaligus pelaku wirausaha.

Rabithah Ma'ahid Islamiyah juga melakukan kerjasama dengan PT. Nash Interaksi Semesta dalam program digitalisasi pesantren guna menunjang kemandirian ekonomi Pesantren. PT Nash Interaksi Semesta sendiri sudah memiliki tiga layanan utama dalam pengembangan ekonomi pesantren di tanah air, antara lain layanan-layanan terkait pengembangan aplikasi software, layanan multimedia, serta layanan training consultan. 

Adapun tujuan digitalisasi pesantren adalah untuk memudahkan dan memberikan solusi inovatif dalam hal pelayanan, seperti pembayaran SPP, uang jajan santri, laporan keuangan pesantren, mutibiller untuk pembayaran PLN, pulsa, dll. Bahkan, pembelajaran, ujian, dan raport pun menggunakan sistem digital yang dilengkapi dengan fitur-fitur lainnya, seperti kajian online, media informasi online, dll.

Adanya program OPOP (one pesantren one paranje), menjadikan pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai sarana untuk mengembangkan perekonomian. Program ini merupakan Road Map yang sudah ditempuh para pemangku kebijakan, terutama Kementerian Agama pada tahun 2014. 

Tahun ini adalah tahap pengimplementasian secara luas dan menjadikannya sebagai model bisnis kemandirian ekonomi pesantren yang diunggulkan secara nasional. Sejatinya, pesantren adalah sebuah sarana pendidikan untuk mencetak ulama dan kyai untuk terjun langsung ke masyarakat guna melakukan pendampingan pada setiap permasalahan. 

Namun, seiring arus globalisasi, fungsi pesantren tak lagi sebagai lembaga dakwah dan pencetak ulama, tapi sebagai lembaga pengembang perekonomian. 
Kesulitan ekonomi yang kian menghimpit menjadi salah satu akar penyebab terjadinya perubahan mental umat Islam. 

Pemerintah memberikan kebebasan dalam menerima sesuatu walaupun bertentangan dengan ajaran agama. Umat Islam seolah harus memberikan pengakuan terhadap kecanggihan digital saat ini. Sampai-sampai, aktivitas pesantren pun penuh dengan suasana ekonomi dengan berbagai macam hal yang sangat mendukung, di antaranya pemberdayaan santri dalam wirausaha dan juga digitalisasi yang menjadikan semua aktivitas ekonomi sebagian besar beralih menjadi platform digital. 

Semua ini jelas merupakan pembajakan potensi santri. Berbagai kebijakan terus menerus digalakkan pemerintah guna menyesuaikan kondisi perekonomian global. Sementara, potensi pesantren menjadi sasaran yang menggiurkan untuk dieksploitasi. 

Sistem sekuler kapitalisme telah menggeser peran dan fungsi pesantren menjadi acuan dan refrensi untuk bisnis. Peran strategis santri telah benar dialihkan pada pemberdayaan ekonomi. Sekularisme telah membajak tsaqofah Islam santri dan umat pun tidak lagi mengenal Islam secara mendalam. Kondisi umat Islam saat ini benar-benar terabaikan.

Sementara, Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara tanpa dikotomi antara pendidikan umum dan pesantren. Hal ini karena semua bersandar pada akidah Islam yang akan membentuk kepribadian Islam. 

Kepribadian Islam generasi akan makin kukuh dengan pemahaman kegemilangan peradaban Islam. Mereka akan menjadi sosok kuat, mampu membersihkan dirinya, bahkan menjadi pemimpin perubahan masa depan.

Dalam Islam, muru'ah pesantren sebagai lembaga pencetak ulama dan pemimpin yang bertakwa senantiasa terjaga dengan fasilitas pendidikan yang berkualitas, tanpa dibebani biaya apa pun. Sebab, negara sebagai penyelenggara akan menanggung biaya pendidikan dari kas negara (Baitulmal) pos kepemilikan umum yang dikelola sesuai syariat Islam. Negara pun menjamin kelangsungan hidup para santri setelah selesai dalam pendidikannya, sehingga para santri bisa menjalankan fungsinya secara total tanpa eksploitasi dari pihak manapun. 

Mereka bisa leluasa memahami Islam secara kaffah sehingga tercetaklah para pejuang yang berkontribusi besar dalam peradaban Islam. Merekalah aset umat yang akan menolong agama Allah, serta menjaga kemurnian syariat Islam dari pemikiran sesat musuh Islam
Wallahu a’lam.

Oleh: Tiktik Maysaroh
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :