Tinta Media - Sifilis menjadi perhatian pemerintah saat ini. Kegiatan skrining yang dilakukan terhadap sifilis sebagai salah satu penyalit infeksi menular seksual atau penyakit kelamin, menunjukkan hasil yang mencengangkan. Dari data tahun 2022, sebanyak 16.283 kasus sifilis dilaporkan ke Kementerian Kesehatan. Beberapa daerah seperti Jawa Barat, yaitu Bandung, Sukabumi, Jakarta, dan Papua merupakan wilayah dari beberapa daerah yang paling banyak menimbulkan kasus.
Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum. Bakteri menginfeksi tubuh manusia melalui luka di alat kelamin, anus, bibir, dan mulut. Penyebaran infeksi dipicu oleh aktivitas seksual orang yang terkena.
Maka, dengan mencermati jumlah kasus sifilis yang terus bertambah dari tahun ke tahun, kita bisa melihat bahwa kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari buruknya sistem pergaulan yang terjadi di masyarakat saat ini. Kebebasan menjadi prinsip interaksi antara pria dan wanita. Hal ini membuat mereka bebas berhubungan seks dengan siapa saja. Akibatnya, berganti pasangan semakin sering terjadi di masyarakat.
yang lebih memprihatinkan lagi, kasus sifilis juga terjadi pada ibu hamil. Wanita hamil pasti tertular dari pasangannya. Wanita hamil yang terinfeksi sifilis dapat menularkannya pada bayinya sejak masih dalam kandungan hingga lahir. Hal ini karena infeksi ini juga bisa terjadi di dalam kandungan melalui plasenta dan aliran darah, serta bisa juga ditularkan melalui ASI. Akibatnya, banyak bayi tak berdosa yang terjangkit sifilis. Sungguh memprihatinkan, generasi yang seharusnya lahir sehat malah tertular penyakit yang mengancam nyawa saat dilahirkan.
Kebebasan pergaulan terbukti menjadi masalah besar dalam kehidupan masyarakat. Situasi ini pasti akan menjadi lebih buruk jika undang-undang L6BT disahkan di negara ini. Terbukti, sebelum disahkan pun, jumlah kasus sifilis di DIY meningkat siginifikan dalam tiga tahun terakhir dan penderitanya didominasi oleh kelompok laki-laki yang berhubungan seksual dengan sesama jenis.
Beginilah kehidupan yang muncul dari sudut pandang sekularisme kapitalis. Hidup dalam sistem ini telah memisahkan agama dari kehidupan, sehingga kebahagiaan dalam sistem ini diukur dari tingkat kepuasan materi yang didapat seseorang.
Kapitalisme melihat penyaluran nafsu sebagai kebutuhan (needs), bukan insting (keinginan). Menurutnya, kebutuhan itu harus segera dipenuhi. Jika tidak dipenuhi akan menimbulkan bahaya bagi manusia, baik secara fisik maupun psikis, dan spiritual. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika peradaban Barat yang sejatinya merupakan kendaraan kapitalisme memiliki banyak gagasan dalam kehidupan yang membangkitkan hasrat seksual, seperti dalam buku, film, dan berbagai karya mereka.
Pertemuan laki-laki dan perempuan yang tanpa ada kebutuhan penting seperti di rumah-rumah pribadi, kolam renang, tempat rekreasi, dan sejenisnya adalah hal biasa. Ini karena mereka melihat aktivitas tersebut sebagai sebuah keharusan dan sengaja diwujudkan. Ironisnya, umat Islam malah latah menganggap bahwa peradaban Barat dengan sekularisme kapitalisme-nya sebagai cara hidup modern yang harus diikuti. Padahal, semua tindakan tersebut menjadi pintu pertama kehancuran seseorang.
Sesungguhnya Islam adalah agama sekaligus ideologi yang mengatur interaksi antarmanusia dan interaksinya yang membawa keberkahan, termasuk yang berkaitan dengan kebutuhan seksual. Islam menjelaskan secara detail dan gamblang sistem sosial yang harus diterapkan dalam lingkup individu, masyarakat, dan negara.
Islam tidak melarang kenikmatan hubungan seksual antara lawan jenis, tetapi memberikan aturan yang jelas dan tegas. Aturan ini akan membawa pada keberkahan. Aktivitas seksual diarahkan hanya pada interaksi yang wajar, yaitu hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui hubungan pernikahan.
Islam mengharamkan perzinaan dan aktivitas seksual menyimpang lainnya. Perlu juga dipahami bahwa aktivitas seksual bukanlah kebutuhan fisik, seperti yang terjadi pada peradaban Barat, melainkan naluri “gharizah nau” atau kasih sayang. Naluri ini akan muncul ketika ada pemicunya. Oleh karena itu, dalam kehidupan publik atau umum, masyarakat Islam tidak menjadikan interaksi laki-laki dan perempuan bersifat seksual, melainkan interaksi amar ma'ruf nahi mungkar dan saling tolong menolong.
Kegiatan yang memicu munculnya “gharizah nau” akan ditutup peluangnya melalui aturan sistem pergaulan dalam Islam. Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan (QS. An-Nur : 30-31). Islam memerintahkan, khususnya wanita muslimah untuk menutup aurat secara menyeluruh di tempat umum (QS. An-Nur: 31). Selain itu, Islam melarang wanita bepergian tanpa mahram dan melarang wanita keluar rumah kecuali dengan izin suaminya. Islam juga melarang laki-laki dan perempuan berkhalwat atau berdua-duaan, serta larangan ikhtilath, atau campur baur laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan sosial di peradaban Barat.
Islam memisahkan kehidupan wanita dari kehidupan pria. Islam memperbolehkan interaksi antara laki-laki dan perempuan hanya jika ada kebutuhan syar'i, seperti dalam pendidikan dan muamalah.
Hukum Islam ini harus dipahami dan dilaksanakan oleh individu sebagai pelaku utama, masyarakat sebagai pelindung dan negara sebagai penegak hukumnya. Dengan demikian, Islam telah menetapkan sistem tata pergaulan yang sehat menurut hukum syariah dan membawa kebaikan bagi umat manusia. Terbukti selama 1300 tahun penerapan Islam secara praktis dalam institusi negara Khilafah, sistem pergaulan masyarakatnya membawa kebaikan.
Wallahua'lam bishshawab.
Oleh: Ummu Farras
Sahabat Tinta Media