Tinta Media - 'Sepandai-pandai tupai melompat, toh akan jatuh ke tanah juga'. Mungkin, pribahasa ini sangat tepat untuk menggambarkan kondisi Mahfud MD.
Mahfud MD, selama ini mengaku sering melakukan upaya kontrol penegakan hukum secara politik melalui sejumlah statementnya di sosial media. Konon, pembongkaran kasus pembununan berencana terhadap Brigadir Josua, bisa terungkap karena ulah Ferdy Sambo, juga tak lepas dari manuver politik Mahfud MD.
Mulanya Mahfud MD saat itu mengaku, ingin memancing anggota DPR bersuara terkait kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Menurutnya, suara DPR dibutuhkan untuk memberikan dukungan agar kebenaran atas perkara tersebut bisa dibongkar.
"Karena hukum itu produk politik, ndak bisa hukum jalan sendiri kalau tidak ada suasana politik yang mendorong, suara masyarakat, dan lain sebagainya,” ungkap Mahfud dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Namun sayang, entah karena motifnya berbeda (bukan penegakan hukum) atau karena ada tendensi Mahud MD untuk melindungi Moeldoko, kali ini Mahfud kena batunya. Mahfud terpancing statemen Deny Indrayana soal dugaan 'bocoran putusan MK' yang akan memutus Pemilu akan dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup, juga soal kemungkinan PK Moeldoko akan dimenangkan untuk memuluskan kudeta Partai Demokrat yang berujung penjegalan Anies Baswedan.
Mahfud MD terjebak menggunakan frasa 'info A1' dan frasa 'pembocoran' hingga menuduh adanya pembocoran rahasia negara dari pernyataan Deny Indrayana.
"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd Minggu (28/5/2023).
Padahal, Deny Indrayana sama sekali tidak menggunakan frasa ''info A1' dan frasa 'pembocoran'. Deny mengaku hanya mendapatkan informasi bahwa MK akan memutuskan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup dengan komposisi 6 hakim menerima dan 3 hakim mengajukan disenting opinion.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya, Minggu.
Entah ada korelasinya atau tidak dengan statemen Mahfud MD, Deny Indrayana akhirnya dilaporkan Paguyuban BCAD ke Mapolda Metro Jaya, Senin (29/5). Alasannya, Deny Indrayana membocorkan rahasia negara dan membuat resah.
Akhirnya, Deny Indrayana membuat Siaran Pers yang salah satu poinnya memberikan penegasan tentang tidak adanya pembocoran rahasia negara dalam pesan yang disampaikannya soal akan ada putusan MK dengan sistem proporsional tertutup.
Secara rinci, Deny meminta publik menyimak dengan hati-hati, dirinya sudah cermat memilih frasa, "... mendapatkan informasi', bukan "... mendapatkan bocoran".
_"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah "informasi dari A1" sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD. Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari "Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya"._ Ungkap Deny dalam siaran pers, dari Melbourne, 30 Mei 2023.
Karena itu, penulis berkesimpulan sebagai berikut:
*Pertama,* Mahfud MD terjebak ikut menari dalam genderang yang ditabuh oleh Deny Indrayana, dimana Deny memang menghendaki statemennya menjadi perbincangan publik, agar menjadi kontrol politik terhadap MK. Mengingat, sifat putusan MK yang final dan mengikat, maka ikhtiar untuk menjaga putusan MK agar taat konstitusi adalah mengawalnya secara politik, sebelum putusan dibacakan.
Kalau kritik terhadap MK dilakukan setelah putusan dibacakan, maka itu sama saja buang energi sia-sia. Sebab, putusan MK yang bersifat final dan mengikat tidak akan dapat dibatalkan dengan opini dan kritikan.
*Kedua,* Mahfud MD terpeleset, terpelanting, terbanting dan jatuh saat mengikuti irama tarian yang ditabuh oleh Deny Indrayana, karena terjebak menggunakan ungkapan 'pembocoran rahasia negara' dengan mengutip pernyataan Deny Indrayana melalui frasa 'info A1'. Motif politik Mahfud justru terbongkar melalui pernyataannya, sehingga Mahfud MD patut diduga punya motif yang ada kaitannya dengan kepentingan sistem Pemilu proporsional tertutup (PDIP) dan kudeta partai Demokrat melalui modus operandi pengajuan PK (Moeldoko).
Sebagaimana diketahui, PDIP adalah partai yang menginginkan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup, sementara Moeldoko yang mengajukan PK ke Mahkamah Agung jelas punya motif untuk mengambil alih Partai Demokrat dan bisa juga berujung penjegalan pencapresan Anies Baswedan.
*Ketiga,* atas kesalahan Mahfud MD yang terjebak masuk dalam manuver politik Deny Indrayana, Deny jadi untung besar. Sebab, jika nantinya putusan MK menetapkan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup maka benarlah informasi yang diungkap Deny.
Namun, apabila MK menolak proporsional tertutup maka ini menjadi kemenangan Deny Indrayana, karena Deny punya pandangan memang menginginkan sistem Pemilu dilakukan secara proporsional terbuka. Soal, siapa yang diuntungkan atau Deny Indrayana punya kepentingan dan terafiliasi dengan siapa? Cukuplah ungkapan 'Kudeta Partai Demokrat' yang mampu menjawabnya, dan statemen Beny K Harman yang mengkritik Mahfud MD sebagai konfirmasinya.
*Keempat,* hari ini kondisi bangsa Indonesia sangat tidak baik, dan apa yang disebut SBY akan ada 'Chaos Politik' bukan mustahil benar-benar akan terjadi. Karena itu, selain sibuk copras capres, segenap elemen pergerakan perlu memikirkan jalan lain untuk menyelesaikan sengkarut problem yang melanda negeri ini.
Terakhir, penulis rekomendasikan ke depan agar Mahfud MD lebih bijak memilih ungkapan dalam berstatemen, apalagi statemen yang sifatnya mengcopy statemen pihak lain. Alih-alih mau mengambil benefit politik, salah langkah bisa menjadi bumerang dan malah jadi terjebak secara politik. [].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik