Tinta Media - Sejumlah siswa di dua sekolah tingkat SMA dan SMK di Pekanbaru terindikasi L6BT. Mereka membuat komunitas L6BT yang ternyata menyebar hingga kalangan anak Sekolah Dasar (SD).
Dilansir dari JawaPos.com, Pemerintah Kota Pekanbaru di Provinsi Riau membahas upaya penanganan masalah yang berkenaan dengan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L6BT) di lingkungan sekolah. Hal itu menyusul munculnya grup percakapan terkait L6BT di kalangan siswa sekolah dasar.
Berita ini sungguh menyedihkan serta mengkhawatirkan bagi kita sebagai masyarakat umum, terkhusus para orang tua yang memiliki anak yang sedang bersekolah. Jika satu kasus saja baru dapat terindikasi setelah perbuatan tersebut menyebar di salah satu wilayah, maka bagaimana dengan wilayah-wilayah lain yang tidak terverifikasi?
Akan sangat mungkin jika masih terdapat lagi komunitas-komunitas yang serupa, karena perilaku semacam ini tidak mungkin jika tidak tersebar di tengah masyarakat. Apalagi setelah beberapa kasus sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat banyak pelaku L6BT di Cianjur, Garut, dan kota lainnya.
Kita melihat fakta bahwa perilaku menyimpang L6BT dari hari ke hari semakin marak, khususnya di negara kita, Indonesia. Jika kita waras dan bersandar para akal sehat, maka kita akan sadar bahwa perilaku menyimpang tersebut bukanlah hal yang dapat dibenarkan.
Dari segi fitrah manusia pun, tak ada satu pendapat akurat dari seorang dokter ataupun institusi kesehatan manapun yang menyatakan bahwa penyimpangan ini adalah hal yang terjadi akibat pengaruh gen ataupun hormon, seperti yang mereka (para pelaku L6BT) nyatakan. Melainkan ini adalah perilaku yang dinormalisasikan akibat adanya penerapan HAM (Hak Asasi Manusia).
Suatu perbuatan yang jelas-jelas melenceng dari kodrat manusia, meski itu berasal dari individu, maka tidak boleh kita terima. Ketika perilaku L6BT dibiarkan dengan tidak ada pencegahan secara khusus atau bahkan sampai dilegalkan di suatu negara, contohnya di Amerika, maka perbuatan semacam ini pun pasti akan sangat memengaruhi masyarakat.
Sekalipun negara Indonesia mayoritas penduduknya adalah muslim, tetapi jika tidak ada perlindungan bagi masyarakat terhadap dampak buruk yang diakibatkan oleh perilaku L6BT, maka akan mudah bagi masyarakat terpengaruh oleh paham-paham menyimpang tersebut.
Beberapa waktu yang lalu, salah satu pejabat pemerintah mengumumkan bahwa L6BT ini menurutnya merupakan kodrat yang dimiliki oleh manusia. Ada juga public figure, tokoh masyarakat atau bahkan orang biasa yang dengan terang-terangan mengaku sebagai pelaku L6BT. Mereka menyebarkan opini-opini sesat melalui konten-konten yang memperlihatkan perbuatan bejat mereka kepada masyarakat awam, dengan dalih perbuatan mereka bukanlah hal aneh dan tidak membahayakan.
Adanya sikap permisif (serba boleh) yang menyebar di tengah-tengah masyarakat menjadikan makin tersebarluasnya perilaku L6BT ini. Masyarakat digerus oleh pemahaman sekuler yang berasal dari Barat, termasuk paham terkait L6BT.
Paham kebebasan atau liberalisasi sudah menguasai jiwa-jiwa generasi akibat pengaruh gadget dan sosial media, sehingga segala perbuatan dibiarkan tanpa tolak ukur dan batasan. Manusia menjadi bebas dalam berbuat, tanpa mempedulikan aturan yang ada, sekalipun itu adalah aturan agama.
Di sisi lain, tidak ada pencegahan yang khusus dan tegas dari negara mengenai perilaku ini. Para pelaku L6BT juga tidak dikenai sanksi yang tegas sehingga mereka merasa diberi ruang untuk menampakkan eksistensinya.
Tak dapat dielakkan, bahwasanya di zaman sekarang ini pengaruh gadget sangatlah besar bagi kehidupan. Di kalangan dewasa, remaja, bahkan anak di bawah umur sudah akrab dengan gadget. Ketika seseorang mulai membuka sosial media, maka segala hal akan dapat ditemukan, baik itu berupa kebaikan maupun keburukan. Apalagi ketika anak-anak yang mengakses dengan kenaifan mereka.
Mereka terus disuguhi dengan konten-konten tidak bermoral seperti pornografi, pornoaksi, sampai konten yang menyuarakan L6BT. Hal ini sangat memengaruhi perbuatan mereka di dunia nyata. Padahal, L6BT merupakan perbuatan yang sangat keji dan dicela semua agama, terutama oleh agama Islam.
Islam bukanlah semata agama ritual, tetapi merupakan aturan hidup yang memberi solusi terhadap berbagai masalah manusia. Terkait perilaku menyimpang L6BT, salah satunya homo seksual (gay/liwath), Allah Swt. secara tegas menerangkan dalam Al-Qur'an, surat Al-A'raf ayat 80-81, bahwa perbuatan liwath tersebut merupakan faahisyah atau perbuatan keji yang menimbulkan dosa.
Dinyatakan bahwa hal tersebut merupakan perbuatan yang melampaui batas, bahkan belum pernah dilakukan oleh kaum mana pun kecuali oleh kaum Nabi Luth. Oleh karena itu, dengannya Allah menimpakan azab dengan dihujani batu dari langit, hingga membinasakan kaum tersebut.
Islam memberikan hukuman tegas bagi pelaku homoseksual. Bahkan, sejarah mencatat Khalid bin Walid pernah mengeksekusi mati pelaku homoseksual.
Dalam riwayat lain yang berasal dari Abdullah bin Abbas, ia berkata terkait hukuman bagi pelaku homoseks:
"Dicari bangunan yang paling tinggi di daerah tersebut, lalu pelaku homoseks dilemparkan dari atasnya dalam kondisi terbalik (kepala di bawah dan kaki di atas), sambil dilempari dengan batu." (Riwayat ad-Duri, al-Ajurri, Ibnu Abi Syaibah, dan al-Baihaqi).
Ibnu Abbas mengambil hukuman hadd tersebut dari hukuman Allah Swt. kepada kaum Luth. Sahabat ini meriwayatkan dari Nabi saw. bahwasanya beliau bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
"Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah kedua pelakunya." (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dalam Islam, harga diri umat manusia sangat dijaga dan dimuliakan, tak terkecuali dalam kasus seperti L6BT ini. Islam tidak akan segan-segan menghukum pelaku L6BT atas perbuatan tercelanya. Di samping karena perintah Allah dan sunnah Rasulullah, Islam pun memiliki hikmah lain atas sanksi yang ditetapkan tersebut, yakni sebagai jawabir sekaligus zawajir. Hukum dalam Islam bersifat jawabir yaitu penebus dosa serta zawajir yang artinya memberikan efek jera.
Hukum sanksi Islam ini akan berfungsi jika syariat Islam diterapkan secara komprehensif, dalam sebuah institusi negara (khilafah). Negaralah yang bertanggung jawab menegakkan sanksi bagi para pelaku maksiat, termasuk sanksi yang diberikan kepada pelaku L6BT, sehingga memustahilkan adanya pertumbuhan perilaku L6BT, seperti yang terjadi saat ini. Inilah bentuk penjagaan negara terhadap nasab dan kehormatan masyarakat.
Wallahua'lam bishawab.
Oleh: Isnaeni Nur Azizah
Sahabat Tinta Media