Tinta Media - Tak selamanya suatu rumah tangga selalu dihiasi ‘bunga-bunga cinta’, tidak sedikit cinta yang awalnya membara, seiring berjalannya waktu akan semakin redup, lalu mati, bahkan menyisakan rasa tidak suka, baik disebabkan fisik yang tidak lagi sedap dipandang mata, atau perangai yang tidak lagi mempesona. Apakah ketika itu terjadi, perceraian menjadi jalan keluarnya? Ada baiknya kita renungi bagaimana sikap orang shaleh ketika menghadapi hal tersebut.
.
Pernah ditanyakan kepada Abu Utsman An-Naisaburi (w. 457 H),
ما أَرْجَى عملَك عندك؟
“Apa amal engkau yang paling kau harapkan (pahalanya)?”
Maka Abu Utsman bercerita:
كنت في صُبُوّتي يجتهد أهلي أن أتزوج، فآبى؛
Ketika aku beranjak dewasa keluargaku berusaha agar aku menikah, tapi aku menolaknya.
فجائتني امرأة، فقالت: يا أبا عثمان، إني قد هَوَيْتُك، وأنا أسألك بالله أن تَتزَوَّجُني
Lalu datang kepadaku seorang wanita seraya berkata, ”Wahai Abu Utsman sungguh aku sangat mencintaimu, dan saya memintamu dengan nama Allah agar engkau menikahiku.
فأحضرتْ أباها -وكان فقيرًا- فزوّجَني، وفرح بذلك،
Kemudian ia mendatangkan bapaknya—dan bapaknya ini sangat miskin – maka dia menikahkan aku dengan putrinya, dan dia pun merasa gembira dengan pernikahan tersebut
فلما دخلت إلي، رأيتها عَوْرَاءَ عَرْجَاء مُشَوَّهَة، وكانت لمحبتها لي تَمْنَعُني من الخروج، فأقعد حفظًا لقلبها، ولا أظهر لها من البغض شيئًا، وكأني على جمر الغَضَا[1] من بغضها، فبقيتُ هكذا خمس عشرة سنة حتى ماتت، فما من عملي شيء هو أرجى عندي من حفظي قلبها.
ketika dia masuk ke kamar menemuiku, aku melihatnya ternyata matanya buta sebelah, pincang, dan jelek rupa, karena besar cintanya kepadakulah yang menghalangiku untuk keluar meninggalkannya, maka akupun duduk menurutinya demi menjaga hatinya dan aku tidak menampakkan sedikitpun kebencianku kepadanya. Aku terasa seperti duduk di atas bara api kayu ghodho (sejenis kayu yang bara apinya tahan lama) karena membenci (rupa fisik)nya. Aku berbuat demikian hingga 15 tahun, sampai ia meninggal dunia. Tiada perbuatanku yang lebih kuharapkan (pahalanya) bagiku daripada menjaga hatinya”. (Imam Ibnul Jauzi (w. 597 H), Shaidul Khâthir, hal 405-406. Maktabah Syamilah).
.
Mengapa Abu Utsman sanggup bersabar menghadapi hal tersebut? tidak lain adalah karena ada yang lebih dia perhatikan, lebih dia cintai dan lebih dia harapkan daripada istri maupun kesenangan duniawi dirinya sendiri, tak lain adalah ridha dan apa yang ada di sisi Allah Ta’ala.
.
Ketika hilang rasa cinta, hidup merasa tidak lagi bahagia, bathin merasa merana, bercerai memang tidak mengapa, namun jika ingat tujuan awal menikah adalah ingin menggapai ridha Allah Ta’ala, maka bersabar dan selalu berupaya memperbaiki keadaan yang masih bisa diperbaiki tentu lebih baik. Kebaikannya tidak selalu terletak pada apa yang bisa dilihat mata, namun kebaikannya bisa berupa ganjaran dari Allah Ta’ala.
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (QS. An-Nisa :19)
.
Lebih dari itu, adakalanya kesabaran tersebut akan Allah balas dengan anak-anak shalih yang keluar dari orang yang sanggup kita bersabar darinya.
.
Berkaitan dengan surat An-Nisa ayat 19 tersebut, Imam al Qurthubi menyatakan:
(فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ) أَيْ لِدَمَامَةٍ أَوْ سُوءِ خُلُقٍ مِنْ غَيْرِ ارْتِكَابِ فَاحِشَةٍ أَوْ نُشُوزٍ، فَهَذَا يُنْدَبُ فِيهِ إِلَى الِاحْتِمَالِ، فَعَسَى أن يول الْأَمْرُ إِلَى أَنْ يَرْزُقَ اللَّهُ مِنْهَا أَوْلَادًا صالحين
(bila kamu tidak menyukai mereka) yakni karena keburukan rupa atau keburukan perangai namun tidak melakukan kekejian (zina) atau kedurhakaan (nusyuz), dalam hal ini dianjurkan bersabar, karena bisa saja hal itu menjadi awal Allah memberinya rizki dari istri tersebut berupa anak-anak yang shalih.
.
Sebaliknya, walaupun cinta masih membara, namun pasangan (istri) gemar selingkuh misalnya, maka bercerai adalah jalan terbaik daripada membiarkannya dan menjadikan suami berpredikat dayyuts yang diancam Nabi tidak akan masuk surga. Allâhu A’lam[]
Oleh : Ustadz M Taufik NT
Pengasuh MT Darul Hikmah