Tinta Media - Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Adhi Massardi mengatakan, keterlibatan Presiden Joko Widodo dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 melanggar konstitusi.
“Bahwa Presiden terlibat di dalam Pemilu itu melanggar konstitusi, melanggar konstitusi itu penghianat negara. Hukumannya bisa sampai hukum mati,” ujarnya dalam Diskusi Online: Jokowi Cawe-Cawe, Ada Apa? Ahad (4/6/2023) di kanal Youtube Media Umat.
Ia mengatakan, jika Presiden melanggar konstitusi maka prosesnya bisa impeachment. Sayangnya bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu dari partai-partai koalisi yang mendukung presiden. Jadi berharap impeachment itu agak berat, namun jika rakyat melawan, kemungkinan bisa terjadi seperti di masa lalu.
“Pasal 22e ayat 1 yang menjelaskan bahwa pemilu dilaksanakan secara jujur dan adil setiap 5 tahun sekali, itu jelas tertulis persoalannya adalah bagaimana pemilu bisa jurdil sesuai dengan ayat 1 Pasal 22e. Kalau presiden terlibat dalam proses pemilu, selain kekuasaannya yang sangat kuat sebagai kepala pemerintahan juga kepala negara serta memiliki otoritas untuk memerintahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Imdonesia (Polri) dan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN),” paparnya.
Adhi mengungkapkan, hakikat dari pasal konstitusi itu bahwa pemilu harus jujur dan adli (jurdil), artinya adalah bahwa semua penyelenggara negara, TNI, Polri, aparatur dan lain-lain yang digaji menggunakan keuangan negara itu tidak boleh terlibat dalam kontestasi. Jika ingin terlibat maka prosedurnya harus mundur terlebih dulu dari jabatannya sebagai pejabat negara.
“Apa yang dilakukan Jokowi bukan sekadar berpolitik biasa karena politik ada etikanya, yang dilakukannya adalah politik menang-menangan. Jadi didalam politik menang-menangan yang tanpa etika, tanpa aturan yaitu bukan benar atau salah, tapi kalah atau menang,” imbuhnya.
Adhi mengatakan, jika alasan Jokowi untuk menyelamatkan negara, dengan alasan menyelamatkan program-program negara, hal itu lebih salah lagi. Karena di purna jabatannya, presiden bisa membuat organisasi, atau partai politik untuk mengawal gagasan-gagasannya yang terdahulu. Hal itu dilakukan seperti Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono tetap menjalankan pengawasan terhadap pemerintahan dengan partainya.
“Jika presiden ikut campur dalam pemilu, memperpanjang masa jabatan KPK dan Mahkamah Konstitusi bagaimana rakyat akan percaya kepada proses demokrasi dengan pemilu ini?" pungkasnya.[] *Rohadianto*