Tinta Media - Ancaman mogok kerja nasional atau cuti kerja tenaga kesehatan (nakes) sebagai akibat dari UU (Undang Undang) Omnibus Law Kesehatan yang tidak transparan, dinilai berpotensi mengkriminalisasi dokter dan tenaga kesehatan.
"Tidak transparannya RUU Kesehatan ini berpotensi mengkriminalisasi dokter dan para tenaga kesehatan (nakes),” tutur Anggota Help Shariah dr. Mustaqim dalam Program Kabar Petang: Nakes Melawan di kanal Youtube Khilafah Channel, Kamis (8/6/2023)
Ia memaparkan, potensi kriminalisasi tenaga kesehatan adalah salah satu poin dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun ikatan profesi lainnya tidak setuju jika pembuatan UU Kesehatan dilanjutkan.
“Sebenarnya akad (ijarah) dari dokter dengan pasien adalah akad pengobatan, akad pemeriksaan, kemudian pengarahan kepada pengobatan, bukan akad untuk kesembuhan. Di RUU ini berpotensi bahwa akad yang diminta pasien adalah kesembuhan. Maka seandainya seorang dokter tidak bisa menyembuhkan, itu bisa berpotensi dijadikan lalai sehingga bisa dipidanakan,” paparnya.
Selama ini, dr. Mustaqim menyebutkan tidak bisa memidanakan dokter yang bekerja sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), lalu hasilnya di luar dugaan. Ketika kemudian dokter melakukan sesuatu yang tidak disengaja atau ada efek samping, seperti Johnson Syndrom, yakni suatu darurat medis, merupakan reaksi terhadap obat atau infeksi. Itu tidak bisa dipenjara atau dipidanakan.
“Tetapi dengan adanya rancangan undang-undang saat ini, itu bisa-bisa untuk dituntut. Itulah kemudian berpotensi untuk mengkriminalkan dokter maupun tenaga kesehatan,” ujarnya.
Simalakama
Ia berpendapat mogok kerja atau cuti kerja bagi nakes itu simalakama. “Sebab sektor kesehatan masyarakat akan mengalami kendala, tetapi sudah disiasati oleh panitia bahwa yang akan dicutikan itu pelayanan-pelayanan non emergency sedangkan unit emergency serta obat atau ICU dan sebagainya tetap melakukan tugasnya sehari-hari,” ucapnya.
Simalakamanya, menurut dr. Mustaqim, para nakes ini mempertaruhkan nama baiknya, tetapi cuti kerja ini tetap harus dilakukan.
“Apabila tidak dilakukan akan ada kegiatan atau ada sesuatu yang buruk, yang lebih besar akan terjadi. Sehingga para tenaga kesehatan ini melakukan aksi nasional, ini sudah kedua kalinya. Jika tetap dilanjutkan untuk dilakukan pembahasan , maka cuti kerja nasional kembali dilakukan,” tuturnya.
Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim termasuk tenaga kesehatan ini adalah mengoreksi kebijakan pemerintah yang salah.
“Mengoreksi kebijakan pemerintah yang salah dari kacamata ilmiah, kacamata kesehatan, kacamata masyarakat, dan tentu saja salah dalam kacamata Islam,” pungkasnya. [] Ageng Kartika