Tinta Media - Untuk memulihkan ekonomi sebagai dampak dari pandemi Covid-19, pemerintah Kabupaten Bandung menghapuskan denda pajak sampai dengan 0% dimulai 1 juni sampai 30 september 2023 mendatang. Insentif pajak ini diberlakukan kepada pajak hotel, restoran, hiburan, air tanah, reklame, pajak mineral bukan logam dan batuan, beserta pajak parkir. Penghapusan sanksi administratif denda pajak ini bisa didapatkan dengan catatan wajib pajak telah melunasi biaya tunggakan pajak.
Saat ini, pajak menjadi sumber pemasukan bagi negara. Padahal, dengan pajak ini sejatinya menjadi beban rakyat meski pemerintah menyampaikan bahwa pajak yang dipungut diperuntukan untuk rakyat juga.
Pemerintah terus mengimbau agar rakyat taat akan pajak. Namun, pada riilnya masyarakat tak pernah merasakan manfaat dari pajak tersebut, apalagi pasca pandemi, saat keadaan ekonomi benar-benar terasa sulit. Namun, pajak tetap harus dibayar, tak peduli walau rakyat dalam keadaan tercekik.
Adapun kebijakan penghapusan atau insentif pajak bagi wajib pajak dengan catatan harus melunasi dahulu tunggakan pajak adalah merupakan kebijakan setengah hati dari pemerintah untuk rakyatnya. Seandainya pemerintah peduli akan kesejahteraan rakyat, maka mereka bukan hanya menghapus denda pajak, tetapi juga harus menghapus pajaknya itu sendiri.
Maka jelas, penghapusan denda pajak hanyalah sebuah kebijakan yang tak menyentuh akar permasalahan. Berdalih memberi kemudahan, tetapi pada akhirnya akan memberikan kesengsaraan kembali. Bagaimanapun juga, rakyat akan tetap dibebani oleh pajak.
Pemerintah tak ubahnya sebagai pemalak yang berdalih atas nama gotong-royong demi berjalannya roda pemerintahan. Inilah wajah buruk sistem kapitalisme. Dia akan mengambil tindakan dengan kebijakan saat ada celah untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya manfaat.
Berbeda halnya di sistem Islam dalam mengelola negara. Pajak bukanlah satu-satunnya pemasukan dalam mengelola dan menjalankan urusan negara. Pajak justru pialing terakhir ketika tidak ada lagi pilihan yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan urusan negara. Cara penarikannya pun sangat diperhatikan agar tidak sampai menjadi masalah yang sama. Ini karena visi dan misi pajak adalah untuk membangun perkembangan rakyat.
Oleh karena itu, di dalam Islam, yang akan dipungut pajak hanyalah sekelompok yang dinilai mampu atau dari kalangan berlebih/aghniya, dan pajak itu ditarik hanya ketika negara _urgent_ dan membutuhkan penggalangan.
Mindset penguasa yang demikianlah yang akan mampu melahirkan peradaban mulia. Inilah sistem yang akan melahirkan sosok pemimpin luar biasa. Maka tidak heran, pada sejarah panjang sistem Islam, muncul pemimpin seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Umar bin Abdul Aziz, dan masih banyak lagi. Ini adalah sebuah teladan kepemimpinan yang sulit muncul, bahkan sekadar dalam angan-angan era kepemimpinan sistem saat ini.
Wallahu a’lam Bishawab.
Oleh: Yuni Irawati
Ibu Rumah Tangga