Tinta Media - Maraknya perilaku penyimpangan seks atau biasa disebut L68T semakin memprihatinkan karena tidak terbatas pada usia tertentu. Namun, perilaku ini hampir menjangkiti semua kelompok usia, dari dewasa, remaja, bahkan kini merambah kepada anak-anak di usia dini. Seperti kasus viral baru-baru ini, telah terungkap anak Sekolah Dasar (SD) di kota Pekanbaru diduga memiliki grup WhatsApp yang terindikasi (L68T).
Adalah fitrah manusia dilahirkan untuk suka dan tertarik pada lawan jenisnya. Akan tetapi, di luar dari kebiasaan, kaum L68T ini lebih suka dan memiliki ketertarikan pada sesama jenis. Perilaku tersebut bahkan lebih buruk daripada hewan, sebab hampir tidak ditemukan hewan pejantan membuahi sesama pejantan. Maka, wajar jika dikatakan bahwa orang-orang seperti ini memiliki "cacat akal dan moral".
Hal ini bisa terjadi bukan karena faktor genetik, tetapi lebih pada penyimpangan orientasi seks. Sementara, pemicunya dapat terjadi karena adanya interaksi beberapa faktor sekaligus, meliputi faktor lingkungan (sosiokultural), biologis, dan faktor pribadi/personal (psikologis).
Penyakit kotor L68T tidak hanya menimbulkan bahaya bagi pribadi atau individu yang terlibat, tetapi menyebarkan kerusakan di masyarakat dengan menularkan virus-virus berbahaya kepada siapa saja, seperti penyakit kelamin HIV/AIDS dan kanker anus. Lebih dari itu, penyakit kotor L68T dalam jangka panjang dapat memusnahkan populasi manusia, karena tidak mungkin ada pertambahan penduduk dan kelahiran keturunan dari hubungan sesama jenis. Jadi, jelas bahwa L68T adalah bahaya serius yang tengah mengancam umat manusia.
kapitalisme dan demokrasi yang menjadi sistem berkuasa saat ini dibangun dengan landasan sekulerisme,yaitu tidak membolehkan agama ikut mengatur urusan publik. Ini seolah menjadi simbol peradaban modern oleh bangsa-bangsa di dunia saat ini.
Dengan mendunianya ideologi kapitalisme ini, ada semacam kewajiban tak tertulis bagi negara-negara di dunia untuk mencantumkan label demokrasi dalam format politik yang dimilikinya dan menjadikan kebebasan individu sebagai kunci mutlak peradaban, dengan melibatkan perlindungan hak asasi manusia sebagai tamengnya.
Peradaban kapitalis sejatinya bersifat pragmatis, karena yang dijadikan pertimbangan untuk melakukan atau tidak melakukan adalah asas manfaat atau berdasarkan untung dan rugi. Ini telah mengangkat citra Amerika sebagai negara superpower. Maka, tak heran jika AS juga tampil sebagai negara "champion of democracy" dan "the guardian of democracy", menjadi negara yang senantiasa mensponsori penyebarluasan demokrasi di berbagai belahan bumi dan tak sungkan menggelontorkan dana fantastis demi menjaga eksistensi kekuasaannya.
Mungkin sebagian orang memahami demokrasi hanya sebatas membahas masalah-masalah pemilu, partai, sistem presidensial, dan sebagainya, sementara mengabaikan nilai-nilai dasar demokrasi, yaitu kesetaraan dan kebebasan yang menjadi titik kerusakan pandangan Barat sekuler.
Dalam paradigma Islam, umat Islam wajib menempatkan wahyu di atas akal manusia (berpusat pada Tuhan). Namun, sistem kapitalisme demokrasi saat ini didasarkan pada pandangan manusia (berpusat pada manusia), sehingga mengangkat hak-hak manusia secara berlebihan, bahkan menyamakan dengan hak Tuhan.
Dipayungi oleh HAM, para pro-L6BT beserta komunitas L68T semakin merapatkan barisan untuk mengekspos perilaku kotor ini, bahkan menjadi sebuah gerakan global yang terorganisir di seluruh dunia. Bahkan, organisasi kesehatan dunia (WHO) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga turut menyuarakan agar menghormati dan melindungi hak asasi individu L6BT, termasuk anak-anak.
Mereka juga merangkul para intelektual agar secara ilmiah seolah bisa membuktikan bahwa homoseksualitas adalah sebuah kondisi 'given' dan berusaha mencari legitimasi dalil dari Al-Qur'an dengan memutarbalikkan maknanya, sehingga menurut mereka tidak ada larangan dari Al-Qur'an dan Hadis terkait penyimpangan ini. Dengan demikian, mereka berargumen bahwa pelarangan terhadap L6BT adalah pelarangan terhadap HAM.
Kampanye di banyak jalur pun dilakukan, tidak hanya menyusup dalam tayangan film, musik, dan berbagai konten melalui media massa, baik elektronik maupun cetak. Mereka juga gencar memberitakan legalisasi L6BT di berbagai negara di dunia. Tujuannya adalah untuk memengaruhi opini umum bahwa L6BT bisa hidup dengan normal dan bisa diterima oleh masyarakat.
Maka, wajarlah jika negara-negara sekuler liberal turut ambil bagian memberikan pengakuan dan tempat bagi komunitas L6BT di masyarakat. Sebab, mereka ingin menjadi role model sebagai negara penganut prinsip-prinsip kebebasan individu, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Bahkan, di mata mereka, L6BT dianggap sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat modern.
Hal ini jelas berbeda bagi umat Islam. Fenomena penyimpangan seks ini sudah pernah ada di zaman Nabi Luth, yang terabadikan dalam Al-Qur'an surat Hud; 82-83.
"فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيل مِّنضُودٍ مُّسَوَّمَةً عِندَ رَبِّك َوَمَا هِيَ مِنَ الظالمين بِبَعِيدٍ.
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu terbalik dari atas ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar, bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan azab tersebut tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.
Dengan demikian, sangatlah jelas di dalam paradigma Islam bahwa L6BT adalah suatu tindakan dosa besar yang akan mendatangkan musibah dan azab bagi pelakunya di suatu negeri. Oleh karena itu, hukuman bagi pelaku L6BT sangatlah berat, sebagaimana Nabi Muhammad saw. bersabda:
"مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ."
Siapa saja yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan liwath (sodomi), sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan yang terlibat dalam perbuatan tersebut. (HR Abu Dawud)
Negara sepatutnya tidak dapat lepas tangan dan terus berlindung di balik penghargaan terhadap hak asasi warga negara. Terlebih lagi, telah jelas bahwa salah satu pintu pemahaman L68T adalah karena sekularisasi pemikiran dari kebebasan, cara berpikir, dan berperilaku yang diusung oleh sistem saat ini.
Negara terus menutup mata terhadap fakta bahwa sistem yang rusak ini telah terbukti gagal dalam berbagai hal, tidak hanya dari segi ekonomi, tetapi juga dalam menyebabkan dekadensi moral seperti meningkatnya kasus kriminalitas, pembunuhan, dan seks bebas.
Oleh karena itu, sudah saatnya negara mengganti sistem saat ini dengan sistem yang berlandaskan akidah Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah, tanpa harus menunggu kehancuran yang lebih besar. Da
Hukuman berat dalam Islam bagi pelaku L6BT semata-mata bukan hanya untuk memberikan rasa takut kepada kita agar tidak bermaksiat kepada Allah Swt. sebagai pencipta manusia. Di sisi lain, larangan tersebut mengandung hikmah yang berkonotasi pada kemaslahatan hidup kita dan generasi selanjutnya di atas alam semesta ini.
Wallahu'alam bissawab.
Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang