Tinta Media - Ada rasa lega, namun belum sepenuhnya puas ketika penulis mendapatkan kabar isi putusan Banding Gus Nur. Lega, karena Banding diterima dan vonis berkurang dari yang sebelumnya divonis 6 tahun penjara berkurang menjadi 4 tahun penjara.
Belum puas, karena Gus Nur tetap dianggap bersalah melakukan tindak pidana sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan melalui membimbing Bambang Tri melakukan Mubahalah soal ijazah palsu Jokowi. Alasannya sederhana, bagaimana mungkin ijazah palsu Jokowi dianggap kebencian dan permusuhan, sementara ijazah aslinya terbukti secara sah dan meyakinkan tidak pernah ada di persidangan?
Walaupun, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang sudah berupaya mengganti dasar vonis 4 tahun dengan pasal mengedarkan kebencian dan permusuhan tapi masih ada yang mengganjal. Pertanyaan seriusnya, dimana letak ujaran kebencian pada praktik Mubahalah? Permusuhan terhadap siapa? Apakah putusan ini membenci umat Islam mengamalkan Mubahalah?
Kalau rakyat bertanya ijazah Jokowi asli atau palsu, itu bukan kebencian, itu bukan permusuhan. Hak rakyat ingin tahu apakah memiliki Presiden yang sah atau abal-abal.
Mubahalah ijazah palsu Jokowi bukanlah kebencian atau permusuhan. Mubahalah adalah metode untuk mencari keyakinan atas suatu berita yang disampaikan oleh Bambang Tri yang mengabarkan ijazah Jokowi palsu.
Dalam putusan perkara Nomor 271/PID.SUS/2023/PT SMG yang diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim tingkat banding Pengadilan Tinggi Semarang yang dibacakan oleh BAMBANG UTOMO, S.H selaku Hakim Ketua, BAMBANG HARUJI, S.H., M.H dan SUPENO, SH., M.Hum, masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang diucapkan pada hari Rabu tanggal 7 Juni 2023, petikan amarnya diantarnya :
"Menyatakan bahwa Terdakwa SUGI NUR RAHARJA Alias GUS NUR terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan"
"Menjatuhkan pidana karena itu dengan pidana penjara kepada Terdakwa SUGI NUR RAHARJA Alias GUS NUR selama 4 (Empat) tahun dan denda sebesar Rp400.000.000,00 (Empat ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 ( Empat ) bulan."
Secara hukum kami pasti akan mengajukan Kasasi. Walaupun waktunya, kami menunggu pemberitahuan resmi dari pengadilan. Karena putusan ini baru kami ketahui dari SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) di Pengadilan Tinggi Semarang.
Alasan kami akan Kasasi, karena Judex Factie tingkat 2 di Pengadilan Tinggi Semarang telah keliru menerapkan ketentuan pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE pada peristiwa Mubahalah Gus Nur. Tidak ada kebencian dan permusuhan, Mubahalah yang dilakukan Gus Nur terhadap Bambang Tri adalah untuk mencari kepastian dan keyakinan tentang kepalsuan Ijazah Jokowi.
Faktanya, dalam peradilan Judex Factie tingkat 1 di Pengadilan Negeri Surakarta, ijazah asli Jokowi tidak pernah ada. Artinya, pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE tidak relevan untuk menghukum Gus Nur. Walaupun, penulis juga apresiasi terhadap Majelis Hakim Judex Factie tingkat 2 di Pengadilan Tinggi Semarang yang berani menganulir ketentuan pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 tentang peraturan pidana, yang sebelumnya dijadikan dasar untuk memvonis Gus Nur dengan pidana 6 (enam) tahun penjara.
Fakta putusan Judex Factie tingkat 2 Pengadilan Tinggi Semarang ini mengkonfirmasi, ijazah Jokowi palsu bukanlah kebohongan. Buktinya, Pasal kebohongan sudah dianulir oleh Hakim Pengadilan Tinggi Semarang. Apakah, ini merupakan bukti implisit, hakim mengakui ijazah Jokowi palsu karena tidak pernah ada ijazah aslinya? [].
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur
https://heylink.me/AK_Channel/