Tinta Media - Narator Muslimah Media Center menegaskan bahwa lsistem politik demokrasi yang diterapkan menjadi bukti rusaknya moral individu negeri ini.
"Sistem politik demokrasi ini menjadi bukti rusaknya moral individu negeri ini," tuturnya dalam program Serba-Serbi MMC: Korupsi Lagi! Sistem Kapitalisme Melahirkan Individu Bermoral Rusak, Jumat (5/5/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center.
Menurutnya, standar kebahagiaan dalam pandangan masyarakat kapitalis adalah materi. "Sehingga mengejar harta sebanyak-banyaknya meski melalui jalan yang haram adalah hal yang mutlak dalam sistem bobrok ini," ujarnya.
Ia menilai, penerapan sistem politik demokrasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tidak hanya biaya penyelenggaraannya tetapi juga biaya kampanye para calon pejabat. Dana kampanye untuk memenangkan kursi kekuasaan tentu berasal dari kantong pribadi dan paling banyak berasal dari sponsor yang tidak lain adalah para pemilik modal atau korporat.
“Alhasil ketika mereka telah menang dan berkuasa, berlaku hukum balik modal dan persiapan modal untuk kampanye selanjutnya. Disinilah jalan korupsi menjadi pilihan termudah. Ditambah lagi regulasi yang dibuat oleh akal mereka sendiri menjadikan celah korupsi lebih mudah diadakan,” ungkapnya.
Narator mengatakan, badan khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan dan menuntaskan kasus-kasus korupsi belum mampu mencegah dan menghentikan kasus korupsi yang ada.
"Undang-undang yang berlaku berikut sangsi bagi pelaku korupsi pun nampak belum memberi efek jerat terhadap pelaku apalagi mencegah pihak lain melakukan perbuatan yang sama. Korupsi seolah sudah menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan di negeri ini," ujarnya.
Solusi
Narator menjelaskan bahwa hanya Islam yang dapat memberikan solusi secara sistematis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi. Islam memiliki sejumlah langkah dalam memberantas bahkan mencegah korupsi antara lain:
Pertama, penerapan ideologi Islam. Penerapan ideologi Islam meniscahyakan penerapan syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam hal kepemimpinan. “Karena itu dalam Islam pemimpin negara atau khalifah diangkat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah,” tuturnya.
Kedua, pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertakwa dan zuhud. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, khilafah menetapkan syarat taqwa sebagai ketentuan selain syarat profesionalitas. Ketakwaan menjadi kontrol awal sebagai penangkal berbuat maksiat dan tercela. Ketakwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah SWT.
“Para penguasa dalam sistem Islam paham betul bahwa menjadi pemimpin pejabat atau pegawai negara hanyalah sarana untuk mewujudkan izzul Islam wal Muslimin, bukan demi kepentingan materi atau memperkaya diri dan kelompoknya,” imbuhnya.
Ketiga, pelaksanaan politik secara syar'i. Dalam Islam politik itu intinya adalah ri’ayah syar'iyyah, yakni bagaimana mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariah Islam, bukan politik yang tunduk pada kepentingan oligarki pemilik modal atau elit rakus.
Keempat, penerapan sanksi tegas yang berefek jera. Dalam Islam sanksi tegas diberlakukan demi memberikan efek jera dan juga pencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.
“Dalam Islam keimanan dan ketakwaan penguasa dan para pejabat tentu penting. Namun sistem yang menjaga mereka agar tidak melenceng itu jauh lebih penting. Sistem itu adalah khilafah Islamiyah yang berasaskan aqidah Islam dan menjadikan syariah Islam sebagai satu-satunya aturan yang diterapkan,” pungkasnya.[] Prama AW