Tinta Media - Konsep RT dan RW itu bagian dari warisan penjajahan Jepang. Saat itu diperlukan untuk mengontrol masyarakat yang dianggap kritis dan mengganggu kepentingan penjajahan Jepang. Kini istilah RW menjadi polpuler seiring dengan rencana membentuk Polisi RW.
Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Komisaris Jenderal Fadil Imran mengatakan Polisi RW akan menjadi program nasional. Hal itu dimaksudkan untuk mengantisipasi kejahatan di masyarakat.
“Keberhasilan polisi itu adalah ketika mampu mencegah kejahatan. Jadi ini lebih sederhana, lebih murah, lebih efektif, tidak ada korban. Juga diharapkan kalau RW aman, kelurahan aman, kecamatan aman, dan seterusnya. Jadi ini bukan karena mau pemilu, tapi ini memang program yang akan kita teruskan,” kata dia selepas menghadiri apel peluncuran Polisi RW Jawa Barat, Senin, 15 Mei 2023. (https://nasional.tempo.co)
Lantas, apakah dengan hadirnya polisi RW, masyarakat akan lebih merasa aman dan nyaman? Atau justru bisa melemahkan dan bahkan meruntuhkan modal sosial masyarakat yang selama ini bersama-sama menjaga kenyamanan di lingkungannya? Sebaliknya apakah akan menambah beban anggaran negara dan ujungnya dibebankan kepada masyarakat melalui pajak yang terus meningkat? Terkait hal tersebut, penulis memberikan 3 (Tiga) catatan penting:
PERTAMA, melemahkan partisipasi masyarakat. Bahkan bisa melemahkan dan meruntuhkan modal sosial masyarakat. Semestinya kita membuat program yang berorientasi meningkatkan partisipasi masyarakat daripada memperbanyak jumlah aparat. Dengan partisipasi masyarakat berarti beban negara semakin ringan. Apalagi ada sebagian masyarakat berpandangan, semakin banyak aparat keamanan di suatu tempat, pertanda tempat itu rawan keamanan alias tidak aman. Kalau tempat itu aman bukankah tidak perlu ditempatkan aparat keamanan disitu?
Biarlah masyarakat yang menjaga kondisi keamanan dilingkungannya. Karena kehadiran aparat keamanan bisa jadi justru membuat masyarakat kurang nyaman. Oleh karenanya di beberapa daerah wisata, urusan keamanan lebih banyak diurus oleh masyarakatnya. Jika pun ada aparat keamanan tidak nampak menonjol. Mereka menggunakan pakaian batik atau pakaian yang tidak membuat masyarakat di daerah wisata itu merasa kurang nyaman dengan kehadiran aparat keamanan berseragam.
KEDUA, menambah beban anggaran dan beban rakyat. Semestinya membuat kebijakan yang hemat anggaran untuk biaya aparat dan perbanyak anggaran untuk kesejahteraan rakyat. Memperbanyak jumlah Aparat berarti menambah Beban biaya Negara dan secara otomatis akan mengurangi pos anggaran untuk kesejahteraan rakyat.
Efek lainnya adalah bisa melemahkan modal sosial masyarakat yang bisa membantu menghemat biaya negara.
Padahal, Kondisi masyarakat yang kompak dan mampu menyelesaikan persoalan mereka secara bersama-sama (musyawarah dan gotong royong) merupakan modal sosial yang sangat berharga. Bahkan merupakan salah satu modal nasional dalam pembangunan negara. Kemampuan masyarakat dalam menciptakan kondisi yang aman dan kondusif bagi pembangunan tentu akan sangat menghemat biaya pembangunan nasional.
Semestinya kebijakan negara diarahkan untuk memperkuat dan membangun modal sosial masyarakat. Sehingga partisipasi masyarakat meningkat, termasuk dalam bidang keamanan. Seiring meningkatnya keamanan masyarakat yang dapat diciptakan oleh asyarakat sendiri maka bisa mengurangi beban biaya negara bagi aparat keamanan.
KETIGA, Rawan ditunggangi kepentingan politik rezim. Ini jelas bisa mengganggu profesionalitas aparat dan membahayakan kehidupan demokrasi.
Semestinya kebijakan lebih fokus pada kualitas aparat yang profesional dan amanah. Profesional berarti sangat mahir dan ahli dibidangnya. Sedangkan amanah adalah kepribadian yang menjalankan tugasnya dengan penuh tanggungjawab (secara adil dan tidak khianat). Menjalankan tugas secara tidak adil atau berpihak pada pihak tertentu berarti tidak amanah alias khianat.
Pembentukan Polisi RW justru terindikasi menambah beban organisasi lembaga negara yang saat ini sudah sangat Gemuk, Mahal dan banyak Masalah.
Perlu menambah SDM, juga menambah sarana penunjangnya. Beban organisasi maka makin besar juga beban anggaran. Dengan beban kerja yang berpengaruh pada kualitas dan profesionalitas aparat.
Kebijakan organisasi kepolisian mestinya difokuskan untuk meningkatkan profesionalitas sebagaimana termuat dalam pasal 5 ayat (1) UU 2/2002. Dalam pasal itu termaktub; Kepolisian RI merupakan alat negara yang berperan memelihara kamtibmas, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Rencana membentuk Polisi RW perlu dikaji lagi secara matang. Jangan sampai malah menimbulkan dampak negatif bagi negara dan masyarakat. Juga Meruntuhkan partisipasi masyarakat, bahkan meruntuhkan modal sosial masyarakat. Selain itu rencana tersebut akan menambah beban anggaran yang berujung menambah beban rakyat yang ditarik pajak. Bahkan yang paling berbahaya adalah sangat berpotensi ditunggangi kepentingan politik rezim yang sedang berkuasa. Hal ini tentu harus diwaspadai. Kita berharap rakyat dan negeri ini tidak menjadi korban kepentingan politik rezim dengan berdalih membuat program-program yang justru membebani rakyat. semoga.…
Oleh: Wahyudi al Maroky
Dir. Pamong Institute
NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.