Tinta Media - Menanggapi ancaman oknum BRIN untuk bunuh seluruh warga Muhammadiyah terkait perbedaan penentuan 1 Syawal 1444 H, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra, M.M. menyatakan setidaknya ada delapan catatan kritis terkait hal tersebut.
"Setidaknya ada delapan catatan kritis terkait ancaman Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin untuk membunuh seluruh warga Muhammadiyah terkait perbedaan penentuan 1 Syawal 1444 H," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (27/4/2023).
Pertama, jika Andi Pangerang Hasanuddin (APH) capek dengan pergaduhan maka jangan malah bikin pergaduhan baru yang lebih besar. "Perbedaan pendapat itu bukan pergaduhan, jika disikapi dengan penuh toleransi," terangnya.
Kedua, semestinya perbedaan pendapat itu justru menjadi peluang emas bagi seorang ilmuwan untuk mencari solusi secara ilmiah, bukan malah merespon perbedaan dengan emosional. "Ilmuwan itu kan berpikir rasional, bukan emosional dalam membaca persoalan. Ilmuwan itu solutif, bukan provokatif. Adalah satu hal yang sangat berbahaya, menyikapi perbedaan dengan ancaman pembunuhan," jelasnya.
Ketiga, apakah mungkin APH mengidap islamofobia yang memang tengah marak terjadi di seluruh dunia, termasuk di negeri mayoritas Muslim ini? "Semoga BRIN sebagai lembaga ilmiah bergengsi di negeri ini tidak mengidap islamofobia ini," ujarnya.
"Sebab Islam agama sempurna yang menebarkan Rahmat bagi alam semesta. Perbedaan di kalangan umat Islam adalah bagian dari diskursus yang produktif, sebagaimana perbedaan di kalangan imam Mazhab," paparnya.
Keempat, lanjutnya, ucapan APH jelas telah melanggar UU ITE tentang ujaran kebencian. Ucapan APH jelas sebagai bentuk ujaran kebencian dan ancaman Pembunuhan. "Ucapan permintaan maaf tentu saja tidak menggugurkan delik hukum yang tetap harus diproses," bebernya.
Kelima, secara moral dan jiwa besar, APH harus meminta maaf kepada Muhammadiyah, HTI dan Gempa Pembebasan yang disebutkan dalam ucapan tertulis di media sosial. "Sebab ucapan atas HTI adalah tuduhan keji yang tidak ada buktinya sama sekali," tegasnya.
Ia juga mempertanyakan atas dasar apa yang APH membuktikan bahwa Muhammadiyah disusupi oleh HTI atau Gema Pembebasan yang telah menetapkan Idul Fitri berdasarkan metode rukyat global. "Pertanyaannya, kenapa seolah APH ini begitu benci dengan HTI, apa salah HTI di negeri ini? Apakah HTI telah korupsi uang rakyat, menggadaikan negara, membuat kerusuhan, merampok uang rakyat, menumpuk utang negara? Tidak kan?" tanyanya.
Keenam, perbedaan ini mestinya menjadi kajian ilmiah yang menantang dan berusaha seobjektif mungkin memberikan penilaian, bukan malah mengucapkan kalimat yang tidak mencerminkan sebagai seorang peneliti.
Ketujuh, toleransi jangan hanya sebagai jargon kosong, namun pemerintah melalui ASN harus memberikan contoh dan teladan bagaimana bersikap toleransi itu, yakni menghargai setiap perbedaan pendapat di kalangan umat Islam pada khususnya dan bangsa pada umumnya.
Kedelapan, khusus untuk BRIN agar betul-betul menyeleksi ASN yang mencerminkan netralitas seorang peneliti di negeri ini agar Indonesia semakin maju bidang sains dan teknologi.
"BRIN juga harus menyampaikan permintaan maaf kepada Muhammadiyah dan HTI, meskipun delik hukumnya bisa jadi bersifat individual. Namun secara moral, tentu saja tindakan APH tidak bisa dipisahkan secara kelembagaan BRIN," pungkasnya.[] Ajira