Tinta Media - Melindungi dan menjaga anak memang kewajiban orang tua, namun orang tua harus tahu limitnya. Tidak setiap saat dan setiap momen orang tua berkewajiban memberikan perlindungan pada anak. Jangan dengan dalih sayang anak, orang tua malah memberi ‘suaka politik’ pada anak sehingga anak selalu merasa aman berbuat apa saja. Akhirnya tak ada rasa malu atau takut pada anak ketika mereka melakukan kesalahan karena ada orang tua yang jadi pelindung dan pembela anak.
Beberapa kasus populer di tanah air yang belakangan viral, yang melibatkan hubungan anak dan orang tua, kalau ditelusuri terjadi karena abainya orang tua memahami limit dalam melindungi dan menjaga anak. Ada orang tua yang tetap melindungi anak lelakinya padahal sudah menghamili anak perempuan orang, menyuruh sang pacar aborsi dan berujung si perempuan itu bunuh diri. Ada bapak yang gagah membiarkan anaknya tarung bebas dan lakukan kekerasan pada orang lain sampai berdarah-darah. Lalu sang ibu di layar kaca, ditonton jutaan mata, tetap bersikukuh anaknya tidak bersalah.
Apa yang terjadi pada sebagian orang tua itu adalah kegagalan menghadapi anak sebagai fitnah atau ujian dari Allah Swt. Padahal setiap orang tua sedari awal wajib sadar sesadar-sadarnya bahwa anak bukan saja mendatangkan kebahagiaan tapi juga akan membawa ujian/fitnah.
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (TQS. Ath-Taghabun [64]: 15)
Begitu pentingnya orang tua paham konsep pendidikan anak dalam Islam, terutama pesan yang disampaikan Allah dalam Al-Qur’an, agar tidak jatuh dalam peringatan yang disampaikan Rasulullah Saw bahwa anak bisa menjadikan orang tua itu bodoh, pengecut, bakhil dan bersedih.
إنَّ الْوَلَدَ مَبْخَلَةٌ مَجْبَنَةٌ مَجْهَلَةٌ مَخْزَنَةٌ
Sesungguhnya anak itu membuat bakhil, pengecut, bodoh dan menyusahkan (orang tua). (HR Ibnu Majah)
Kecintaan pada apapun di dunia ini, saat tidak dilandasi iman dan takwa, akan membuat manusia menjadi bodoh dan diperbudak oleh apa yang mereka cintai, termasuk dalam mencintai dan menyayangi anak. Kebodohan itu berlanjut ketika tidak mau memahami proses pendidikan anak dalam Islam. Dalam benak orang tua macam ini anak tidak pernah salah dan orang lain harus memahami keinginan dan karakter anaknya.
Ada dua hal kekeliruan orang tua yang perlu dilurukan dalam proses pendidikan anak;
Pertama, mungkin ada orang tua yang merasa mendidik anak dengan keras dan disiplin, tapi membiarkan sang anak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain atau melanggar hukum syara. Nabi Saw tidak pernah membiarkan sedikitpun keluarganya, termasuk cucu-cucu beliau, melakukan hal yang diharamkan Allah Swt.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melarang cucu beliau, Hasan bin ‘Ali radhiallahu’anhu memakan kurma sedekah, padahal waktu itu Hasan masih kecil, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Hekh hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?”
Namun bagaimana orang tua bisa mencegah anak mereka dari perbuatan haram kalau orang tuanya tidak tahu batas halal dan haram? Mereka sendiri terbiasa mengkonsumsi harta haram atau melakukan perbuatan haram?
Kita berlindung pada Allah agar senantiasa diberikan petunjuk dan ilmu yang bermanfaat dalam kehidupan, termasuk pemahaman dalam mendidik anak.
Kedua, Ada orang tua yang tanpa limit terus memberi suaka atau perlindungan pada anak. Dari mulai kesalahan kecil, sampai kesalahan besar, orang tua selalu tampil menjadi pelindung. Bukan saja mereka yang punya harta dan kuasa, tapi banyak orang tua dari kalangan grass root juga membela terus anak-anak mereka. Hal ini membuat anak besar kepala dan berani melakukan apa saja karena merasa bisa lolos berkat suaka yang diberi keluarganya. Akhirnya perbuatan apapun bakal mereka lakukan.
Padahal, sebagai orang tua kita wajib memahami bahwa setiap anak yang sudah masuk usia aqil baligh bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka kerjakan. Tidak ada sedikitpun ada andil orang tua untuk membela atau menolong mereka (lihat QS Al-Fathir: 18). Apalagi kelak di hari akhir, Allah menegaskan kalau orang tua dan anak tidak bisa lagi saling menanggung. FirmanNya:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَّا يَجْزِيْ وَالِدٌ عَنْ وَّلَدِه
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada hari yang (ketika itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. (TQS. Luqman [31]:33)
Sebab itulah Rasulullah Saw mengingatkan keluarganya, termasuk putri kesayangannya, Fatimah Az-Zahra, bahwa beliau tidak punya kuasa apapun untuk menolong mereka kelak di hadapan Allah Swt. Hal itu beliau lakukan setelah Allah Swt menurunkan firmannya: ”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (TQS. Asy Syu’ara: 214). Kemudian beliau bersabda pada kaum Quraisy, termasuk pada pamannya dan bibinya juga putrinya;
« يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ – أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا – اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ ، لاَ أُغْنِى عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ، يَا بَنِى عَبْدِ مَنَافٍ لاَ أُغْنِى عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ، يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِى عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ، وَيَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ، وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِى مَا شِئْتِ مِنْ مَالِى لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا »
Wahai orang Quraisy -atau kalimat semacam itu-, selamatkanlah diri kalian sesungguhnya aku tidak dapat menolong kalian sedikit pun dari Allah. Wahai Bani ‘Abdi Manaf, sesungguhnya aku tidak dapat menolong kalian sedikit pun dari Allah. Wahai ‘Abbas bin ‘Abdul Muthollib, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah. Wahai Shofiyah bibi Rasulullah, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah. Wahai Fatimah puteri Muhammad, mintalah padaku apa yang engkau mau dari hartaku, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Kalau pribadi selevel Rasulullah Saw yang merupakan utusan Allah saja tidak bisa memberikan pertolongan pada keluarganya dan anak-anaknya di hari akhir, apalagi hanya sebatas pejabat, konglomerat, perwira dan aparat. Apa yang bisa dilakukan di pengadilan Allah untuk membela anak-anak mereka kelak? Tidak ada.
Oleh: Ustadz Iwan Januar
Pakar Parenting