Tinta Media - Cendekiawan muslim, Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menilai ada paradoks politik hari ini, satu sisi menolak Islamisasi politik, namun di sisi lain menggunakan Islam demi kepentingan politik.
"Mereka menolak Islamisasi politik tetapi menggunakan politisasi Islam, memanfaatkan Islam sebagai alat untuk meraih kepentingan politik. Ini paradoks," ungkapnya dalam live: Lagi!! Kampanye Tolak Politik Identitas, Khilafah, Intoleransi, dan Terorisme??!! di kanal YouTube PKAD, Senin (8/5/2023)
Pertama, bisa terlihat di politik hari ini ada usaha menyingkirkan Islam politik dari arena politik. "Ini merupakan paradoks yang sangat keterlaluan," ujarnya.
"Satu sisi mereka itu mendewa-dewakan demokrasi. Dan demokrasi itu intinya kedaulatan rakyat. kedaulatan rakyat itu pada ujungnya itu kan penghargaan yang tinggi terhadap aspirasi rakyat. Nah, bagaimana bisa jika rakyat itu memiliki aspirasi berdasarkan agama, lalu mereka mengatakan bahwa ini terlarang berdasarkan agama Islam? Lalu dikatakan ini politik identitas tidak punya tempat di negeri ini," kesalnya.
Padahal, ia mengingatkan sekali lagi bahwa hal tersebut adalah aspirasi rakyat. Dan itu aspirasi-aspirasi yang legal secara politik, secara konstitusi juga legal.
"Bahkan itu sebuah aspirasi yang kalau kita pandang dari sudut pandang ajaran Islam malah memang seharusnya seperti itu seorang muslim. Bahwa dia berdasarkan aspirasi politik, ekonomi, dan lain-lain nya berdasarkan ajaran Islam," tegasnya.
Tapi hari ini, ia membeberkan bahwa narasi politik identitas, aspirasi semacam ini itu dianggap berbahaya. Karenanya, narasi ini dianggap harus dihilangkan dan dihukum sesuatu perkara yang haram secara politik. Jadi ini satu paradoks yang tujuannya adalah menyingkirkan Islam politik dari tengah-tengah masyarakat.
"Kedua, tapi pada saat yang sama mereka menyadari bahwa Islam itu, Islam dan kemusliman atau muslim dan keislaman tidak bisa dilepaskan dari realita kehidupan masyarakat, karena itu merupakan satu posisi," urainya.
"Oleh karena itu, mereka menyerang apa yang disebut politik identitas. Tapi di sisi lain, mereka juga tetap menggunakan Islam sebagai salah satu simbol penentu dari kemenangan politik," ungkapnya.
UIY mencontohkan sebagaimana dilakukan oleh capres. Capres yang resmi hari ini kan ada dua yang sudah ditentukan, yaitu Anies Baswedan dan Ganjar. Kalau Anies mungkin tidak dipersoalkan. Karena memang Anies tidak pernah mengatakan anti terhadap politik identitas. Bahkan Anies dianggap sebagai representasif dari politik identitas itu sendiri.
"Tapi kalau Ganjar dari PDI Perjuangan itu kan dengan keras mengecam politik identitas. Tapi ini hari kegiatan Ganjar dapat diliat gitu. Kemana dia? Pakaiannya seperti apa? Keluar masuk pesantren, ketemu kiai bukan untuk mendalami ajaran agama, tapi untuk apa? Inilah yang disebut sebagai politisasi agama," pungkasnya. [] Wafi