"....Mereka pengusung khilafah yang diyakininya akan datang dari langit. Entah bagaimana caranya datangnya khilafah itu, hanya HTI-lah yang tahu. Yang pasti, khilafah tidak datang dari hasil pemilu. Makanya mereka tidak yakin dengan pemilu."
[R. Kholis Majdi, 14/5]
Tinta Media - Penulis cukup terkejut, saat membaca tulisan yang dikirim Tony Rosyid di salah satu GWA dengan judul 'HTI Tidak Berpolitik!'. Setelah dibaca tuntas, penulis merasa perlu memberikan tanggapan terhadap artikel yang ditulis oleh R. Kholis Majdi tersebut.
Sebagian besar tulisan itu perlu diluruskan, terutama tentang hakekat politik dan perjuangan penegakan Khilafah. Untuk dua tema inilah, penulis ingin memberikan tanggapan.
Adapun tulisan R. Kholis Majdi yang memberikan deskripsi tentang HTI dengan pendapatnya yang macam-macam, seolah HTI organisasi penjahat, bisa diproses oleh aparat, pandangannya terkait kedudukan HTI dalam Pemilu seperti apa, dan hal lain yang berkaitan dengan HTI, biarlah otoritas HTI yang memberikan klarifikasi.
Namun ada hal penting untuk penulis tegaskan melalui tulisan ini bahwa HTI bukan ormas terlarang, statusnya hanya dicabut BHP nya. Sementara, UU Ormas menegaskan Ormas tak punya BHP tetap sah, legal dan konstitusional.
Adapun terkait politik dan perjuangan penegakkan Khilafah, perlu penulis sampaikan hal-hal sebagai berikut:
*Pertama,* definisi politik adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri. Politik dilaksanakan oleh negara dan umat, karena negaralah yang secara langsung melakukan pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi negara dalam pengaturan tersebut.
Pengaturan urusan umat di dalam negeri dilakukan oleh negara dengan menerapkan ideologi (mabda) di dalam negeri. Inilah yang dimaksud politik dalam negeri.
Adapun pengaturan urusan umat di luar negeri yang dilakukan negara adalah dengan mengadakan hubungan dengan berbagai negara, bangsa, dan umat lain, serta menyebarkan ideologi ke seluruh dunia. Inilah yang dimaksud politik luar negeri.
Memahami politik luar negeri adalah perkara yang penting untuk menjaga institusi negara dan umat, dan merupakan perkara mendasar agar mampu mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Juga merupakan aktivitas yang harus ada untuk mengatur hubungan umat Islam dengan umat lainnya dengan benar.
Tatkala umat Islam mempunyai tugas mengemban dakwah Islam kepada seluruh umat manusia, mereka harus melakukan kontak dengan dunia, dengan menyadari sepenuhnya keadaan-keadaan mereka, memahami problem-problemnya, mengetahui motif-motif politik berbagai negara dan bangsa, dan mengikuti aktivitas-aktivitas politik yang terjadi di dunia. Umat Islam juga harus memperhatikan khithah (rencana strategis) politik berbagai negara, tentang uslub-uslub (cara) mereka dalam mengimplementasikan khithah tersebut, tata cara mereka melakukan hubungan satu sama lain, dan manuver-manuver politik yang dilakukannya.
Karena itu, umat Islam harus memahami hakikat konstelasi politik di Dunia Islam berdasarkan kerangka pemahaman tentang konstelasi internasional (al-mauqif al-duali).
Jadi, pengertian politik tak sesempit hanya ditafsirkan dalam urusan memilih Capres, mendukung Capres, memilih Caleg, memilih Partai, atau hal-hal lain yang berkaitan Pemilu. Dalam konteks ke-Indonesiaan, politik juga termasuk mengontrol kinerja eksekutif, mengawasi DPR, memahami alokasi APBN, mengkritik dana cuci uang di Kemenkeu sebesar Rp 349 triliun, mempersoalkan pelemahan KPK, membela Ulama yang dikriminalisasi, mempersoalkan ijazah palsu Presiden, menuntut pengusutan kasus BLBI, kasus Century hingga kasus korupsi Jiwasraya, dan segala hal yang berkaitan dengan kemaslahatan rakyat lainnya.
Adalah salah besar, jika politik an sich dipahami dengan memberikan dukungan kepada Ganjar Pranowo, menjadi Relawan Anies, membentuk posko pemenangan Prabowo, atau aktivitas politik praktis lainnya terkait gawe Pilpres 2024.
Dalam Islam, aktivitas dakwah khususnya dakwah kepada penguasa agar menerapkan syariat Islam adalah aktivitas politik yang agung. Esensi dari politik Islam adalah untuk menegakkan hukum Allah SWT di muka bumi, melalui tegaknya institusi Khilafah.
*Kedua,* perjuangan penegakan Khilafah bukan ditempuh dengan do'a dan memohon agar Khilafah turun dari langit. Akan tetapi, Khilafah diperjuangkan dengan metode (thariqoh) yang baku, yang mencontoh perjuangan dakwah Rasulullah SAW saat di Mekkah, hingga akhirnya mampu menegakkan kekuasaan Islam (Daulah Islam) di Madinah.
Mendirikan Negara Islam atau Khilafah Islam tercermin dari metode yang diambil dari sunnah Nabi SAW dalam mendirikan Negara Islam. Metode tersebut tercermin dalam tiga tahapan:
(1) pengkaderan (at-tatsqîf);
(2) interaksi dengan umat (at-tafâ’ul), termasuk di dalamnya adalah pencarian dukungan dan pertolongan (thalab an-nushrah);
(3) penerimaan kekuasaan dari pemilik kekuasaan (istilâm al-hukmi).
Sunnah Nabi saw menunjukkan atas tiga tahapan tersebut dalam mendirikan Negara Islam di Madinah. Dengan demikian kita wajib mengikuti metode yang tercermin dalam tiga tahapan.
Secara umum ada persamaan antara masyarakat kita dan masyarakat Makkah atau pra-Madinah dalam hal pemikiran, perasaan dan sistem kufur yang mendominasinya. Yang berbeda hanyalah keyakinan mayoritas individunya.
Di masyarakat Makkah kebanyakan kaum musyrik. Adapun di masyarakat kita saat ini kebanyakan kaum Muslim. Karena itu yang kita lakukan adalah menyeru mereka untuk melanjutkan kehidupan Islam di dalam institusi Khilafah Islam sebagaimana dulu.
Untuk itulah, methode dakwah untuk memahamkan umat akan pentingnya syariat Islam melalui sejumlah pembinaan, berinteraksi dan berjuang secara politik untuk menjelaskan kufurnya sistem sekuler, sekaligus mencari dukungan dan pertolongan untuk menegakkan kekuasaan Islam adalah amal praktis yang terindera, bukan hanya berdiam diri sambil mendongak ke langit berharap Khilafah turun dari langit.
Hal itu terus diupayakan, agar umat paham Khilafah, hingga akhirnya rindu untuk segera ditegakkan Khilafah, dan menjadikan ahlun nusyroh (militer) memberikan dukungannya kepada pejuang Khilafah. Sampai akhirnya, terjadi perkawinan politik antara umat selaku pemilik kekuasaan real dengan pengemban dakwah untuk menegakkan Khilafah, yang mendapatkan restu dan dukungan dari militer selaku pemilik kekuatan real.
Khilafah tidak datang dari langit, melainkan dengan perjuangan dan dakwah yang meneladani Rasulullah, sampai akhirnya Allah SWT berikan pertolongan melalui dukungan umat dan ahlun nusyroh. Khilafah memang hanya akan tegak dengan dakwah, bukan melalui Pemilu atau Pilkada dalam sistem demokrasi sekuler. [].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik, Pejuang Khilafah