Tinta Media - Pimpinan Pondok Pesantren Al Abqory KH Yasin Muthohar menuturkan bahwa umrah qadha yang dilaksanakan oleh Rasulullah dan para sahabatnya setelah perjanjian Hudaibiyah bukan semata-mata ibadah.
"Umrah qadha bukan semata - mata ibadah tetapi ada dimensi lain yakni ada dimensi politiknya dan juga dimensi dakwahnya," tuturnya dalam Kajian Sejarah Peradaban Islam dengan tema Kisah Mengharu Biru Setelah Perjanjian Hudaibiyah: Umrah Qadha Selasa (16/5/2023) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.
Kyai Yasin mengisahkan, umrah yang telah direncanakan oleh Nabi Muhammad Saw ketika itu hadir melalui mimpi. Nabi pada saat itu bermimpi datang ke Masjidil Haram dengan keadaan aman. "Ini terjadi pada abad ke-6 Masehi. Karena setiap mimpi nabi adalah wahyu, sehingga ini merupakan umrah wajib, maka kemudian nabi mengqadhanya," ujarnya.
Pada bulan Dzulqa'dah tahun ke-6 Hijriyah Rasulullah berniat umrah dalam rangka menjalankan perintah-Nya seperti yang dititahkan dalam mimpinya. "Namun saat itu dihadang oleh orang Quraisy sehingga Nabi kembali pulang ke Madinah namun dijanjikan oleh kaum kafir Quraisy setelah melakukan perdamaian. Seperti yang diketahui, melalui perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah dijanjikan kalau mau umrah di tahun depannya, yakni tahun ke-7 Hijriyah pada bulan Dzulqa'dah yakni bulan ke-11 tahun 7 Hijriyah, satu tahun setelahnya," bebernya.
Kiai Yasin Muthohar menyebutkan, dua kejadian besar yang terjadi sebelum Rasulullah Saw melakukan umrah qadha yakni, penaklukan Khaibar dan pengiriman utusan-utusan Rasulullah kepada penguasa - penguasa di Jazirah Arab dan di luar jazirah arab sebagai bentuk risalah dakwah Nabi.
"Setelah penaklukan khaibar maka Rasulullah Saw mengirimkan surat kepada negeri - negeri dan penguasa-penguasa di dalam Jazirah Arab dan di luar Jazirah Arab," pungkasnya.[] Pakas Abu Raghib