Ilusi Pemberantasan Korupsi pada Sistem Demokrasi - Tinta Media

Kamis, 11 Mei 2023

Ilusi Pemberantasan Korupsi pada Sistem Demokrasi

Tinta Media - Jargon anti korupsi yang banyak digaung-gaungkan oleh para pejabat sepertinya masih menjadi mimpi. Bagaimana tidak, sepanjang 2023 ini saja setidaknya sudah ada 8 pejabat yang kena Operasi Tangkap Tangan alias OTT.(cnbcindonesia.com, 18April 2023). Masih dilansir dalam laman yang sama, kalau kita lihat data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga ini sudah menangani sebanyak 1.351 kasus tindak pidana korupsi untuk periode 2004-2022.

Terbaru, terjadi kasus dugaan korupsi penyimpangan atau penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast pada 2016-2020 dan 2023 yang mencapai hampir 2 trilyun. Setelah pencairan dilakukan, dikabarkan uang dari pinjaman bank tersebut menjadi bancakan, termasuk untuk dibagi-bagikan, dan sumber anggaran hura-hura para pejabat tinggi di perusahaan pelat merah itu. ( news.republika.co.id) 

Heem, semakin panjang saja deret korupsi yang terjadi di negara kita. Ini yang terkuak ke permukaan dan kasusnya sedang berjalan, lha, yang belum terkuak, bisa jadi lebih banyak lagi. Bahkan, ada juga yang sudah tertangkap, tetapi kasusnya mandek karena orangnya kabur dan sampai saat ini masih menjadi buronan KPK. Apa kabar Harun Masiku? 

Komisi pemberantasan korupsi sebagai lembaga independent yang digadang-gadang menjadi wadah dalam pemberantasan korupsi juga belum bisa menyelesaikan dan menurunkan tingkat korupsi. 
Kemudian, kepada siapa kita berharap?

Sistem Kapitalisme Melahirkan Banyak Pejabat Korup

Tak bisa dimungkiri, sistem kapitalis materialistik yang diemban negeri ini banyak melahirkan pejabat korup. Ketika standar kebahagian yang diambil adalah materi, banyak dari mereka berlomba-lomba mendapatkan kekayaan, meskipun dengan cara yang tidak halal. Harta, tahta, dan jabatan juga menjadi ukuran kesuksesan. 

Budaya hedonisme yang dijalani, menjadikan banyak orang menjadi gila belanja, gila barang branded, pamer kekayaan, koleksi mobil mewah, rumah istana, perhiasan, dan lainnya. Lingkungan sosial akan melihat siapa yang paling segalanya.

Pejabat dengan gaji yang pas-pasan yang telah digerus budaya kapitalis yang materialistik tentu akan tergiur melakukan korupsi sebagai jalan pintas mendapatkan kebahagiaan. 

Selain itu, sistem demokrasi kapitalis yang dianut negara kita, turut menjadi andil melahirkan pejabat korup. Kalau kita amati, adanya agenda rutin lima tahunan untuk memilih wakil rakyat dan kepala daerah kerap diwarnai praktek suap. Sehingga, tiap caleg butuh dana yang cukup besar untuk bisa duduk di kursi dewan atau bisa menang sebagai kepala daerah. Setelah mereka menjabat, target balik modal dan menyiapkan modal untuk pencalonan berikutnya akan mereka lakukan. Yaa ... dengan apalagi kalau tidak tilep dana sana sini?

Selain itu, maraknya budaya suap pada seleksi penerimaan pegawai pemerintahan juga menjadi indikasi banyak pejabat yang tidak bersih. Masuk pegawai saja sudah dengan jalan curang, bagaimana nanti ketika menjabat?

Memang masih ada pejabat yang jujur dan anti korupsi, tetapi menjadi hal yang langka di sistem kapitalisme saat ini. Menjadi pejabat yang jujur, harus punya keimanan yang kuat dan integritas yang tinggi. 

Jabatan adalah Amanah

Jabatan dalam Islam adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Sebagaimana yang di sampaikan oleh Rasulullah saw. yang Artinya:

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari Muslim).

Jabatan harus dijalankan dengan sungguh-sungguh, penuh kejujuran dan ikhlas mengharap rida dari Allah, tidak hanya mengharapkan gaji saja. 
Pejabat pemerintah adalah pelayan umat. Kerja yang mereka lakukan adalah untuk kemaslahatan bersama, bukan hanya sekadar untuk kepentingan pribadi. 

Pemimpin yang baik berasal dari mereka yang mempunyai keimanan dan ketakwaan yang tinggi, taat pada aturan Allah dan takut ketika melakukan kemaksiatan. Namun, apakah hanya mengandalkan personalitas saja masalah korupsi bisa terselesaikan? Masih butuh dukungan sistem yang baik untuk mengatasinya. 

Sistem Islam Solusi Alternatif

Mengandalkan individu saja belum cukup mengatasi kasus korupsi. Individu yang saleh, beriman, dan bertakwa tetap akan bisa tergerus idelismenya jika lingkungan tidak mendukung. Maka, perlu lingkungan sosial yang kondusif, baik di lingkungan kerja maupun lingkungan tempat mereka tinggal, saling menyuburkan suasana ketaatan pada Allah dengan selalu bermar ma'ruf nahi munkar. 

Selain itu kita butuh dukungan sistem yang ditetapkan oleh negara. Ketika Islam diterapkan, maka aturan yang digunakan adalah syariat Allah Swt. Dalam Islam, kebahagiaan bagi seorang muslim adalah mendapatkan Rida Allah Swt. Perbuatannya senantiasa terikat dengan perintah dan larangan Allah Swt. Ketika korupsi adalah salah satu bentuk jarimah atau kejahatan, maka menjadi perbuatan yang harus ditinggalkan. Pemahaman ini harus ada pada setiap pejabat muslim. Tugas mereka adalah melayani umat dan dilakukan dengan penuh kesungguhan. 

Dalam Islam, pegawai dan pejabat pemerintahan juga akan mendapatkan gaji yang layak dan cukup. Pemberian tunjangan dan fasilitas akan mampu memenuhi kebutuhan mereka. Ketika kebutuhan tercukupi, keinginan melakukan korupsi akan tersingkir. 

Selain itu, negara perlu memberikan sanksi tegas kepada pelaku korupsi, baik pejabat negara atau bukan dengan hukum takzir. Hukuman ini fapat berupa hukuman penjara, hukuman denda, masuk dalam daftar orang tercela, hukum pemecatan, bahkan hukuman mati.

Hukum Islam jauh lebih baik daripada hukum jahiliyah. 
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?

Wallahu a'lam Bishawab.

Oleh: Ummu Fatimah, S. Pd.
Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :