Fenomena Staycation, ABI: Kultur Eksploitasi Kapitalisme - Tinta Media

Sabtu, 20 Mei 2023

Fenomena Staycation, ABI: Kultur Eksploitasi Kapitalisme

Tinta Media - Humas Aliansi Buruh Indonesia (ABI) Nanang Setiawan menilai staycation sebagai kultur eksploitasi dari kapitalisme.

"Fenomena staycation hanya salah satu dari bentuk-bentuk persyaratan tidak manusiawi, kultur eksploitasi dari kapitalisme," tuturnya dalam program Kabar Petang: Keji! Barter S3ks untuk Perpanjang Kontrak, Kamis (11/5/2023) melalui kanal Youtube Khilafah News.

Nanang mengungkapkan staycation ini hanya salah satu modus dari berbagai modus lainnya sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja, akibat sistem kapitalis sekuler yang menilai segala sesuatu dari materi dan bentuk kebebasan berperilaku. 

"Banyak sekali modus-modus itu, termasuk ketika mereka ingin naik pangkat, ingin menduduki posisi tertentu, ingin bertahan di perusahaan, bahkan ingin kesalahan-kesalahannya itu dimaafkan oleh oknum-oknum perusahaan tertentu, sehingga kasusnya tidak diperpanjang dan berhenti di situ, syaratnya harus mau melakukan hubungan seks yang tidak syar'i," ungkapnya.

Sebagai sebuah fenomena gunung es, berbagai kasus pelecehan seksual sudah menjadi rahasia umum dan sistemik, tidak hanya terjadi antara atasan dan bawahan saja, bahkan antara sesama pekerja, Nanang mengibaratkannya seperti kutu kulit atau penyakit skabies, dampaknya terasa tapi susah menuntaskannya. 

"Sudah menjadi rahasia umum, banyak orang yang tahu, tapi ibaratnya seperti kutu kulit atau penyakit skabies, gatalnya (dampaknya) terasa, tapi untuk menuntaskannya atau mengusutnya susah sekali karena korbannya diam, kemudian  si pelaku tidak mendapatkan sanksi apapun, karena sistemik  terutama di dalam iklim sistem demokrasi. Dimana demokrasi ini gagal memberikan zona yang aman bagi para pekerja dari kekerasan dan pelecehan seksual," bebernya. 


Menurutnya, sistem demokrasi mengusung kebebasan berperilaku, sehingga perzinahan kalau dilakukan karena suka sama maka diperbolehkan dan tidak akan dihukum, berbeda sama sekali dengan Islam.

“Sistem demokrasi mengusung kebebasan berperilaku, sehingga perzinahan kalau dilakukan karena suka sama suka sebagaimana yang ada di RKUHP, tidak akan di sanksi.  Padahal dalam Islam,  jelas sanksinya, kalau dia muhson atau sudah menikah maka dirajam, kalau dia ghairu muhson atau tidak menikah atau masih bujangan, maka sanksinya adalah dicambuk 100 kali kemudian diasingkan, tapi dalam sistem demokrasi justru diperbolehkan, di mana nilai kemanusiaan yang adil dan beradab kalau sudah seperti ini,” tuturnya.

*Solusi*

Untuk menghentikan kebiadaban ini, Nanang menyarankan agar mendidik para buruh dengan fikrah-fikrah islam, bikin pengajian di perusahaan-perusahaan, pisahkan tempat kerja antara buruh perempuan dan laki-laki, suruh buruh perempuan menutup auratnya.

"Jangan tempatkan buruh perempuan di mesin-mesin beresiko tinggi yang bisa menyebabkan kecelakaan kerja. Kita kerja niat untuk beribadah jangan sampai rusak gara-gara hawa nafsu seksual dan mohon kepada para pemimpin negeri ini untuk memberikan sistem yang baik bagi para buruh dengan meninggalkan sistem demokrasi dan menerapkan sistem Islam," pungkasnya. [] Evi
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :