Tinta Media - Mundurnya Didin dari bacaleg (bakal calon legislatif) Partai Demokrat karena diminta mahar 500 juta dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengonfirmasikan kembali rahasia umum di tengah masyarakat bahwa setiap pencalonan membutuhkan biaya yang tidaklah sedikit.
"Apa yang diungkap oleh Didin ini kan mengkonfirmasi rahasia umum yang selama ini. Bau busuknya tercium keras di tengah publik Indonesia, bahwa memang demikianlah yang terjadi, bahwa untuk menjadi bacaleg itu ada mahar dan nanti biayanya nggak berhenti di situ. Setelah menjadi caleg, untuk berkampanye biaya tinggi juga. Belum lagi serangan fajar. Ini sudah menjadi rahasia umum," ujarnya kepada Tinta Media, Jumat (12/5/2023)
Mahalnya ongkos pemilu ini lah yang menurut Agung kemudian menyebabkan kondisi munculnya politisi-politisi busuk di negeri ini.
Ia juga menduga kuat bahwa fenomena ini tidak hanya terjadi pada Partai Demokrat, namun hampir terjadi pada semua partai yang ada di negeri ini. "Dan ini lah gambaran buruk 'pilegsen' negeri ini. Gambaran buruk bagaimana sistem kepemimpinan negeri ini akan di bangun," bebernya.
Agung menguraikan, demokrasi memberikan kebebasan memiliki, dan kebebasan memiliki ini telah menghasilkan para pemilik modal, yaitu para kapitalis. Para kapitalis inilah yang kemudian ingin memastikan agar proses-proses eksploitasi terhadap sumber daya alam dan sumber daya negeri ini itu terus berlangsung. "Demi kemudian memperbesar dan mempertahankan kekayaan mereka," tegasnya.
Untuk kepentingan itu, sambungnya, pastinya mereka membutuhkan keputusan, kebijakan-kebijakan. "Kebijakan itu lahir dari para birokrat, dari para caleg yang ada di kursi DPR, terus kemudian yang ada di kekuasaan eksekutif," terangnya.
Sehingga menurut Agung, oleh karena itu terjadilah gelindan antara demokrasi dan para kapitalis. Demokrasi membutuhkan biaya tinggi dari para pemilik modal, yaitu para kapitalis. Para kapitalis membutuhkan kebijakan yang menaungi mereka untuk tetap bisa mengeksploitasi sumber daya. Dari mana asalnya? dari demokrasi.
"Sehingga memang demokrasi itu akhirnya akan menghasilkan satu sistem yang disebut dengan kleptokrasi, sistem perampokan," pungkasnya.[] Wafi